Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sepasang Pendekar Rajawali dan Pedang Cinta (Bag 1)

13 Maret 2018   18:22 Diperbarui: 13 Maret 2018   18:48 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Jarana terdiam. Sepasang telinganya menangkap ketukan pintu kayu pendapa rumah Ki Ageng Karanglo yang digerendel dari dalam. Tanpa ragu, Jarana beranjak dari kursi kayu. Meninggalkan Jureni yang masih duduk di kursi lainnya. Melangkah menuju pendapa untuk membuka pintu. "Heh, kamu Maruta! Ada apa? Kamu tampak sangat cemas?"

"Paman Jarana, ijinkan aku masuk ke pendapa! Aku ingin menghadap Ki Ageng buat menyampaikan kabar penting."

"Kalau kamu ingin menghadap Ki Ageng, beliau tak ada di padepokan. Sejak matahari setinggi tombak di langit timur, beliau pergi ke Desa Banaran. Sebelah barat Kotapraja Mataram."

Mahisa Maruta yang merupakan salah seorang murid Ki Ageng Karanglo itu tampak kecewa. "Sesungguhnya aku kecewa, karena tak bisa menghadap Guru. Tapi, tak apalah. Kabar penting ini perlu aku sampaikan pada Paman Jarana. Ini demi keselamatan Gus Badra dari orang-orang Mataram. Cecunguk-cecunguk Panembahan Senapati yang menghendaki kematian Gus Badra."

"Baiklah, Maruta."Jarana gugup. "Cepatlah masuk ke pendapa!"

Mahisa Maruta bergegas memasuki ruangan pendapa berlantai tanah. Jarana menutup pintu pendapa dari dalam. Keduanya melangkah ke arah empat kursi yang masing-masing menghadap setiap sisi meja kayu di sudut ruangan pendapa. Mereka duduk dengan berhadapan wajah yang tampak tegang.

Suasana di ruangan pendapa hening dan kaku. Tak ada suara yang terucapkan dari mulut mereka, selain derik jengkerik dan nyanyian serangga di luar. Namun tak lama kemudian, keheningan itu pecah. Manakala Jarana mendehem dan membuka pembicaraan. "Maruta, kabar penting apa yang ingin kamu sampaikan padaku?"

"Paman Jarana!" Mahisa Maruta sejenak terdiam. "Sewaktu menggarap sawah tadi sore, aku melihat dua lelaki asing memasuki Desa Karanglo. Lantaran curiga, aku memerintahkan Kakang Mahisa Geni, Kakang Mahisa Bumi, dan Adhi Mahisa Tirta untuk mengawasi gerak-gerik kedua lelaki asing itu."

"Ehm...." Wajah Jarana tampak semakin tegang. "Lantas?"

"Dari laporan Kakang Mahisa Geni, kalau kedua lelaki berlogatwetanan[6] dan sekarang menginap di rumah Nyi Wisanti itu dicurigai tengah mencari petunjuk keberadaan putera Gusti Ayu Pembayun."

"Apa?" Jarana terkejut saat mendengar penuturan Mahisa Maruta. "Jadi.... Mereka mata-mata Mataram?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun