Mohon tunggu...
Apoteker Ilham Hidayat
Apoteker Ilham Hidayat Mohon Tunggu... Apoteker/Founder Komunitas AI Farmasi - PharmaGrantha.AI/Rindukelana Senja

AI Enhanced Pharmacist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Esai Satir : Jack of Heart di Alice in Borderland dan Dunia Apoteker

3 Oktober 2025   12:05 Diperbarui: 3 Oktober 2025   05:12 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL*E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi) 

Dalam game Jack of Hearts, "mati" berarti kerah meledak. Dalam dunia apoteker, "mati" berarti hilangnya kepercayaan publik

Lebih parah lagi, jika praktik non stand by dianggap lumrah, maka masyarakat tidak akan lagi peduli apakah apoteker ada atau tidak. Bukankah itu sama dengan ledakan kerah massal? Profesi mati secara kehormatan, bahkan ketika fisik kita masih berdiri.

Jalan Keluar?

Dalam Jack of Hearts, satu-satunya cara selamat adalah saling jujur menyebut simbol di kerah. Di dunia apoteker, jalan keluarnya pun sama: kejujuran dan keberanian. Kita perlu sejawat yang berani bersuara, mengingatkan, menolak, bahkan melawan praktik yang merusak marwah profesi. Tanpa itu, kita hanya menunggu giliran kerah profesi kita meledak.

Karena ingat: jika kita semua memilih diam, game ini tidak akan berakhir karena Jack berhasil ditemukan, melainkan karena seluruh pemain profesi sudah mati secara kehormatan.

Penutup

Alice in Borderland dengan Jack of Hearts-nya adalah fiksi yang penuh darah dan ketegangan. Tapi dunia apoteker kita tidak kalah mencekam, hanya saja darahnya tidak tampak. Yang hancur bukan tubuh, tapi reputasi. Yang meledak bukan kerah elektronik, melainkan kepercayaan publik. Dan ketika itu terjadi, profesi apoteker tidak akan lagi menjadi pemain utama dalam sistem kesehatan, melainkan sekadar catatan kaki dalam sejarah.

Yang hancur bukan tubuh, tapi reputasi. Yang meledak bukan kerah elektronik, melainkan kepercayaan publik.

Apakah kita rela permainan ini terus berlanjut hingga marwah profesi benar-benar habis? Atau kita mau berdiri, jujur, dan menyebut simbol di punggung sejawat kita, sebelum terlambat?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun