Esai Satir: Jack of Hearts di Alice in Borderland dan Dunia Apoteker
Dalam serial Alice in Borderland, ada sebuah permainan mematikan bernama Jack of Hearts. Sekilas, tidak ada kekerasan brutal, tidak ada senjata api, tidak ada raksasa mengejar. Yang ada hanyalah sekelompok orang yang dikumpulkan di sebuah penjara buatan. Mereka semua dipakaikan kerah elektronik dengan simbol kartu---hati, sekop, wajik, atau keriting---tertera di bagian belakang. Aturannya sederhana tapi kejam: setiap ronde, masing-masing pemain harus menyebut simbol yang ada di kerahnya sendiri. Masalahnya, mereka tidak bisa melihat simbol itu. Mereka hanya bisa bertanya atau meminta orang lain memberi tahu. Jika salah menebak? Kerah akan meledak, dan mereka mati di tempat. Simbol kerah pun berubah setiap ronde, membuat kebohongan dan manipulasi menjadi senjata utama. Lebih kejam lagi, di antara mereka ada satu orang yang sebenarnya adalah Jack of Hearts---sosok yang harus ditemukan dan dieliminasi jika ingin menyelesaikan permainan.
Permainan ini bukan tentang otot atau fisik, melainkan tentang trust. Bagaimana kau bisa percaya pada orang lain, sementara nyawamu dipertaruhkan? Bagaimana kau bisa yakin informasi yang diberikan sejawatmu benar, ketika satu kesalahan bisa membunuhmu? Inilah yang membuat Jack of Hearts begitu menegangkan. Game ini menguji etika, kejujuran, dan kekuatan psikologis manusia.
Sekarang mari kita bawa metafora ini ke dunia nyata, ke dunia apoteker Indonesia. Apakah ada kesamaannya? Jawabannya: sayangnya, ada---dan terlalu mirip.
Dunia Apoteker sebagai Penjara Transparan
Bayangkan dunia apoteker kita juga seperti ruang penjara kaca dalam game tersebut. Semua apoteker memakai "kerah" yang tak kasat mata, yaitu marwah profesi. Simbolnya tidak bisa kita lihat sendiri. Kita bergantung pada bagaimana sejawat lain, masyarakat, dan pemerintah melihat dan menilai kita. Integritas kita bukan hanya soal kompetensi individu, tapi juga soal reputasi kolektif.
Di ronde pertama, profesi masih terlihat solid. Sejawat menjaga aturan: stand by di sarana, memastikan pasien mendapatkan pelayanan, dan menjaga kepercayaan publik. Tidak ada kerah yang meledak. Publik percaya bahwa apoteker adalah garda penting dalam sistem kesehatan.
Tapi memasuki ronde-ronde berikutnya, mulai muncul suara-suara samar: "Capek ya jaga apotek? Bisa kok non stand by, asal namanya ada di izin." Bisikan berubah jadi obrolan terbatas, lalu jadi status media sosial, hingga akhirnya menjadi iklan terang-terangan: "Dicari apoteker non stand by, fee sekian, hubungi segera."
Di situlah kerah pertama meledak. Bukan tubuh, tapi martabat profesi. Publik mulai bertanya: "Jadi apoteker itu cuma formalitas izin saja? Nama di papan? Stempel di dokumen?" Kepercayaan publik terkikis.
Jack di Dunia Apoteker
Dalam permainan di Alice in Borderland, Jack of Hearts tidak punya senjata khusus, hanya manipulasi. Sama halnya dalam profesi kita: "Jack" bukan monster, tapi sejawat yang menormalisasi praktik non stand by. Dia tidak sendirian. Dia bisa membentuk "aliansi palsu"---orang-orang yang tergoda untuk ikut, entah karena tekanan ekonomi, karena merasa semua juga melakukannya, atau karena iming-iming instan.
Dan begitulah permainan berlanjut. Tiap kali ada iklan apoteker non stand by, satu simbol integritas profesi berubah. Tiap kali ada sejawat yang melihat tapi memilih diam, satu kerah kepercayaan publik retak. Tiap kali kita ikut-ikutan atau membiarkan tanpa kritik, satu ronde lagi reputasi kita mendekati ledakan.
Kematian dalam Game dan Kematian dalam Profesi
Dalam game Jack of Hearts, "mati" berarti kerah meledak. Dalam dunia apoteker, "mati" berarti hilangnya kepercayaan publik. Tanpa kepercayaan, apoteker tidak lagi dipandang sebagai tenaga kesehatan yang strategis. Kita hanya jadi "stempel hidup" dalam birokrasi kesehatan. Dan seperti di Borderland, tidak ada tombol continue atau restart. Sekali reputasi hancur, sulit untuk memulihkannya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!