Banyak dari mereka (remaja ini) tidak diiringi dengan pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang berbagai perilaku seksual dengan segala konsekuensinya, tetapi justru lebih banyak dipengaruhi oleh nilai budaya baru yang permissive terhadap seks bebas. Arus informasi yang demikian terbuka dengan banyaknya media massa yang memberikan akses pada mereka untuk menikmati suguhan pornografi dewasa ini telah demikian banyak. Sementara kesempatan pendidikan yang lebih luas, baik untuk kaum wanita maupun pria untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi semakin terbuka sebagai akibat kemampuan sosial ekonomi keluarganya. Sehingga menimbulkan terjadinya diskrepansi antara kematangan biologis dengan kematangan sosial.
Yayah Khisbiyah (1997) dari hasil studinya itu, menjelaskan bahwa insiden kehamilan pranikah di kalangan remaja terjadi secara proporsional pada kategori status sosial ekonomi rendah, menengah dan atas serta mereka juga berasal dari keluarga yang dipersepsikan sendiri secara harmonis. Temuan hasil studinya itu telah merontokkan asumsi konservatif yang selalu mengatakan bahwa kenakalan dan perilaku menyimpang di kalangan remaja itu selalu berawal dan berasal dari situasi broken home, kemiskinan, kurangnya pendidikan dan berbagai alasan lainnya.
Dari berbagai hasil studi itu, dapat disimpulkan bahwa; perilaku seks pranikah di kalangan remaja ini kenyataannya tidak ditunjang dengan pengetahuan dan pemahaman yang memadai, sehingga menimbulkan banyaknya kasus-kasus unwanted pregnancy dan korban dari perilaku seks yang tidak bertanggung jawab. Lebih dari itu, akibat dari perilaku seperti ini tidak saja merugikan individu remaja itu sendiri, tetapi juga sangat merugikan keluarga dan masyarakat dalam tataran yang lebih luas.
 Situasi ini semakin diperparah dengan arah perkembangan dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat ternyata tidak diiringi dengan penambahan pemahaman dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan miskinnya pelayananan dan bimbingan tentang berbagai hal berkaitan dengan masalah-masalah hubungan antar jenis.
Hasil studi yang dilakukan  berkaitan dengan kesehatan reproduksi di beberapa daerah menunjukkan bahwa masih banyak di kalangan masyarakat kita yang belum mengerti tentang terjadinya proses kehamilan, upaya mencegah kehamilan, cara penggunaan alat kontrasepsi, penularan PMS, jenis dan fungsi alat kontrasepsi dan lain sebagainya  yang akibat ini semua akan berdampak pada kualitas kesehatan reproduksi mereka.
Penyebab ini semua disebabkan oleh multi faktor, namun yang utama karena masih adanya kesalahpahaman dan pengertian yang keliru perihal masalah-masalah organ dan hubungan seksual. Sehingga semakin marak timbulnya TFR di kalangan remaja, angka aborsi (termasuk unsafe abortion), penyalahgunaan narkoba dan maraknya HIV/AIDS. Sementara di sisi lain untuk membicarakan masalah-masalah itu dalam budaya kita masih dianggap tabu. Bila kondisi seperti itu, maka tampaknya pendidikan seks yang bertanggung jawab menjadi penting untuk dilakukan.
Perlukah Pendidikan Seks Di Rumah dan di Sekolah ?.
Rendahnya pemahaman dan pengetahuan remaja dalam kesehatan reproduksi tidak terlepas dari peran pendidikan formal dan informal di rumah. Untuk peran pendidikan formal perlu kiranya segera dibentuk kurikulum yang mencoba memberikan proses pembelajaran berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi dan pendidikan seks yang sehat dan produktif serta bertanggung jawab. Artinya, untuk jenis pelajaran-pelajaran yang relevan, semisal biologi perlu dijelaskan pula tentang fungsi reproduksi dengan segala dampak negatif positifnya termasuk PMS, HIV/AIDS. Tidak perlu terlalu vulgar namun masih dalam tatanan budaya Indonesia. Laksana seorang dokter hendak mengoperasi pasiennya. Bukankah seorang dokterpun kalau hendak mengoperasi pasiennya katakanlah bagian perutnya, maka bagian lainnya akan ditutup dan hanya yang dibuka bagian yang diperlukannya saja ?. Hal ini karena pendidikan seks masih ditabukan di sekolah, maka perlu dicarikan alternatif tanpa secara ekplisit (Dede Oetomo, 1993). Apalagi dalam RUU Sisdiknas pun belum secara nyata mengedepankan pentingnya muatan pendidikan seks ini.
Sementara itu, khusus remaja muslim banyak temuan di lapangan mereka mengalami menstruasi dan mimpi basah tetapi mereka tidak tahu bagaimana tertibnya untuk melakukan mandi junub. Hal ini juga karena tidak pernah mereka diajarkan oleh orang tuanya dan guru agamanya di sekolah. Sementara bagi mereka sendiri untuk mencari tahu dan bertanya masih memiliki rasa malu. Terlebih pada guru dan orang tuanya. Adanya sumbatan akan pembicaraan seksualitas menyebabkan ketidaktahuan mereka. Â Maka saat ini perlu kiranya kita segera membuka sedikit kran untuk pembicaraan seks yang bertanggung jawab di dalam rumah dan sekolah-sekolah karena zaman telah berubah demikian cepat.
Apalagi  diyakini banyak para ahli di Amerika, bahwa keharmonisan keluarga dapat mengurangi tindak perilaku seks di luar nikah dan kehamilan yang tak dikehendaki di kalangan remaja. Ini dapat dibuktikan dari laporan salah satu media massa di Amerika yang menjelaskan kedekatan antara seorang anak dengan orangtuanya dapat menjadi kontrol yang bersifat latent  terhadap si anak yang pada gilirannya mampu mencegah perilaku menyimpang pada anak di luar lingkungan keluarga. Selain itu tersedianya buku dan bacaan yang mendidik dan relevan tentang konsekuensi seks pranikah dan berbagai akibat PMS di rumah yang dapat diakses oleh anak remaja (tentunya masih tetap dibawah bimbingan orang tua) diyakini juga dapat mengurangi penyebaran HIV/AIDS dan penambahan pengetahuan remaja tentang berbagai bahaya dan perilaku seks bebas.
                                Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI