Latar Belakang
Sustainable Development Goals (SDGs) yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015 menjadi kerangka global untuk mengatasi tantangan pembangunan, termasuk SDG 2: Zero Hunger. Target utama SDG 2 adalah mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan nutrisi, dan mempromosikan pertanian berkelanjutan (United Nations, 2015). Di Indonesia, meskipun produksi pangan nasional meningkat, wilayah peri-urban seperti Semarang menghadapi tekanan akibat urban sprawl. Peri-urban didefinisikan sebagai area transisi antara pusat kota dan pedesaan, di mana lahan pertanian sering dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan (Antrop, 2004).
Semarang, sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan penduduk urban sebesar 2,5% per tahun (BPS Jateng, 2022). Hal ini menyebabkan penurunan luas lahan pertanian dari 15.000 ha pada 2010 menjadi 10.500 ha pada 2020, mengancam ketahanan pangan bagi 1,8 juta penduduknya. Di sisi lain, komunitas lokal di wilayah peri-urban seperti Kecamatan Tembalang dan Banyumanik telah menginisiasi program pertanian berkelanjutan, termasuk hidroponik, vertikal farming, dan pengelolaan limbah organik untuk pupuk. Program ini tidak hanya mendukung produksi pangan lokal tetapi juga memperkuat peran komunitas sebagai aktor utama dalam SDGs.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran komunitas lokal dalam pencapaian Zero Hunger melalui program pertanian berkelanjutan di wilayah peri-urban Semarang. Pertanyaan penelitian meliputi: (1) Bagaimana kontribusi program pertanian berkelanjutan terhadap ketahanan pangan? (2) Apa tantangan dan peluang yang dihadapi komunitas lokal? (3) Bagaimana integrasi program ini dengan kebijakan SDGs nasional?
Rumusan Masalah dan Tujuan
Rumusan masalah: Urbanisasi di peri-urban Semarang mengurangi akses pangan, sementara potensi komunitas lokal belum optimal dimanfaatkan.Â
Tujuan: Mengidentifikasi peran komunitas dan merekomendasikan strategi penguatan program pertanian berkelanjutan.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus partisipatif (participatory case study) untuk menangkap dinamika komunitas lokal. Lokasi penelitian adalah wilayah peri-urban Semarang, khususnya Kecamatan Tembalang (desa-desa seperti Tinjomoyo dan Wonosari) dan Banyumanik (desa-desa seperti Jatingaleh dan Sampangan), yang dipilih karena tingginya aktivitas urban farming.
Sampel dan Teknik Pengumpulan Data