Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Sejarah Islam dari Pasca Perang Paregreg hingga Sandyakala Majapahit

19 Mei 2018   20:40 Diperbarui: 19 Mei 2018   20:53 2796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(rethorican.wordpress.com)

Dengan demikian, Raden Patah niscaya menghormati kepada orang tua, sungguhpun berbeda keyakinannya. Selain itu, Raden Patah sering disebut sebagai orang Islam yang memiliki toleransi tinggi terhadap para pemeluk agama lain. Sebab itu, perang sudarma-wisuta (perang orang tua dan anak) antara Raden Patah dan Bhre Kertabhumi sebagaimana dikisahkan dalam Babad Tanah Jawa tidak pernah terjadi.

Teori yang menguatkan bahwa Raden Patah tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap Bhre Kertabhumi dikemukakan oleh Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku Javaansche Geschiedenis dan Prof. Moh. Yamin dalam buku Gajah Mada.

Baik Krom maupun Yamin mengatakan bahwa bukan Demak (Raden Patah) yang menyerang terhadap Majapahit semasa pemerintahan Bhre Kertabhumi, melainkan Girindrawardhana. Teori Krom dan Yamin ini berdasarkan Prasasti Petak dan Prasasti Jiyu.

Sesudah berhasil mengkudeta kekuasaan Bhre Kertabhumi, Girindrawardhana memindahkan ibukota Majapahit dari Majakerta ke Dhaha pada tahun 1478. Semasa menjabat raja Majapahit, Girindrawardhana mendapat serangan dari Kesultanan Demak di era pemerintahan Raden Patah.

Dalam penyerangan itu, Kesultanan Demak mendapatkan kejayaan. Sungguhpun demikian, Raden Patah mengampuni Girindrawardahana yang masih adik iparnya sendiri. Sejak Girindrawardhana berhasil ditaklukkan oleh Raden Patah, status Majapahit berubah menjadi kadipaten di bawah kekuasaan Kesultanan Demak.

Runtuhnya Majapahit dengan ibukota Dhaha di tangan Kesultanan Demak menandakan bahwa Islam di Tanah Jawa mulai menunjukkan eksistensinya. Mengingat Kesultanan Demak yang kemudian menjadi pusat kuasaan di Jawa itu dengan leluasa dapat menyebarkan ajaran agama Islam melalui para dai baik yang tergabung dalam Majelis Dakwah Walisanga maupun tidak.

Penyebaran ajaran agama Islam pun mulai tidak terbatas di lingkup masyarakat Jawa, namun pula merambah ke lingkup masyarakat di luar Jawa. Terlebih ketika Girindrawardhana dari Kadipaten Majapahit yang akan melakukan pemberontakan dengan dukungan Portugis terhadap Kesultanan Demak paska kemangkatan Raden Patah (1518) itu berhasil ditumpas oleh Sultan Trenggono (sultan Demak ke-3) pada tahun 1527. 

-Sri Wintala Achmad-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun