Mohon tunggu...
abi ryan tiarno
abi ryan tiarno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga/ Fakultas Ilmu Budaya/ Prodi S1 Bahasa dan Sastra Inggris

INFTJ-P, hobi mencari pengalaman yang baru

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Aegisme: Ospek Tanpa Batas?

5 Juni 2022   10:03 Diperbarui: 6 Juni 2022   06:46 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kalian selama ini pernah mengalami, seperti mendapatkan perlakuan berbeda dengan orang yang berada diumur yang lebih tinggi ataupun orang dengan derajat yang lebih tinggi, atau mungkin pernah mendapatkan prasangka atau stigma yang dilekatkan kepada kita hanya karena kita dinilai lebih muda atau lebih tua dimana hal ini seringkali terjadi dikalangan anak generasi Gen-Z, millennial, ataupun anak dengan kelahiran di tahun 2000an. 

Menurut World Health Organization (WHO), ageism adalah bentuk stereotip dan diskriminasi terhadap seorang atau kelompok berdasarkan umurnya.

Pada  tahun 1968  Robert N. Butler, seorang ahli gerontologi, psikologi, dan penulis awalnya memberikan istilah ageism ini kepada orang lanjut usia sehingga tidak menutup kemungkinan bagi siapapun orang diumur berapa bahkan sudah lanjut pun tetap akan mendapatkan hal ini, namun di Indonesia sendiri hal ini sangat populer dikalangan remaja karena mereka sering dilekatkan dengan banyak stigma negatif. 

Sebagai contohnya kalian mungkin pernah mendengar hal ini di social media  dalam suatu acara talkshow dimana para anak muda atau generasi millennial dianggap sangat naïf bahkan menggunakan kata “ngemong” yang berarti harus dituntun setiap harinya hal ini sangat mencerminkan bahwasannya pembawa acara tersebut melakukan deskriminasi usia terhadap anak muda. Contoh lain yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari, mungkin kita pernah mendengar bahwa orang tua atau ibu selalu Helicopter parenting. 

Menurut Jill Weber, helicopter parenting adalah cara asuh orangtua yang terlalu mengganggu /mengambil terlalu banyak tanggung jawab atas pilihan dan perilaku anak mereka, karena dalam helicopter parenting, orangtua merasa bahwa anaknya belum berpengalaman dan takut anaknya mengalami kegagalan di masa depan. 

Mereka tidak mempercayai kemampuan anaknya dalam mengarungi dunia, Oleh karena itu, mereka merasa berhak menjadi penentu keputusan sang anak.

Hal tersebut dinilai sangat maklum di Indonesia, dikarenakan Indonesia menganut  kebudayaan orang timur dimana sebagai orang yang lebih muda sudah kewajiban mereka untukmenghormati yang lebih tua. Tidak hanya di kehidupan keluarga saja, melainkan di sekolah maupun perkuliahan kata “Hormati kami” sering terlontar, pertanyaanya apakah hal ini taradisi ataukah hanya ego diri? 

Dan apakah hal ini masih relevan dengan perkembangan zaman?. Lalu apa saja dampak negatif yang di sebabkan oleh ageism ini dampak ageism sendiri dibagi menjadi dua yaitu dampak secara mental dan juga secara fisik, dari secara fisik sendiri WHO menjabarkan bahwa orang lanjut usia yang memiliki sikat negatif terhadap penuaan akan hidup 7,5 tahun lebih sedikit dibandingkan mereka yang memiliki sikap positif terhadap penuaan.

Selain itu, ageism juga bisa mengakibatkan stres kardiovaskuler, menurunnya produktivitas dan tingkat efikasi diri (kepercayaan diri untuk melakukan berbagai hal). Inilah mengapa ageism dianggap berbahaya bagi orang lanjut usia. Sedangkan dari sisi mental sendiri antara lain :

  • Keraguan diri, keyakinan bahwa kamu tidak akan pernah mengatasi kondisi saat ini atau mampu mencapai apa yang kamu inginkan dalam hidup.
  • Lebih sedikit peluang untuk bekerja, sekolah atau kegiatan sosial atau kesulitan menemukan lingkungan tempat tinggal.
  • Asuransi kesehatan yang tidak cukup menutupi perawatan penyakit mental.

Setelah kita mengetahui serba serbi dari Diskriminasi usia atau Aegism ini mulai dari definisi, contoh perilaku di kehidupan sehari-hari, bahkan sampai solusi yang diberikan besar harapan bahwasannya kita mahasiswa, anak muda, atau bahkan orang tua yang membaca artikel ini sedikit-demi sedikit step by step  mulai merubah pemikiran kita untuk mendiskriminasi orang dengan usai yang berbeda dengan kita, kalau bukan kita siapa lagi dan kalau tidak dimulai dari sekarang kapan lagi?.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun