Mohon tunggu...
Achmad Adzimil Burhan
Achmad Adzimil Burhan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri, Pelajar, Penulis

Seorang santri dan pelajar. Penghafal Al Qur'an. Suka menulis berbagai topik termasuk self improvement, pendidikan, filsafat, psikologi, dan lain-lain.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Solusi terhadap Kerusakan Ekologi di Zaman Modern

15 Februari 2024   14:55 Diperbarui: 15 Februari 2024   15:15 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Isu lingkungan atau ekologi menjadi isu yang sering menjadi perhatian dalam dunia modern. Karena ekologi berkaitan erat dengan kehidupan manusia itu sendiri dan tak bisa dilepaskan begitu saja. Sepanjang sejarah manusia, interaksi manusia dengan alam adalah sesuatu yang niscaya dan pasti. Manusia banyak mengambil manfaat dari alam yang kemudian dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka dalam berbagai bentuk.

Dalam perkembangannya, pada awal mula peradaban manusia mulai terbentuk, manusia mengambil manfaat dari alam sebagai sebuah sumber daya bagi kebutuhan mereka dengan terukur dan masih dalam batas aman. Karena mereka sadar, bagaimanapun juga, bahwa dalam interaksi dan pengelolaan sumber daya alam bagi kebutuhan tidak boleh berlebihan dan sembarangan. Harus ada batas-batas, norma dan hukum-hukum tertentu yang harus manusia taati agar alam itu sendiri dapat tetap terjaga dan tidak mengalami kerusakan.

Tapi tak dapat dipungkiri, semakin zaman berkembang, pemanfaatan SDA oleh manusia mulai menimbulkan banyak masalah lingkungan, sehingga terjadi banyak kerusakan pada alam.  

Semakin masifnya kerusakan pada alam dimulai ketika revolusi industri yang terjadi di Eropa. Kebutuhan akan sumber daya alam sebagai akibat dari munculnya revolusi industri membuat manusia melakukan eksploitasi yang berlebihan dan berjalan tanpa memikirkan efek negatif yang berupa kerusakan pada alam.

Hal itu juga tidak terlepas dari bagaimana modernisme berkembang menjadi sebuah faham yang menjelaskan bahwa keberadaan alam bagi kehidupan manusia adalah sebagai alat pemuas kebutuhan manusia dan dapat dieksploitasi secara bebas demi kepentingan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, modernisme memandang alam adalah sebuah objek sehingga apapun eksploitasi yang dilakukan manusia asalkan demi kepentingan bagi manusia itu bisa dibenarkan.

Kapitalisme juga memiliki efek besar terhadap bagaimana sikap manusia modern dalam memandang alam dengan cara eksploitasi. Karena kapitalisme memandang bahwa keuntungan sebesar-besarnya bagi manusia dengan modal sekecil-kecilnya, maka eksploitasi terhadap alam adalah salah satu langkahnya. Subjektifitas kapitalisme dan modernisem dalam memandang alam adalah objek semata yang bisa di ekploitasi secara semena-mena tanpa memikirkan kontinuitas atau keberlanjutan akan kelestarian alam itu sendiri adalah salah satu hal yang coba dikritik oleh Post-Modernisme.

Post-Modernisme muncul sebagai kritik atas berbagai pandangan modernisme yang dipandang memiliki bayak polemik dan kontra dan berefek pada berbagai bidang kehidupan, termasuk tentang masalah ekologi. 

Post-Modernisme memandang bahwa Modernisme telah membawa sebuah dampak ekologi secara negatif yang secara masif mempengaruhi kelestarian alam. Post-Modernisme mengkritik bagaimana Modernisme memandang bahwa manusia adalah subjek dan alam sebagai objek dalam artian sesuatu yang dapat diambil dan dimanfaatkan sesuai keinginan dan semena-mena oleh subjek. 

Justru Post-Modernisme menawarkan sebuah solusi bagi masalah diatas. Post-Modernisme berpendapat bahwa seharusnya manusia memandang alam sebagai subjek juga sebagaimana manusia memandang diri mereka sendiri. Maka disini, Post-Modernisme ingin mengatakan bahwa kita harusnya memperlakukan alam sebagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri dengan baik. 

Sebenarnya, Islam melalui ajarannya juga menjelaskan konsep seperti demikian. Lebih tepatnya, dalam Al Qur'an surah Al- Isra' ayat 44 (yang artinya) :

"Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun