Perjalanan Sepiring Nasi
  AR.Zanky
      Di kampung saya,  perjalanan sepiring nasi dari huma menuju meja makan bisa memakan waktu sembilan bulan.  Setara dengan usia seorang manusia dalam kandungan. Atau tidak jauh beda dengan rentang waktu yang dipakai Columbus dari pantai Spanyol ke benua Amerika.  Tentang perjalanan sepiring nasi inilah yang akan saya ceritakan serba sedikit kepada penduduk negeri kita yang doyan makan nasi ini.
      Dimulai dari rapat tetua kampung untuk menentukan selamatan dan shalat  hajat dilaksanankan.  Memang  tak ada lagi hitungan hari dan tanggal yang jelas seperti zaman saya kecil dulu di tahun 80-an.  Sebab ahli falaq terakhir sudah meninggal 30 tahun lalu. Penentuan hai kini, semata dimaksudkan untuk memeratakan partisipasi.  Supaya  anak sekolah dan mereka yang bekerja formal bisa ikut berhadir,  maka dipilihlah hari libur. Â
Para petani biasanya membawa sampel bibit untuk diletakkan dekat imam. Sedang pedagang, buruh, PNS ,tukang ojek,  penjahit sepatu, kernet,  makelar motor, konten kreator, bahkan para penganggur, cukup membawa botol berisi air putih. Hajat dan doa'anya bisa di modifikasi sesuai niat dan kepentingan masing-masing.  Walau inisiatif awal acara hajatan ini diprakarsai para petani, tapi seriring bertambahnya profesi, acaranya dibikin akomodatif terhadap profesi lain.  Tuhan  punya saluran tak terhitung untuk membagikan rezeki. Peristiwa ini biasanya terjadi pada bulan Oktober atau awal Nopember.
      Setelah itu para petani menunggu beberapa waktu.  Begitu hujan yang cukup sudah turun 2 atau 3 kali, waktu menyemai dimulai. Bibit padi direndam barang satu malam. Besoknya langsung disemaikan ke lobang-lobang kecil yang telah dibikin dengan alu. Dikerjakan beramai-ramai bersama seisi rumah. Pemandangan keramaian semai-menyemai ini hampir tidak  mengalami perubahan sejak saya kecil.  Mencerminkan sisa-sisa keguyuban yang sudah kian langka. Luas petak semaian ini, mencerminkan luas lahan yang akan digarap seseorang. Dengan tidak mencolok, para perempuan saling menengok  semaiaan  tetetangganya guna menaksir pendapatan masing-masing keluarga di tahun depan.
      Sejumlah isu akan beredar dan berhembus kencang. Si janda beranak empat itu punya lahan garapan tambahan, siapa yang mengasih? O, ternyata pak haji dari RT 5, yang  istrinya  meninggal 40 lalu. Si Gapar , yang sehari-harinya tidur di pos ronda tahun ini ikut menyemai, jangan-jangan dia mau kawin? Siapa calonnya yang mau. Oh, ternyata dia pacaran dengan guru olahraga.  Astaga! Yang kasihan adalah Amang Yuyun.  Lahan garapannya terjual ke orang cina.  Posisinya digantikan si makelar tanah.  Dasar serakah!  Padahal Mang Yuyun punya anak 11.  Untunglah istri mudanya pandai memelihara tuyul...
      Biasanya tidak sampai sebulan, hujan lebat akan mengguyur berkepanjangan. Katak-katak riuh bersahutan sepanjang malam. Angin bertiup kencang merobohkan batang-batang pisang. Mangga-mangga muda berceceran tanpa ada yang memunguti. Areal persawahan tergenang perlahan. Surut saja.  Tanah jadi sedikit lunak.  Saat itulah semaian dipisah-pisah. Diturunkan ke lahan. Tikus-tikus generasi baru bermunculan, sebab sarangnya kebanjiran.  Bibit muda yang baru diturunkan itu mesti diamankan.  Maka  ramailah para lelaki meramu kayu Galam untuk dijadikan tonggak kandang. Kini giliran para penjual kandang plastik bermunculan di pinggir-pinggir jalan.
Sementara hujan lebat dan gerimis terus turun bergantian. Â Katak-katak makin ramai berkeretekan siang malam. Â Memuja musim hujan. Â Dalam hitungan minggu, cebong-cebong kecil akan menghitami sumur dan area persawahan yang tergenang. Itulah saatnya petani menyiapkan lahan.
      Mula-mula rumput yang subur itu disemprot dengan pestisida. Dibiarkan sampai menguning atau kering.  Lalu disiangi  dengan alat penebas rumput yang disebut dengan tajak  . Semacam parang besar melengkung dengan gagang seperti huruf  L. Melihat teknologi tradisional ini,  saya teringat gambar ilustrasi alat-alat petanian di buku History Of Java, karya Sir Thomas S. Raffles. Benar-benar mirip dengan perkakas pertanian barang 200 tahun lalu.
      Pekerjaan membersihkan rumput ini bisa makan waktu berbulan-bulan,  efek nyatanya adalah sakit pinggang dan telapak tangan melepuh. Karena Tajak ini, entah siapa yang pertama merancang,  mesti digunakan dengan cara membungkukkan badan.  Coba anda bayangkan, bila jenis olahraga membungkuk ini dilakukan rutin 7-8 sehari selama berbulan-bulan, masih bisakah si pinggang itu diluruskan?