Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Dendam Arjuna (Jayadrata Gugur) - Tamat

19 Maret 2018   11:43 Diperbarui: 19 Maret 2018   12:01 2371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.deccanchronicle.com/140101/entertainment-tvmusic/article/hero%E2%80%99s-regular-guy

DI TENGAH perkemahan Randu Watangan, jasad Abimanyu dibaringkan di atas pancaka. Prabu Kresna, Prabu Matsyapati, Yudistira, Nakula, Sadewa, Setyaki, Srikandi, Trustajumena, Gathotkaca, dan senapati perang lain telah melingkari pancaka. Namun mereka tak akan menyempurnakan jasad Abimanyu itu dengan api suci sebelum kedatangan Siti Sendari, Arjuna, dan Bima. Selagi menunggu ketiga orang terdekat Abimanyu, mereka hanya berdiri dengan wajah tertunduk sambil melafalkan doa-doa suci.

Matahari yang semula tepat di atas ubun kepala telah oleng ke barat. Sebagaimana Prabu Kresna dan Prabu Matsyapati; seluruh kerabat Pandhawa merasa lega saat menyaksikan kedatangan Siti Sendari, Arjuna, dan Bima di Perkemahan Randu Watangan dalam waktu hampir bersamaan. Namun tak lama kemudian, mereka tampak heran manakala menyaksikan Siti Sendari yang mengenakan pakaian serba putih serupa seorang resi. Mereka pun semakin tampak berduka manakala mendengar penuturan Siti Sendari yang ingin bela pati pada Abimanyu. Mati bersama suaminya di atas pancaka melalui api suci.

"Kanda Prabu Kresna...." ucap Yudistira di hadapan Prabu Kresna yang hanya terdiam seusai mendengarkan penuturan Siti Sendari untuk melakukan bela pati pada Abimanyu. "Sebaiknya Kanda Prabu mencegah hasrat Ananda Siti Sendari untuk bela pati pada Ananda Abimanyu."

"Tak mungkin kehendak Siti Sendari dapat dicegah, Adinda Prabu!" tegas Prabu Kresna. "Itu sudah menjadi sumpah Siti Sendari yang harus dilaksanakan. Sebagai wanita yang harus menjunjung tinggi martabanya, tak mungkin Siti Sendari akan menjilat ludahnya sendiri. Bukankah begitu Sendari?"

"Benar, Ayahnda."

"Baiklah!" Prabu Kresna menghempaskan napasnya yang terasa mengganjal di dada. "Kalau begitu, segeralah berbaring di atas pancaka di samping suamimu! Hanya dengan jalan demikian, kau akan abadi berdua dengan suamimu untuk tinggal di alam nirwana. Alam sempurna yang didambakan oleh setiap manusia."

Wajah Siti Sendari berbinar sesudah mendapatkan restu dari Prabu Kresna. Karenanya tak canggung lagi, kedua kakinya melangkah ke pancaka. Menaiki Pancaka dan rebah di samping jasad Abimanyu. Menyaksiskan pemandangan itu, susana hati dari seluruh orang yang hadir semakin trenyuh.

"Adinda Arjuna!" Prabu Kresna memecah suasana yang semakin senyap dan menyayat hati. "Sempurnakan jasad Abimanyu bersama Siti Sendari dengan api suci yang kau puja dari cipta paling dalam!"

Arjuna menyingkirkan rasa duka yang menyelimuti hatinya. Seusai mengikisnya, Arjuna mengerahkan cipta-nya. Dalam sekejap muncullah sinar merah sebesar bawang dari titik di antara kedua alis mata. Bersama hempasan napas dari mulut Arjuna, sinar itu melesat ke pancaka. Bersama doa-doa yang kembali dilafalkan oleh mereka yang hadir, pancaka terbakar dengan api suci. Menyempurnakan jasad Abimanyu dan Siti Sendari. Sepasang roh terbang menembus langit.

"Apa yang kau pikirkan, Adinda Arjuna?" tanya Kresna. "Sudahlah! Ikhlaskan kepergian anakmu Abimanyu! Ia telah hidup damai di surga."

"Bukan kepergian Abimanyu yang aku pikirkan Kanda Prabu. Tapi siapakah yang membunuh Abimanyu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun