Mohon tunggu...
Abu Kemal
Abu Kemal Mohon Tunggu... Pensiunan -

- 33 : 70-71

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Santet" kah?, Dengan Membuang Sendal Di Jalanan

7 Februari 2012   09:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:57 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Awalnya tidak sengaja kami (aku dan istri) lihat  mobil di depan kami buang sendal sebelah (bukan sepasang) kejalan, kami pikir ini perilaku kebiasaan buruk pengguna jalan yang membuang sampah sembarangan. Tetapi selang beberapa hari, kami melihat lagi  ada sendal di lempar ke jalan dari (penumpang) mobil di depan kami. Kami mulai ada  sedikit  "curigation" bahwa ini bukan ssesuatu yang kebetulan. Selang  sehari,  kami melihat lagi2 sebuah sendal dilempar ke jalan dari jendela mobil. Kami menjadi yakin bahwa ini pasti suatu "ritual khusus" yang dilakukan seseorang dengan maksud2 tertentu.

Sejak itu kami  menjadi konsen terhadap sendal2 yang ber geletakan di jalan, kami perhatikan  ternyata banyak lho. Memelototi jalan manjadi acara kami, dan kami cepet2an melihat sendal2 di jalan, yang lebih duluan melihat menang, selalu istriku yang menang, maklum dia navigator/co pilot, yang kalau di rally mobil tugasnya melihat peta dan jalan, sedang aku pilotnya tugasku kan melihat lurus kedepan, membawa kendaraan dengan aman dan nyaman (alasanku kalau kalah).

Untuk mengobati rasa penasaran kami,  hari ahad minggu yang lalu kami sambil jalan akan (iseng2)  menghitung sendal2 yang bergelatakan di jalan2 itu,  aku dan istri puter2 jalan2 menelusur  kota. Melihat banyaknya sendal yang kami lihat, akhirnya acara iseng itu kami tingkatkan ke "gila" an nya, yaitu tak sekedar  kami hitung ,  untuk lebih afdol, (ini gila nya) sendal2 itu kami ambil, dan kami bawa (pulang).  Ambil sendal pertama, sempat ragu dan  malu, tetapi kepalang ah toh kami "baik" mungutin "sampah" dijalan, lama kelamaan menjadi biasa dan cuek, kamipun  akan jawab seandainya ada yang menanyakan perilaku aneh kami. Ternyata sampai acara bersih2  selesai, aman2 tak ada yang menegur  kami, juga tidak ada yang  bertanya ini itu.  Hari itu dalam radius tak terlalu luas, kami "berhasil" membawa pulang 11 sendal.

Sampai di rumah ku  bongkar "oleh2" itu, model dan ukurannya bervariasi, tentu saja semuanya sendal bekas, mayoritas sendal orang dewasa, dan malah  ada  yang "ketemu" pasangannya (kanan-kiri).  Oh ya, selain sendalnya  kami  ambil ,  ku-ingat2 juga  lokasi tempat  nemunya.

Siang Ba'da sholat Dhuhur dua hari kemudian  sengaja  kubawa skuter matic ku  untuk melanjutkan "pembersihan", kali ini aku sendirian. Nekad,  dan  aku sudah lebih pengalaman menahan malu dan juga sudah siap  jawaban  bila di tanya orang. Dengan atribut  helm full face  berkaca relflektif plus masker aku melacak rute  kemaren. Nah, di beberapa  perempatan dimana sendalnya sudah kuambil hari minggu itu, sudah ada sendal lagi di tempat itu. Artinya, (kira2) di tempat itulah (perempatan) dianggap tempat paling  strategis untuk ritual buang  sendal. Kalau di total, per hari ini "koleksi" ku sudah  19 sendal, semuanya model jepit, jepit biasa, jepitan lebar, jepitan bulat. Dan acara "pungut" sampah masih berlanjut, niatnya biar bersih, bebas kotoran dan membasmi kesyirikan. Tak masalah kalau ada yang bilang lebay atau apa.

Santet kah ini? Tidak tahu pastinya, tetapi  tak dapat dipungkiri santet dan semacamnya  memang masih dipercayai oleh beberapa saudara2 kita,  dengan maksud2 tertentu mempercayai bahwa benda2 tertentu  dapat dimanfaatkan untuk keperluan2 tertentu. Padahal cara2 begini untuk mencapai  maksud tertentu itu adalah jelas2 dilarang  oleh agama (Islam). Maksud ritual ini bisa jadi bermaksud menghalangi (sukses) orang lain, atau mungkin mencegat langkah seseorang yang diperkirakan melewati jalan itu "agar ybs bisa begini, bisa begitu), atau apalah, yang jelas sendal2 itu ada di jalan bukan karena kebetulan dan bukan  tanpa tujuan.

Masyaalloh.

Hidup hanya sekali-kalinya mengapa menghambat  orang, atau mengapa  ingin mencapai sesuatu harus mamakai cara2 yang tidak disukai Pemilik Kehidupan, dan termasuk dosa besar.  Bukankah di akherat nanti semua perilaku kita di dunia harus kita pertanggung jawabkan kelak. Kaki kita, tangan kita, dan semua yang ada di tubuh kita akan otomatis menjawab tiap pertanyaan yang ditujukan untuk kita, dan tidak ada kata bohong disana.

Kepada saudara ku yang masih suka mencapai sesuatu dengan cara2 "buang sendal dan semacam nya", mari masih ada waktu untuk kembali ke jalan yang diberkahi.  Alloh Maha Kaya, mintalah langsung pada Pemilik Segalanya ini. Kami memang tak ada kepentingan apapun pada fenomena sendal diatas, tetapi bahwa antar sesama muslim  kita wajib saling mengingatkan. Hanya itu.

per tanggal 22 april 2012, pukul 15.00, telah berhasil "di pungut"  76 sandal,

sebuah :  prestasi" (wk wk wk wk wk) yang cukup mencengangkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun