OBSESI APEL MERAH
Menitipkan salam merpati pada kepak jam yang
Bergegas meranumkan apel merah di musim panen
Di mana bakal kita bagi sebelahan-sebelahan
Sebagaimana Adam dan Eva
Atas nama ketelanjangan arogansi langit
Â
Sebelum matahari dimuntahkan dari rahim pagi
Bersama tangis anak pertama
Biarlah paroh apel merahku paroh apel merahmu
Baginya: raja kecil berparas laut bermahkota mutiara
Dari mata air kita, muasal cinta
Pemaknaan yang Sering Salah Kaprah
Perihal alasan Hendra mengapa bukan cokelat melainkan puisi saya yang dijadikan hadiah Valentine Day kepada istrinya tersebut sangat sederhana, namun memiliki kedalaman makna. Menurut Hendra, puisi saya itu menguak tentang substansi Valentine Day. Di mana rasa kasih sayang dari sepasang manusia berlainan jenis itu tidak diungkapkan secara harfiah, dangkal, dan bersifat fisikal; akan tetapi secara subtansial, mendasar, dan spiritual. Mengingat rasa kasih sayang bukan persoalan fisik, melainkan persoalan hati yang paling dasar.
Lebih jauh Hendra yang memahami benar mengenai makna puisi gubahan saya itu menjelaskan, "Valentine Day mengingatkan kepada setiap pasangan hidup baik sebelum dan sesudah menikah bahwa hakikat cinta adalah berbagi. Karenanya keduanya yang dilukiskan sebagai Adam dan Eva (Hawa) harus saling memberi dan menerima (take and give) atau tidak menjadi budak egoisme." Dari ungkapannya itu, Hendra menegaskan bahwa seorang manusia baik lelaki maupun perempuan egois tak berhak merayakan Valentine Day.
Apa yang dipahami Hendra terhadap substansi Valentine Day itu, tentu saja saya setuju. Saya pun sangat sepakat kalau pemahaman Hendra itu kemudian ditulis di blog pribadinya. Hal ini dimaksudkan agar publik, terutama remaja, tidak salah kaprah di dalam memaknai Valentine Day. Dikatakan salah kaprah, karena banyak remaja ketika merayakannya sekadar memberikan cokelat kepada pacarnya tanpa mengetahui maknanya. Di mana menurut Hendra, cokelat mengandung makna simbolik agar kasih sayang antar manusia berlainan jenis itu semakin erat, tulus, dan tanpa pamrih.
Berangkat dari makna simbolik cokelat atau apel merah sebagaimana yang disebutkan dalam puisi saya itu, Hendra sangat prihatin ketika mendengar kabar dari media sosial atau media cetak bahwa banyak remaja menyalahartikan Valentine Day dengan melakukan hubungan badan pra nikah. Bahkan sebagian mereka melakukan pesta seks di malam Valentine Day yang seharusnya dijaga kesuciannya. Sungguh mengerikan bukan?
Tidak Harus Dirayakan Berlebihan
"Apakah Valentine Day hanya dirayakan oleh kaum remaja?" Jawabnya, "Tidak!" Orang yang sudah berkeluarga semacam Hendra kawan saya itu juga pantas merayakannya. Namun cara merayakan Hendra sangat sederhana yakni mengirimkan puisi saya kepada istrinya lewat pesan Whatsapp. Sungguhpun hadiahnya berupa puisi saya, namun istri Hendra sangat bahagia. Terlebih ketika Hendra membeberkan makna Valentine Day yang diidentikkan dengan berbagi apel merah (bukan cokelat) sebagaimana Adam dan Eva di taman Eden.
Sebagai penggubah puisi, saya pun sangat bahagia ketika Hendra dan istrinya dapat berbahagia sewaktu Valentine Day. Sungguhpun, mereka berjauhan tempat atau berada di lain negara. Fakta ini yang kemudian bisa dimaknai bahwa Valentine Day dapat membangun kehangatan hubungan suami-istri yang notabene hubungan keluarga itu sendiri. Sehingga dari hal yang sederhana tersebut akan menjamin kelangsungan hubungan mereka di dalam melayarkan bahtera rumah tangga sampai ke pelabuhan kebahagiaan.
Berpijak pada pemahaman bahwa Valentine Day dapat membangun kehangatan keluarga, maka Hendra selalu merayakannya setiap tahunnya. Sungguhpun rasa kasih sayang Hendra kepada istrinya yang berjauhan jarak tersebut selalu mengalir bersama napas dan darah di tubuhnya. Sekalipun bagi Hendra, Valentine Day selalu dirayakan setiap harinya. Tanpa memedulikan tanggal merah atau hari libur.
Berakhir ditandaskan bahwa Valentine Day yang dirayakan Hendra itu menunjukkan bahwa rasa kasih sayang tidak perlu dirayakan oleh setiap pasangan hidup dengan cara berlebihan atau salah kaprah, namun bisa dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. Akan tetapi, tujuan dari perayaan Valentine Day tidak menyimpang dari substansinya. [Sri Wintala Achmad]