Mohon tunggu...
Abu Nawas
Abu Nawas Mohon Tunggu... Santri IRo-Society Bertinggal di Jayapura

Hobbi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menulis Melatih Daya Tahan Intelektual: Dari Kebiasaan Reflektif Menuju Ketajaman Nalar

28 Juli 2025   01:45 Diperbarui: 27 Juli 2025   19:50 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 "Menulis adalah cara terbaik untuk berpikir." -- Don Murray

Di tengah derasnya informasi dan banjir emosi publik di media sosial, kita butuh lebih dari sekadar kecepatan berpikir. Kita butuh daya tahan intelektual --- dan itu bisa dilatih lewat aktivitas sederhana: menulis.

Menulis bukan cuma kegiatan mencatat. Ia adalah ruang latihan bagi otak, akal, dan emosi agar tidak mudah goyah oleh kabar bohong, narasi propaganda, atau ledakan emosi sesaat. Tulisan adalah tanggul nalar yang menjaga agar pikiran tetap jernih dan kuat dalam arus zaman.

1. Menulis Mendorong Kita Menguji Informasi

Dalam menulis, seseorang dipaksa berhenti sejenak dari laju informasi dan mulai menguji ulang: benarkah ini? dari mana datanya? adakah sumber lain?. Proses ini melatih disiplin intelektual dan kemampuan berpikir reflektif.

Stella C. Christie, profesor psikologi di Universitas Yale-NUS dan peneliti utama di Sampoerna University, menekankan bahwa "tugas otak bukan hanya menyerap informasi, tetapi mengolah, menguji, dan mengevaluasi informasi tersebut untuk menciptakan pengetahuan yang bermakna." Menulis menjadi sarana nyata untuk itu.

Menulis menuntut kita tidak asal menyadur. Kita belajar menyaring sebelum menyebar, mencerna sebelum menyampaikan. Kita dilatih untuk membedakan antara fakta, opini, dan asumsi liar.

2. Menulis Membentuk Kebiasaan Bertanya

Kebiasaan menulis membuat seseorang terbiasa berhenti dan bertanya. Inilah awal dari daya tahan intelektual: kemampuan mempertanyakan sebelum meyakini.

John Dewey, tokoh filsafat pendidikan, menyebut bahwa berpikir kritis bermula dari a felt difficulty --- perasaan tidak puas terhadap informasi yang mentah. Dalam menulis, pertanyaan-pertanyaan seperti "mengapa ini terjadi?", "apa sebab-akibatnya?", "bagaimana dampaknya bagi masyarakat?" menjadi bagian alami dari proses berpikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun