Karena prestasinya di dalam penumpasan pemberontakan Sadeng dan Keta, Bekel Jaka Mada diangkat sebagai Mahapatih Amangkubhumi Majapahit dengan menggantikan patih lama yakni Aria Tadah.Â
Semasa menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi, Jaka Mada mendapat gelar dari Raja Tribhuwana yakni Gajah Mada. Sejak itu, Jaka Mada dikenal dengan Gajah Mada.
Untuk mendukung misi penyatuan wilayah Nusantara di bawah naungan Majapahit, Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada mengikrarkan Sumpah Palapa pada tahun 1336.Â
Sumpah tersebut berisi bahwa Gajah Mada tidak akan melakukan amukti palapa (menyantap bumbu dapur) sebelum menaklukkan wilayah-wilayah di Nusantara, di antaranya: Gurun, Seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Di dalam merealisasikan Sumpah Palapa-nya, Gajah Mada didukung oleh Adityawarman dan Laksamana Nala. Sekalipun mendapat dukungan dari dua tokoh penting Majapahit tersebut, Gajah Mada belum berhasil merealisasikan sumpahnya. Mengingat Sunda tidak berhasil ditaklukkan oleh Gajah Mada semasih menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi.
Gajah Mada Semasa Pemerintahan Hayam Wuruk
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami masa keemasan. Selain ditandai dengan munculnya banyak karya sastra, masa keemasan Majapahit ditengarai dengan keberhasilannya di dalam menguasai wilayah-wilayah di Nusantara. Sehingga Majapahit dikenal sebagai Nusantara II paska runtuhnya kekuasaan Sriwijaya (Nusantara I).
Keberhasilan Majapahit di dalam menaklukkan wilayah-wilayah di Nusantara tidak bisa dilepaskan dengan Gajah Mada yang mendapat dukungan dari Adityawarman yang berhasil menguasai Pagaruyung (bekas wilayah Sriwijaya) serta Laksamana Nala yang memimpin Angkatan Laut Majapahit.
Sekalipun mampu menundukkan sebagian besar wilayah Nusantara, namun Gajah Mada belum berhasil menaklukkan Sunda. Sebab itu, ketika Hayam Wuruk berhasrat menyunting Dyah Pitaloka Citraresmi -- putri Prabu Maharaja Linggabuanawisesa (Raja Sunda), Gajah Mada melakukan politisisasi.Â
Di mana Dyah Pitaloka yang diserahkan oleh Prabu Linggabuanawisesa sebagai calon pengantin (istri) Hayam Wuruk tersebut dipolitisasi sebagai tanda takluk Sunda pada Majapahit. Akibat politisasi Gajah Mada tersebut, pecahlah perang antara pasukan Majapahit di bawah komando Gajah Mada dan rombongan pengantin Sunda di lapangan Bubat pada tahun 1357.
Munculnya Perang Bubat yang mengakibatkan tewasnya Maharaja Linggabuanawisesa, permaisuri, Dyah Pitaloka, dan rombongan pengantin dari Sunda itu membuat geram Hayam Wuruk.Â