Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Cinta Ratu-ratu di Nusantara

22 Juni 2019   21:55 Diperbarui: 22 Juni 2019   22:16 2151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pinterest.com/yc3kum

PEMOSISIAN wanita yang setara dengan kaum pria sesungguhnya sudah ada sejak zaman Ratu Jay Shima  dari Kalingga atau mungkin sejak zaman sebelumnya. Fakta ini dibuktikan melaluai catatan-catatan sejarah yang menyatakan bahwa wanita bukan sekadar menduduki posisi sebagai kanca wingking, isi-isining omah, atau partner seks; tetapi memiliki posisi penting sebagai ratu.

Perihal beberapa wanita yang menduduki posisi sebagai ratu tersebar di nusantara. Beberapa wanita yang menyandang predikat ratu di Jawa, antara lain: Ratu Jay Shima (ratu Kalingga), Pramodhawardhani (ratu Medang periode Jawa Tengah dari Dinasti Sailendra terakhir), Sri Isana Tunggawijaya (ratu Medang Periode Jawa Timur kedua), Tribhuwana Wijayatunggadewi (ratu Majapahit ketiga), Sri Suhita (ratu Majapahit keenam); dan Ratu Kalinyamat (adipati Jepara). Sementara beberapa wanita yang menduduki jabatan ratu di Sunda yakni Mahisa Suramardini Warmandewi dan Sphatikarnawa Warmandewi (Salakanagara); serta Nyi Mas Ratu Patuakan dan Nyi Mas Ratu Inten Dewata (Sumedanglarang).

Adapun para wanita yang menjabat sebagai ratu dari luar Pulau Jawa adalah Sultanah Nahrasiyah (Samudera Pasai); Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam, Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam, Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah, dan Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah (Kesultanan Aceh Darussalam); Maharatu Mayang Mulawarni (Kutai Martapura); Tumanurung (Gowa); Sultana Zainab Zakiyatud-din, I-Danraja Siti Nafisah Karaeng Langelo, We Maniratu Arung Data, dan Sri Sultana Fatima (Bone); serta Ratu Wa Kaa Kaa dan Ratu Bulawambona (Buton).

Para ratu yang tersebar di nusantara tersebut niscaya memiliki kisah cinta yang sering berkaitan dengan perkawinan politis. Suatu perkawinan yang bertujuan agar kekuasaan di suatu kerajaan tidak jatuh ke tangan orang lain atau demi terciptanya perdamaian antar dua kerajaan.

Ratu-Ratu di Tanah Jawa

RATU Jay Shima yang merupakan penguasa kedua di Kalingga pernah menjalin hubungan cinta dengan Kartikeyashinga. Hasil perkawinannya dengan Kartikeyasingha, Ratu Jay Shima memiliki putra bernama Parwati dan Narayana (Iswara). Kelak, Parwati menikah dengan Jalantara atau Rahyang Mandiminyak (putra mahkota kerajaan Galuh) yang kemudian melahirkan Sannaha (istri Bratasenawa). Sedangkan, Narayana atau Iswara kelak menjadi raja di wilayah Kalingga Selatan.

Paska runtuhnya Kalingga, muncullah Kerajaan Medang. Pada era Medang, dinobatkannya seorang ratu bernama Pramodhawardhani. Sewaktu memerintah, Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan Mpu Manuku. Perkawinannya dengan Mpu Manuku, Pramodhawardhani memiliki putra bernama Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.

Pada tahun 928, Gunung Merapi meletus. Pada masa itu, kerajaan Medang periode Jawa Tengah berakhir. Sebagai penggantinya adalah Medang periode Jawa Timur di bawah kekuasaan Mpu Sindok. 

Paska pemerintahan Mpu Sindok, Sri Isyanatunggawijaya naik tahta dengan didampingi Sri Lokapala suaminya yang berasal dari Bali. Perkawinannya dengan Sri Lokapala, Sri Isyanatunggawijaya memiliki putra bernama Sri Makutawangsawardhana.

Seusai Sri Isyanatunggawijaya turun tahta, sekian lama tidak muncul seorang ratu di tanah Jawa. Baru semasa ambang kejayaan Majapahit, muncul seorang ratu yakni Tribhuwana Wijayatunggadewi. Ketika menjadi raja, Tribhuwana menikah dengan Cakradhara (Kertawardhana Bhre Tumapel). Dari pernikahan tersebut, Tribhuwana memiliki putra bernama Hayam Wuruk. Raja tersohor Majapahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun