Oleh : Abu kapota
Konflik di papua dan Konflik di makassar antara sekelompok masa dengan mahasiswa papua di Asrama papua lalu adalah buntut dari kejadian di surabaya, jawa timur terkait dengan bendera yang ada di selokan. Kejadian awalnya adalah adanya pihak tertentu yang terlalu cepat mengambil tindakan tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu untuk mengungkap kebenaran dari bendera yang ditemukan diselokan.Â
Khususnya mencari tahu siapa yang membuangnya, karna bisa saja hanya oknum dan atau bukan dari lingkungan sekitar yang membuangnya keselokan. Tidak adanya proses dialog untuk menggali informasi dan ketergesah-gesahan mengambil sikap itulah sehingga menimbulkan situasi tidak kondusif.
Selain itu juga, adanya reaksi sekelompok orang yang menciderai prosedur hukum dalam mengambil tindakan, ada juga ucapan yang mengandung diskrimintatif dan rasisme yang harusnya dihindari.
Konflik yang memanas ini merupakan hasil dari emosi sosial yang berlebihan dari sekelompok orang, kemudian ditanggapi dengan adanya reaksi balik terhadap warga papua sebagai bentuk dukungan solidaritas warga sesamanya yang telah mendapatkan perlakuan kekerasan.
Diperparah lagi dengan narasi-narasi kebencian yang terus tersebar di media sosial, kemudian menimbulkan banyak reaksi diberbagai pihak yang justru memperluas persoalan.
Saya menilai, Kejadian ini mengharuskan tindakan yang cepat dari seluruh elemen masyarakat, tokoh agama, tokoh adat untuk menenangkan warga dengan pesan-pesan kemanusiaan, persaudaraan dan persatuan, serta tindakan dari aparatur negara untuk menjamin keamanan. Terkhususnya lagi, pemerintah pusat harus mengambil sikap yang tepat, demokratis dan berkeadilan untuk menenangkan suasana sehingga tidak ada lagi konflik kemanusiaan, diskriminasi dan rasisme.
Presiden Jokowi harus mengambil tindakan sebagaimana Presiden Gusdur pernah lakukan. Tentu dengan mendengarkan dengan hati tentang aspirasi masyarakat papua sebagaimana gusdur dahulu, untuk menenangkan situasi sehingga kembali menjadi aman dan damai.