Mohon tunggu...
ahmad syifa as.
ahmad syifa as. Mohon Tunggu... -

mencoba menunjukkan jati diri dengan men-share potensi diri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendhak

21 Maret 2010   14:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:17 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengenang 1 tahun meninggalnya ibunda terkasih

HARI INI (Jum'at, 19 Maret 2010) tepat 1 tahun meninggalnya almarhumah ibunda tercinta (kami, anak-anak, menantu, cucu dan buyut, semasa hidup beliau memanggilnya dengan sebutan : Bibi). Sesuai tradisi yang sudah turun temurun dilaksanakan di kampung kami, keluarga mengenangnya dengan mengadakan ritual ‘Mendhak’, yang dirangkai dengan helatan “tahlilan”.

Mendhak merupakan Bahasa Jawa dari kata dasar ‘pendhak’. Kata ini dapat diartikan sebagai bertemu atau berulangnya kembali satu masa (edar) dengan masa yang sama pada edaran berikutnya, umpamanya jam 21.00 malam di hari kemarin dengan jam 21.00 malam pada hari ini disebut sependak hari (pendhak dina), atau Jum'at hari ini dengan Jum'at sepekan yang akan datang disebut sependak minggu, begitu seterusnya.

Dalam konteks penyelenggaraan "tahlilan", mendhak merupakan pelaksanaan selamatan tahunan untuk memperingati orang yang telah meninggal (KBBI, 2008 : 1009). Tahlilan sendiri merupakan ritual yang diselenggarakan untuk mengenang hari kematian seseorang, yang dimulai sejak hari pertama orang tersebut meninggal dunia, dilanjutkan hari ke-2, ke-3 hingga hari ke-7 (mitung dina). Lalu diselenggarakan kembali pada hitungan hari ke-40 (matang puluh), hari ke-100 (nyatus), dan hari ke-1 tahun (mendhak).

Mendhak di kampungku diselenggarakan dalam dua putaran : mendhak sepisan (mendhak tahun pertama) dan mendhak pingdho (mendhak tahun kedua). Setelah itu masih ada tahlilan lagi di hari ke-1000 yang disebut nyewu. Tahlilan ini dapat dikatakan sebagai tahlilan pamungkas, karena selanjutnya ahlul ghiyab (keluarga orang yang ditinggal mati) cukup melaksanakannya secara masal seluruh penghuni kampung yang dikenal dengan istilah “Haul” (pendhak haul).

*****

TAHLILAN secara terminologis diserap dari Bahasa Arab “tahliil” mengandung arti ungkapan dzikirLaa Ilaaha Illallah” (tiada Illah selain Allah). Dalam pengertian yang luas, tahlilan --yang bertujuan untuk menanamkan tauhid di tengah suasana keharuan duka yang sentimental dan sugestif-- dapat diidentikkan sebagai ritual yang diselenggarakan untuk mengenang hari kematian seseorang berdasarkan runtutan hari kematian yang disebutkan di atas (mitung dina, matang puluh, nyatus, mendhak dan haul).

Prosesi ritual tahlilan --paling tidak-- terfokus pada dua segmen, yaitu pembacaan beberapa ayat/surat Al-Qur'an, shalawat serta dzikir yang ditutup dengan do'a, dan penyajian hidangan atau pembagian berkat.

Pada segmen pertama, diawali dengan Imam (pemimpin Tahlil) membacakan hadrah (pembacaan Surat Al-Fatihah yang disampaikan ke hadirat Arwah Nabi Muhammad saw. dan ahlul bait-nya; arwah para sahabat, para tabiin, dan para tabiit-tabiin; arwah para wali di segala penjuru --khususan syekh Abdul Kadir Jailani--, para ulama/kyai, para ustadz/guru, arwah semua kaum muslimin/muslimat dimana tempat, arwah keluarga sahibul hajat penyelenggara tahlil, dan terkhusus arwah orang yang ditahlilkan). Setelah itu seluruh jamaah bersama membaca Surat Yasin hingga selesai, dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak 3x, Surat Al-Falaq dan Surat An-nas (Al-mu’awwudzatain, 1x) dan Surat Al-Fatihah kembali, kemudian diteruskan dengan membaca surat Al-Baqarah (hanya sebagiannya saja, awwaluhu, wa awsatuhu, wa’akhiruhu), bacaan sholawat nabi, tasbih, tahawwul dan tahlil, selanjutnya ditutup dengan istighfar bersama dan bacaan do'a oleh Imam, dengan hajat agar pahala tahlil yang telah sama-sama dipanjatkan dihadiahkan pahalanya untuk orang-orang (anggota keluarga) yang telah wafat terkhusus untuk almarhum yang ditahlili --yang oleh karenanya berkumpulnya jamaah ini untuknya-- juga agar kaum muslimin/muslimat, yang masih hidup maupun telah wafat, diampuni segala dosanya oleh Allah swt.

Segmen kedua yaitu penyajian hidangan atau pembagian "berkat" yang dilakukan setelah proses pembacaan tahlil serta do'a selesai.

Hidangan berupa snack atau jaburan --biasanya dibuat sendiri oleh sahibul hajat dengan dibantu oleh para saudara dan tetangga dekat-- disajikan dalam ritual tahlil kematian hari ke-1 hingga hari ke-6. Sedangkan pada tahlil mitung dina (hitangan hari ke-7) setiap jamaah dibagikan berkat (besek berisi satu paket nasi putih plus kombinasi beberapa lawuhan serta jaburan) untuk dibawa pulang dan dimakan di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun