Mohon tunggu...
Abu Kemal
Abu Kemal Mohon Tunggu... Pensiunan -

- 33 : 70-71

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berangkat Haji Dibayari Malaikat

16 September 2011   07:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:55 5813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menemukan kisah nyata ini di acara  manasik haji Surabaya timur tahun 2006.  Sengaja  nama tokoh tidak ku sebut nama sebenarnya, begitupun nama bank dan alamatnya  juga  tidak ku sebut,  dengan maksud hanya untuk pertimbangan etika semata.

Diacara yang dihelat di masjid itu, saat rehat ishoma (istirahat, sholat, makan) hari terakhir, seperti biasa selesai  sholat,  waktu makan siang, terjadi kelompok2 kecil ngobrol sesama  jamaah calon  haji.  Mereka saling menceritakan persiapan  masing2, dari  hal logistik, persiapan phisik,  obat2an dsb manjadi topik saling mangisi antar jamaah.

Di sudut halaman masjid, seorang bapak tengah baya, duduk   menyendiri,  disampingnya tergeletak dos jatah makan yang kelihatan belum di buka, botol air mineralpun terlihat masih utuh.  Matanya berkaca2, ketika kudatangi awalnya dia terkesan kurang suka, tetapi setelah aku  memperkenalkan diri, mangajaknya ngobrol, sedikit2 bapak berkulit agak hitam ini  mau juga bicara.  Kami makan berdua dari jatah nasi kotak masing2 sambil ngobrol,  bapak itu mulai memperkenalkan diri dan bercerita.

"Nama Saya  Udin pak , rumah saya  Surabaya pinggiran timur daerah tambak2 sana, saya mbecak (pengemudi becak) . Anak saya dua perempuan, dua2nya sudah kawin pak, satu di Kalimantan sudah punya anak satu, satunya lagi  ikut mertuanya  di Tulungagung bantu2 di toko sama suaminya. He he, gini2 saya ini sudah mbahkung lho " (mbah kakung/kakek).  Sampai disitu kalimatnya berhenti. Dia meletakkan dos nasi yang baru dimakan separuh kemudian minum air langsung dari botol beberapa teguk, lalu terdiam, pandangan matanya menerawang jauh, entah apa yang dipikirkan. Lalu dengan pelan dia melanjutkan ceritanya.

"Saya ini mau berangkat haji pak, tapi sungguh,  . . . . . ",  (kalimatnya terpotong, matanya ber-kaca2).  Lalu dengan suara yang masih serak pak Udin melanjutkan kalimatnya  :  " . . .  saya tidak tahu siapa yang membayar semua ongkos haji saya ini.   Ini pak yang setiap hari saya pikir, bagaimana ini bisa begini,  seperti ngimpi saja pak".

"Awalnya kira2 setahun yang lalu,  saya  ngantar  seorang penumpang  bapak2 dari  panjang jiwo menuju jalan jemursari  (nama2 tempat di Surabaya), waktu itu menjelang mahgrib pak jadi sudah agak2 gelap gitu, dan waktu adzan mahgrib penumpang saya ngajak berhenti dulu untuk sholat besama jamaah lain di masjid kecil  yang saya lewati.  Tidak ada yang aneh pak,  maksud saya  penumpang saya itu ya biasa2 saja".

Sambil becak jalan, ya saya  ngobrol sama penumpang itu, terus  bapak tadi tanya  gini : " seandainya sampean punya uang tiga puluh juta gitu , sampean mau beli apa pak ?" , karena saya pikir bapak itu bertanyanya iseng, saya maunya njawab iseng juga. Tetapi ndak tau saya pikir ndak ada salahnya saya njawab yang beneran seperti kepinginan  saya : " he he, mungkin saya pakai berangkat haji saja pak,  tapi apa ya bisa saya punya uang segitu pak, wong dari mbecak ini hanya bisa buat makan sama istri saja masih belum kenyang,  he he". Terus penumpang itu bilang gini : "Alloh maha kaya lo pak, kalau sampean sungguh2 tidak sulit Alloh memberangkatkan sampean  pergi haji, sampean pinginnya  berangkat haji kapan to pak ?". Ya saya jawab :  "Saya ndak tau pak, wong ndak punya biaya kok ngarang mau berangkat haji".

Terus waktu becak lewat tempat  photo copy, penumpang saya itu minta becak berhenti karena dia mau photo copy. Tiba2 penumpang saya itu minta pinjam ktp saya, mau sekalian di poto copy,  katanya  dia mau membantu daftarkan saya untuk  haji, ya  saya tolak, saya bilang :  "saya ndak punya biaya pak, buat apa daftar2 haji segala". Tetapi bapak penumpang itu agak  maksa, bilang gini  : " saya hanya membantu sampean  ngurusnya saja pak, biar nanti kalau sampean  sudah siap, lebih mudah berangkatnya".

Karena kelihatannya penumpang saya itu orangnya baik, ya  saya kasih  saja ktp  saya untuk   di photo copy bareng surat2 milik nya satu map gitu. Selesai photo copy, ktp dikembalikan, dan becak jalan lagi.

Sampai pertigaan jemursari, penumpang itu  turun, membayar  sepuluh ribu seperti nawarnya tadi,   terus sudah turun dia pesan,  katanya nanti kalau urusan hajinya sudah selesai, saya akan dikabari dirumah.  Saya yang tidak paham apa2, makanya  cuma njawab "iya pak, terima kasih".

Ber-bulan2, dan saya sampek  sudah ndak  ingat lagi sama bapak  tadi itu pak,  mikir saja  saya ndak apalagi ingat.  He he. wong mbecak pak, jadi ndak ingat ita itu.  Terus datang  surat panggilan dari kantor bank, isinya nyuruh saya datang, suruh bawa ktp bawa  ksk.  Saya ya bingung to pak,  apalagi istri saya malah takut, wong ndak pernah urusan sama bank, dikira saya punya utang atau apa, malah bingung semua pak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun