Mohon tunggu...
Lukmanul Hakim
Lukmanul Hakim Mohon Tunggu... Jurnalis Warga (JW) cbmnews.net, Divisi OSDM Panwascam Larangan, Koord. JW Belik Kab. Pemalang -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk Perubahan - Jangan Pernah Berhenti untuk Belajar - Selalu Semangat dan Berkarya melalui ide dan gagasan yang dituangkan dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Bahasa Gaul di Kalangan Remaja

10 April 2018   12:19 Diperbarui: 10 April 2018   12:37 4817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena munculnya bahasa gaul sebetulnya sudah lama beredar bahkan seringkali menjadi bahasa untuk berkomunikasi di semua lini dalam pergaulan. Bahasa gaul seringkali sebuah solusi untuk menambah keakraban. Hal tersebut ada pada komunikasi lisan maupun tertulis.

Komunikasi lisan tentu sudah menjadi kebiasaan saat berkomunikasi di kalangan remaja. " Hei, lu mau kemane ? ", ucap salah satu remaja kepada temannya. Seolah bahasa itu menjadi familiar daripada mengatakan, hai kamu mau kemana. Ucapan "lu lu guwa guwa" awalnya hanya beredar di kalangan masyarakat betawi atau wilayah Jakarta. Namun, dengan perkembangan media televisi yang jangkauannya luas sampai pelosok. Masyarakat jadi tahu dengan ucapan tersebut dan seringkali menggunakan bahasa itu dalam berkomunikasi, meskipun di wilayah jawa atau luar jawa.

Selain komunikasi lisan, bahasa gaul juga sudah dibiasakan dalam komunikasi tertulis. Sejak zaman media SMS dengan handphone bermerk nokia 3310, menulis aku dengan gw ( guwa/saya), atau dengan singkatan-singkatan unik semisal novi (nonton TV) dan sebagainya. Sampai saat ini pun masih berlaku dengan komunikasi melalui akun media sosial lainnya.

Bahasa gaul tentu bisa dipergunakan, tentu dengan kadar dan batasan tertentu. Ketika kegiatan atau rapat resmi, tentu lebih baik menggunakan bahasa indonesia yang sesuai ejaan yang disempurnakan. Begitu juga, bahasa gaul harus bisa memfilter kapan digunakan, jangan kepada orang yang lebih tua semisal berkomunikasi dengan guru dan orang tua dengan bahasa gaul.

Komunikasi yang terjadi di antara dua orang lebih tentu harus selektif, seseorang harus bisa melihat dan memfilter dengan siapa ia berkomunikasi. Jangan sampai ia salah dalam menempatkan diri saat berkomunikasi. Seringkali, bahasa gaul bisa memudahkan dalam bersosialisasi dan menjalin perkenalan diantara sesama.

Dalam penulisan di media, ada ketentuan dalam menuliskan bahasa gaul. Tentu seorang jurnalis harus bisa memahami mana kata yang tidak sesuai EYD untuk tidak dimunculkan di tulisannya atau bahasa gaul yang memang sudah familiar dan menjadi menarik untuk dijadikan judul berita. Sehingga bahsa gaul bisa mendapatkan kedudukan yang proporsional di kancah dunia jurnalistik.

Sebenarnya apa sih bahasa gaul itu ? menurut media wikipedia, bahasa prokem atau Bahasa gaul adalah ragam bahasa indonesia nonstandar yang lazim digunakan di jakarta  pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai  bahasa gaul. Bahasa prokem ditandai oleh kata-kata Indonesia atau kata dialek Betawi yang dipotong dua fonemnya yang paling akhir kemudian disisipi bentuk -ok- di depan fonem terakhir yang tersisa. 

Misalnya, katabapak dipotong menjadi bap, kemudian disisipi -ok- menjadi bokap. Diperkirakan ragam ini berasal dari bahasa khusus yang digunakan oleh para narapidana. Seperti bahasa gaul, sintaksis dan morfologi ragam ini memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia dan dialek betawi.

www.amartapura.com
www.amartapura.com
Sekitar tahun 90-an sempat ngetren, bahasa gaul karya Debby sahertian yang sudah dicetak dalam kamus, lebih cepat meluas, karena Debby adalah artis. Kata-kata yang dulu viral, saat ini masih sering dipakai, bahkan dipakai oleh komunitas LGBT yang lebih nyaman dengan kata-kata itu. Misal kata SAYA dengan bahasa gaul AKIKA/ EKE, LAKI-LAKI : LEKONG.....dan lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun