Mohon tunggu...
Abi Priambudi
Abi Priambudi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi

Kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Semarang Pegiat Alam Baik, Jujur, dan Sabar Hidup Tentang Belajar dan Berproses

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Representasi Instrumen Perasaan dalam Kehidupan

31 Mei 2020   16:00 Diperbarui: 31 Mei 2020   16:04 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Abi Priambudi (Mahasiswa Santuy)

 Manusia lahir ke dunia dengan membawa banyak bekal, bekal tersebut bisa berupa unsur fisik dan non fisik. Untuk yang berkaitan dengan fisik tentunya manusia dapat melihat organ tubuh sendiri yang terdapat tangan, kaki, kepala, dan bagian fisik lainnya. 

Sedangkan untuk non fisik ada akal pikiran, suara, maupun perasaan. Tuhan telah menyediakan seluruhnya untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Sejatinya, itu semua bertujuan untuk membantu manusia menjalani dinamika kehidupan.

Berbicara tentang perasaan, perasaan identik dengan kata emosi. Pada umumnya dapat disifatkan sebagai keadaan kejiwaan yang ada pada individu atau organisme pada suatu waktu sebagai akibat adanya peristiwa atau persepsi yang dialaminya. Menurut salah seorang tokoh barat Chaplin (1972) perasaan adalah state individu sebagai akibat dari stimulus baik eksternal maupun internal.

Secara umum perasaan berkaitan dengan persepsi, dan merupakan reaksi terhadap stimulus yang mempengaruhinya. Acapkali dikatakan bahwa perasaan bersifat subjektif apabila dibandingkan dengan peristiwa psikis yang lain. 

Seseorang mengalami gejala perasaan seperti sedih, senang, marah, takut setelah melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu lewat proses penginderaan.

Terdapat tiga jenis golongan perasaan. Pertama, ada perasaan presens yaitu perasaan yang timbul pada waktu sekarang (saat ini), nyata sedang dihadapi, dan situasi aktual. 

Kedua, perasaan yang menjangkau maju, yang merupakan dalam interpretasi dari situasi atau kejadian yang akan datang, masih berbentuk khayalan atau pengharapan. 

Ketiga, perasaan yang berkaitan dengan waktu yang telah terjadi di masa lampau yaitu perasaan yang timbul dengan melihat kembali kejadian yang telah terjadi di masa lampau. Sembari membayangkan kembali segala situasi di masa lalu.

Perasaan seringkali dikaitkan dengan hal yang berkaitan dengan masa lalu, seperti seorang yang merasa sedih atau membayangkan hal lainnya ketika menarik kisah yang pernah terjadi, bahasa sederhana yang sering digunakan adalah flashback. 

Sebab dengan mengingat kembali ke belakang manusia bisa mengambil pelajaran terbaik dari perjalanannya. Kata seorang filosof guru terbaik berasal dari pengalaman. 

Maka tidak heran manusia sangat menikmati fantasi masa lalunya. Peran perasaan mempengaruhi kehidupan manusia. Baik masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.  

Instrumen perasaan cukup sensitif di dalam kehidupan nyata. Seringkali kita membawa instrumen ini dalam menghadapi situasi atau persoalan dinamika kehidupan. Kehidupan sosial yang manusia perankan tak luput dari kontribusi emosi dan mood. Perasaan menyajikan kondisi jiwa agar membuat hidup lebih berwarna.

Kata seorang sastrawan, Manusia hidup di dunia sastra, menjalankan lakonnya pada panggung sandiwara. Panjang dan pelik perjalanan hidup berjalan beriringan dengan suatu yang dirasakan manusia (mood), dengan dianugerahkan panca indra manusia dapat merasakan segala hal dalam hidup. 

Seyogyanya dengan anugerah yang telah diberikan individu bisa mengambil pesan berharga dari sifat perasaan. Seperti bisa menjaga perasaan atau hati orang lain, dengan tidak menyakiti atau menyinggung orang tersebut.

Perasaan berlebih yang muncul harus bisa dikontrol agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Bijak dalam menjaga hati dan mengontrol penggunaan panca indra bertujuan agar individu dapat hidup harmonis dengan individu ataupun kelompok masyarakat lainnya. Kerukunan akan tercapai bilamana manusia bisa saling menjaga perasaan, dengan begitu akan meminimalisir perselisihan dan konflik.

Ada stigma yang berlaku di masyarakat, tentang anggapan negatif dari mengandalkan perasaan berlebih. Instrumen perasaan yang tak terkendali biasanya di anggap buruk bagi kepribadian. Karakter yang muncul pun tidak mencerminkan individu yang baik. 

Stigma tersebut bisa berupa temperamen (mudah marah), cemburu, iri atau dengki terhadap orang yang dianggap memiliki kelebihan, egosektoral, mudah tersinggung, hingga mudah menangis (cengeng). Seseorang yang memperlakukan dan diperlakukan seperti hal diatas sering mendapat pandangan buruk di masyarakat.

Konstruksi pola perilaku yang baik harus menghindari sifat buruk perasaan seperti diatas. Apalagi jika perasaan mempengaruhi tindakan dan perbuatan seseorang menjadi negatif atau buruk. Hal-hal tersebut merupakan semacam tatanan nilai atau norma yang berlaku di masyarakat setempat. 

Para dewasa melatih dan mendidik anak-anaknya sebagai generasi penerus untuk mencegah perasaan berlebih dalam menjalani kehidupan sosialnya. Kepribadian yang dianggap buruk tersebut biasanya dijadikan contoh sebagai pedoman agar tidak ditiru oleh anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun