Mohon tunggu...
Teddy Tedjakusuma
Teddy Tedjakusuma Mohon Tunggu... Insinyur - Dosen

PNS di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kisah Wayang dan Konflik Jiwa Manusia

11 November 2020   07:22 Diperbarui: 11 November 2020   07:31 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Catatan perjalanan (8)

KISAH WAYANG DAN KONFLIK JIWA MANUSIA

Bismillah.

Bagi mereka yang menggemari kisah-kisah wayang, mungkin salah satu penyebab ketertarikannya adalah karena membaca kisah-kisah tersebut membawa pada perenungan.  Ada nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya.  Kita dapat merenungkan hakikat kehidupan, tentang nilai-nilai kebaikan, tentang kehidupan sesudah mati, dan lain-lain.

Cerita wayang yang bersumber pada cerita Mahabharata pada intinya adalah konflik di antara kedua kelompok saudara sepupu keturunan Raja Kuru.  Kurawa adalah seratus orang saudara (semua laki-laki kecuali Dursilawati si bungsu) anak dari Prabu Drestarata, sedangkan Pandawa adalah lima bersaudara (laki-laki semua) anak dari Pandu.  

Drestarata dan Pandu ini adalah kakak adik satu ayah (yaitu Abiyasa).  Konflik yang terjadi antara Kurawa dan Pandawa adalah perebutan kekuasaan atas kerajaan Hastina, dan karena tidak ditemukan jalan damai maka mereka bersepakat untuk menyelesaikan dengan perang, yaitu perang Bharatayuda di padang Kurusetra.  Setelah tujuh belas hari pertempuran berlangsung, kemenangan diraih pihak Pandawa, sedangkan persaudaraan Kurawa tumpur tak tersisa. 

Selain konflik dalam skala besar tersebut, konflik-konflik juga dialami oleh individu-individu dalam kisah tersebut.  Ada konflik tentang Adipati Karna yang harus bertempur dengan Pandawa yang notabene saudara-saudaranya seibu, namun di sisi lain harus memenuhi janjinya kepada para Kurawa.  

Atau Prabu Salya yang harus menghadapi keponakan-keponakannya sendiri di medan Kurusetra.  Atau Dewi Kunti yang harus menanggung malu, sehingga membuang anaknya sendiri (Karna).  Atau Bhisma Dewabharata yang harus memilih antara mempertahankan negara dengan membela pihak yang benar. 

Kisah-kisah tersebut mungkin dapat kita coba refleksikan sebagai berikut. 

Jiwa manusia adalah tempat konflik, antara nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai kejahatan.  Memang Allah Swt mengilhamkan jalan kejahatan dan ketakwaan dalam jiwa manusia, manusia harus memilih jalan mana yang akan ia ambil.  Hal ini difirmankan Allah Swt dalam Al Quran, yang terjemahannya adalah sebagai berikut:

"Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya.  Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya.   Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).  Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.  (QS Asy Syams: 7-10)

Nasib manusia baik di dunia ini maupun di akhirat nanti ditentukan oleh hasil peperangan atau konflik dalam jiwanya ini.  Nilai-nilai kebaikan diilhami oleh hati nurani manusia dan wahyu Tuhan (melalui Al Quran dan As Sunnah), sedangkan hembusan-hembusan kejahatan ditiupkan oleh hawa nafsu manusia dan godaan syetan.  

Mereka yang berhasil mengikuti nilai-nilai kebaikan dan kebenaran akan selamat di dunia maupun di akhirat, dan menjadi orang-orang yang beruntung.  Sedangkan mereka yang mengikuti hawa nafsu maupun bujuk rayu setan untuk berbuat kejahatan akan hina di dunia dan bernasib buruk di akhirat, dan menjadi orang-orang yang rugi, sebagaimana ayat di atas.  

Namun bagi yang terlanjur mengambil keputusan yang salah dalam konflik itu dan jatuh ke dalam jurang dosa, selama ia masih hidup, Allah Yang Maha Pengasih masih menyediakan kesempatan untuk bertobat.

Konflik dalam jiwa manusia sering terjadi dalam kehidupannya.  Bila hal-hal tersebut menyangkut hal yang tidak mengandung dosa, mungkin tidak masalah.  

Nabi saw sendiri memberikan contoh untuk mengambil alternatif yang termudah bila kedua hal tersebut sama-sama halal.  Namun bagaimana bila konflik ini menyangkut hal-hal yang prinsip, sebagaimana contoh-contoh berikut, apabila kita dihadapkan pada dua pilihan:

  • Antara kebutuhan rumah tangga yang mendorong untuk mencari rezeki tak halal, dengan memelihara kejujuran.
  • Antara keinginan hidup bermewah-mewah sehingga mendorong tindakan korupsi, dengan menjaga kehormatan diri.
  • Antara keinginan mendapat harta haram dengan berlaku curang dalam berdagang, dengan perintah untuk jujur dalam perdagangan.
  • Antara kewajiban melaksanakan shalat di masjid, dengan keinginan bermalas-malasan di rumah.
  • Antara bersusah payah untuk shalat tahajjud di tengah hari, dengan meneruskan tidur dengan nyenyak.
  • Antara mengeluarkan uang untuk berinfaq, dengan keinginan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
  • Antara melihat hal-hal yang haram, dengan keinginan menjaga kesucian pandangan.

Semua itu adalah contoh konflik antara hawa nafsu dan hati nurani, antara keinginan duniawi dan keinginan ukhrawi, antara godaan syetan dan petunjuk Allah. 

Hati manusia memang dapat berisi hal-hal yang baik dan mulia, namun juga dapat berupa hal-hal yang buruk dan jahat.  Sebagaimana hadits Nabi, "Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia." (HR. Bukhari dan Muslim)

Jalan terbaik dalam menghadapi konflik ini adalah kita serahkan, apa yang Allah inginkan kita untuk melakukan.  Sehingga apa yang kita lakukan adalah apa yang memang Allah ridhai.  Lebih mengutamakan keridhaan Allah daripada godaan syetan. Lebih menuruti hati nurani daripada hawa nafsu.  Lebih mengejar keuntungan ukhrawi daripada keuntungan duniwai. Tak peduli pandangan manusia, yang penting Allah ridha dengan apa yang kita lakukan.

Semoga Allah Swt selalu membimbing hati-hati kita untuk selalu mengambil jalan kebajikan dan menjauh dari jalan kejahatan dan dosa, aamiin.

Alhamdulillah.

Shalawat atas Nabi saw

(TT)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun