Mohon tunggu...
achid fajri
achid fajri Mohon Tunggu... mahasiswa magister perencanaan wilayah dan kota unnisula

saya suka olahraga, dan saya setiap minggu rutin olahraga saya mahasiswa S2 Unnisula

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran komunitas lokal dalam SDGs 2 (Zero Hunger) melalui Program Pertanian Berkelanjutan di wilayah Peri- Urban Semarang

12 Oktober 2025   16:11 Diperbarui: 12 Oktober 2025   16:11 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
17 SDGs (Sustainable Development Goals)(Sumber: PadhAI UPSC App)

Sampel terdiri dari 150 responden, termasuk petani lokal, anggota kelompok tani (50 orang), perwakilan LSM (20 orang), dan pejabat pemerintah daerah (10 orang). Teknik pengumpulan data meliputi:

  • Wawancara mendalam (semi-struktural) dengan 30 informan kunci.
  • Observasi partisipatif di lapangan selama 6 bulan (Januari-Juni 2022), termasuk kunjungan ke kebun komunitas.
  • Focus Group Discussion (FGD) dengan 5 kelompok (masing-masing 20-30 orang).
  • Analisis dokumen sekunder, seperti laporan BPS dan program SDGs Kota Semarang.

Hasil dan Pembahasan

Peran Komunitas Lokal dalam Program Pertanian Berkelanjutan

Komunitas lokal di peri-urban Semarang memainkan peran sentral sebagai inisiator dan pelaksana program pertanian berkelanjutan. Kelompok Tani Maju Bersama di Tembalang, misalnya, mengelola 5 ha lahan untuk urban farming hidroponik, menghasilkan 2 ton sayuran per bulan. Program ini melibatkan 100 anggota, termasuk ibu rumah tangga dan pemuda, yang dilatih oleh LSM seperti Wahana Visi Indonesia.

Kontribusi utama:

  1. Peningkatan Produksi Pangan: Program vertikal farming di Banyumanik meningkatkan hasil panen sebesar 30% dibandingkan pertanian konvensional, dengan fokus pada tanaman lokal seperti kangkung dan bayam yang tahan iklim tropis.
  2. Pendidikan dan Pemberdayaan: Workshop komunitas tentang agroekologi mencapai 200 peserta, mengurangi penggunaan pestisida kimia hingga 50% dan mempromosikan pupuk organik dari limbah rumah tangga.
  3. Integrasi Ekonomi-Sosial: Penjualan hasil panen melalui pasar lokal dan e-commerce menghasilkan pendapatan tambahan Rp 5-10 juta per kelompok per bulan, mendukung ketahanan ekonomi rumah tangga.

Dampak terhadap SDGs Zero Hunger

Program ini selaras dengan target SDG 2.3 (menggandakan produktivitas pertanian) dan 2.4 (menerapkan praktik pertanian berkelanjutan). Di Semarang, ketergantungan impor sayuran menurun dari 40% menjadi 25% di wilayah studi, berkontribusi pada ketahanan pangan kota. Selain itu, program ini mendukung SDG 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan) dengan mengintegrasikan pertanian ke dalam ruang urban.

Tantangan dan Peluang

Tantangan utama meliputi keterbatasan lahan (rata-rata 0,1 ha per rumah tangga), akses modal (hanya 30% kelompok mendapat subsidi), dan dampak banjir musiman. Namun, peluang muncul dari kolaborasi dengan pemerintah, seperti Program Ketahanan Pangan Kota Semarang (PKPS) yang menyediakan bibit dan pelatihan. Pandemi COVID-19 justru mempercepat adopsi urban farming sebagai respons krisis pangan.

Pembahasan: Peran komunitas lokal sejalan dengan teori bottom-up governance (Ostrom, 1990), di mana masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama lebih efektif dalam mengelola sumber daya lokal dibandingkan pendekatan top-down. Di konteks Indonesia, ini mendukung Undang-Undang No. 18/2012 tentang Pangan, yang menekankan partisipasi masyarakat.

Kesimpulan dan Rekomendasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun