Sesudah pelaksanaan Mubeng Beteng berakhir, seluruh peserta melakukan doa bersama sebagaimana dilakukan sebelum dimulainya upacara itu. Dari doa-doa yang mereka lafalkan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Mubeng Beteng bukan sekadar melestarikan tradisi tersebut, namun lebih sebagai laku spiritual yang diharapkan dapat memberikan dinamika hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Sehingga kehidupan akan menjadi tenteram dan sejahtera. Jauh dari segala bencana.
Berkembang dan punahnya tradisi Jawa adalah tergantung pada masyarakat Jawa itu sendiri. Sebagaimana tradisi Jawa lainnya, tradisi Malem Suran (Mubeng Beteng) pun akan mengalami sekarat jika tidak mendapatkan perhatian dari berbagai pihak terkait.Â
Karena itu, peran seorang sesepuh (orang yang dituakan) untuk selalu menyampaikan nilai-nilai positif yang terkandung di dalam tradisi Malem Suran pada generasi muda. Mengingat para pendidik dari dunia akademis formal tidak pernah menyentuh pada persoalan tersebut.
Di samping itu, peran dari beberapa Komunitas Spiritual Jawa yang masih peduli dengan upacara tradisi Mubeng Beteng di Malem Suran tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata. Dikarenakan tradisi tersebut memberikan kesadaran spiritual pada manusia untuk selalu eling lan waspada (ingat dan waspada). Ingat pada Tuhan yang selalu memberikan rahmat. Waspada atas segala cobaan di zaman yang semakin gila.
Apabila berbagai pihak terkait telah melakukan perannya dengan baik, maka tradisi Malem Suran dan tradisi-tradisi lainnya yang masih hidup akan dapat dipertahankan secara turun-temurun.Â
Mengingat generasi berikutnya yang memahami tentang tingginya nilai-nilai di balik tradisi tersebut senantiasa berusaha memertahankan secara optimal. Di sinilah, kunci untuk melestarikan tradisi di lingkup masyarakat Jawa sendiri. [Sri Wintala Achmad]