Mohon tunggu...
Achmad Firdaus
Achmad Firdaus Mohon Tunggu... profesional -

Achmad Firdaus, Lahir di Indramayu Tinggal di Depok, telah menjadi yatim sejak kelas 4 SD. Doktor Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Magister Sains Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi UI Depok. Sarjana Fisika FMIPA UI Depok

Selanjutnya

Tutup

Money

Nilai Lebih Takaful (Asuransi Syariah) terhadap Asuransi Konvensional (Studi Komparasi- Tinjauan Pengelolaan Dana Prem/Iuran Peserta Takaful)

31 Maret 2011   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:16 3643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I. PENDAHULUAN

Berdasarkan catatan Bapepam-LK hingga September 2010, industri asuransi nasional harus membayar klaim sebesar Rp 42,43 triliun atau meningkat 10,41% dari periode yang sama sebelumnya sebesar Rp 38,4 triliun. Angka itu disumbang oleh klaim asuransi jiwa sebesar Rp 31,44 triliun dan asuransi umum Rp 10,98 triliun. Klaim industri asuransi jiwa terutama dipicu oleh larisnya produk asuransi jiwa yang dikombinasikan oleh investasi (unit link), yaitu klaim penebusan (redemption) atas hasil investasi[1].

Tentu informasi ini sangat menarik buat kita semua, mengapa?. Kita sama-sama mengetahui bahwa pasca terjadinya resesi keuangan global, seluruh pengamat ekonomi, pakar keuangan, praktisi, akademisi seluruhnya mencurahkan perhatian pada dampak yang akan diakibatkan oleh krisis keuangan ini. Di luar perkiraan semuanya ternyata badai ekonomi dunia justru berjalan dengan lebih tidak terduga. Selama tahun 2010 seluruh dunia terkena dampak anomali iklim dan cuaca global. Terjadi pergeseran iklim di seluruh belahan dunia. Anomali cuaca dan iklim ini menyebabkan dampak yang lebih tragis dibandingkan perkiraan dampak resesi keuangan dunia sebelumnya.

Badai salju di Amerika, Korea, Jepang, Inggris dan belahan dunia lainnya. Tingginya tingkat curah hujan di Indonesia, Malaysia, Brazil dan negara lainnya menyebabkan bencana dimana-mana. Meletusnya hampir seluruh gunung berapi di dunia menimbulkan dampak ekonomi yang tidak terduga. Gunung tertinggi di Eropa meletus dibarengi dengan meletusnya beberapa gunung lainnya terutama di Indonesia. Gunung Merapi, Gunung Bromo, Gunung Semeru, Gunung Anak Krakatau dan masih banyak lagi yang lainnya.

Jelas, bencana-bencana yang terjadi di dunia ini, bagi dunia asuransi akan berkorelasi dengan meningkatnya klaim asuransi. Ya, asuransi adalah industri pengelolaan risiko, ketika risiko muncul maka perusahaan asuransipun meradang.

Dengan melihat situasi ini, penulis tertarik untuk membuat tulisan tentang pandangan penulis terhadap dunia asuransi. Beberapa pertanyaan yang hendak dicari jawabannya adalah:

a. Samakah tanggapan takaful (asuransi syariah) dan asuransi konvensional dalam menanggapi tingginya klaim asuransi dari peserta asuransi?

b. Bila sama, lantas dimana letak perbedaan antara takaful (asuransi syariah) dengan asuransi konvensional.

c. Bila tanggapan takaful dan asuransi konvensiaonal berbeda, apa yang menyebabkan perbedaan tersebut.

II. RISIKO DAN PENGELOLAANNYA


Seseorang tinggal di daerah Pasar Minggu, suatu hari dia hendak menuju ke Semanggi, dia memilih jalur Pasar Minggu - Mampang - Semanggi. Dia berharap daerah sekitar Mampang tidak macet sebagaimana jalur Pasar Minggu - Pancoran - Semanggi. Apa dinyana ternyata pada hari itu, Mampang justru lebih macet total dibandingkan Pancoran. Hal ini di luar ekspektasinya. Sebelumnya dia berharap bahwa daerah Mampang tidak semacet di Pancoran. Maka dapat dikatakan bahwa pada saat itu, dia sedang menerima risiko karena memilih jalur Pasar Minggu - Mampang - Semanggi.

Seorang nasabah sebuah bank, suatu hari dikejutkan dengan informasi bahwa dia telah ditetapkan sebagai pemenang undian berhadiah yang diselenggarakan oleh bank tempatnya menabung. Dia kegirangan karena tidak ada pengharapan sebelumnya terhadap hadiah undian manakala dia membuka tabungan di bank tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa pada saat itu dia sedang menerima risikonya sebagai nasabah bank.

Seorang pekerja membeli reksadana, dia berharap mendapatkan penghasilan tambahan dari investasinya tersebut. Diapun berharap bahwa hasil investasi di reksadana akan lebih baik dibandingkan bila dia menabungkan uangnya di deposito bank. Di akhir periode ternyata dia mendapatkan gain reksadana yang dia terima, ternyata lebih rendah bila dibandingkan dengan deposito bank. Gain reksadana yang dia terima tidak sesuai dengan pengharapannya. Maka dapat dikatakan bahwa pada saat itu dia sedang menerima risikonya sebagai pemilik reksadana.

Ketiga ilustrasi di atas menggambarkan suatu kondisi ketidakpastian yang terjadi di masa depan. Sebagai manusia, kita tidak bisa memprediksi dengan pasti, apa yang akan terjadi dengan kita. Kita hanya bisa berusaha tetapi kita tidak bisa memprediksi dengan tepat apa yang kita dapat dari usaha kita[2].

Dari sini, lahirlah teori ketidakpastian. Sesuatu yang menimpa diri kita akibat dari ketidakpastian disebut risiko. Risiko terkadang sesuai dengan harapan kita namun terkadang juga tidak sesuai dengan harapan kita. Dalam bahasa matematikanya risiko yang sesuai dengan harapan disebut risiko positip dan yang tidak sesuai harapan adalah risiko negatip.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun