Sebagai Kitab Suci umat Islam, Al-Qur'an dijadikan sumber hukum yang paling utama dalam masalah pokok-pokok syariat dan cabang-cabangnya. Di dalamnya banyak menjelaskan persoalan-persoalan yang berkaitan tentang kehidupan manusia, salah satunya tentang amar ma'ruf nahi mungkar. Berbicara amar ma'ruf nahi munkar tentu saja sama dengan membahas tentang upaya untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik. Meski demikian, upaya yang baik tetap harus memperhatikan prinsip-prinsip toleransi dan penghargaan terhadap sesama agar tidak menimbulkan efek-efek negatif. Badarussyamsi pernah mengingatkan bahwa semangat untuk memperbaiki keadaan dan menyelamatkan orang lain dari sesuatu yang dianggap tidak baik, tidak jarang dilakukan dengan cara-cara persuasif hingga intimidatif. Pada akhirnya sikap seperti ini sering berujung kepada pemaksaan sebuah keyakinan tertentu kepada orang lain yang dianggap salah atau menyimpang.
Berhubungan dengan pembahasan maqashid syariah, Allah SWT telah memerintahkan kepada hambanya untuk beribadah. Bentuk ibadah yang dimaksud yaitu shalat, zakat, puasa, haji, zikir, doa. Dengan cara menjalankan perintah Allah maka tegaklah din seseorang. Islam menjaga hak dan kebebasan. Kebebasan yang pertama yaitu kebebasan berkeyakinan dan beribadah, setiap pemeluk agama berhak atas agama dan mazhabnya, tidak boleh dipaksa untuk meninggalkannya menuju agama. Maqashid syariah mempunyai aspek untuk pemberlakuan syariah oleh Tuhan. Hakikat atau tujuan awal pemberlakuan syariat yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan dapat diwujudkan dengan prilaku kehidupan amar ma'ruf nahi munkar.
Pada dasarnya amar ma'ruf nahi munkar merupakan upaya untuk menciptakan ketertiban umum dengan cara menegakkan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Hanya saja, berbicara amar ma'ruf tidak cukup "memerintah dan mencegah" saja, akan tetapi bagaimana upaya yang ditempuh agar tepat sehingga hasil juga sesuai harapan dan tidak melenceng dari norma-norma agama yang semestinya.
Perintah menegakkan amar ma'ruf nahi munkar sendiri sudah Allah swt singgung dalam Al-Qur'an berikut,
Artinya, "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS. Al-Imran [3]: 104).
Ayat di atas menegaskan bahwa menegakkan amar ma'ruf nahi munkar bagi umat Muslim adalah fardhu. Maksud fardhu di sini bersifat kifayah. Artinya, jika sudah ada sebagian orang yang melaksanakan maka kewajibannya sudah gugur bagi orang lain. Seperti ketika ada orang mabuk-mabukan. Maka semua umat Muslim wajib menegurnya. Jika sudah ada orang yang melakukannya, maka kewajiban bagi umat Muslim yang lain gugur.
Munculnya aksi kekerasan dalam amar ma'ruf nahi munkar jelas masih adanya penyimpangan dari metode yang diajarkan oleh Rasulullah . Kurang tepat jika semisal kita mengingatkan orang untuk shalat dengan cara mencacinya, kurang tepat pula jika semisal kita melarang orang dari mabuk-mabukan dengan memukulinya. Beramar ma'ruf nahi munkar dengan kekerasan ibarat memadamkan api dengan bensin. Bukan malah padam, justru semakin membesar.
Ibnu Daqiqil 'Ied dengan lugas menyampaikan bahwa menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara yang lembut akan lebih berhasil dibanding dengan jalan kekerasan. Seperti saat kita menegur kesalahan orang lain, cara terbaik adalah dengan mengingatkannya secara privasi, bukan di depan khalayak umum yang khawatir akan membuat dirinya merasa direndahkan. Wallahu a'lam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI