Mohon tunggu...
abdurrahmansyah siagian
abdurrahmansyah siagian Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Tidak Ada

Seorang Mahasiswa Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pantaskah Masa Jabatan Presiden Diberikan Extra Time?

27 November 2019   00:27 Diperbarui: 27 November 2019   07:32 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar yuridis sekaligus konstitusi Indonesia menjadi pijakan awal dalam menjalankan sebuah roda pemerintahan. 

Pada tahun 1999 hingga 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat telah melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebanyak empat kali, sebagai implementasi dari salah satu tuntutan reformasi yang terjadi tahun 1998. 

Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan atas Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya adalah adanya pasal-pasal yang multitafsir, seperti yang tertera pada pasal 7 terkait dengan masa jabatan seorang presiden dan wakil presiden, kemudian daripada itu Ketetapan Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden memberikan penjelasan yang sangat jelas mengenai masa jabatan presiden hanya dua periode, secara subtansi ketetapan MPR tersebut sesungguhnya sudah merubah Undang-Undang Dasar 1945.

Beberapa waktu belakangan ini muncul sebuah wacana mengenai perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yang dimana perihal periode jabatan seorang presiden menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat maupun kalangan politisi.

Pada acara talkshow Wakil Ketua MPR Arsul Sani memberikan penjelasan bahwa MPR periode 2019-2024 mendapatkan rekomendasi dari MPR periode sebelumnya, berupa melakukan kajian terkait dengan pokok-pokok haluan negara dan memasukkan kembali dalam Undang-Undang Dasar 1945, penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, penataan sistem presidensial, dan penataan kekuasaan kehakiman.

Dengan adanya rekomendasi tersebut membuka peluang serta berpotensi dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. 

Dalam acara yang sama juga Refly Harun selaku Pakar Hukum Tata Negara memberikan pendapat bahwa masa jabatan presiden diubah dengan dua variasi, yaitu variasi pertama satu kali masa jabatan yaitu kurun waktu hingga tujuh tahun sebagai angka moderat dan variasi kedua dengan kurun waktu lima tahun dan bisa dipilih berkali-kali tetapi memiliki jeda, guna untuk mengurangi potensi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).

Namun, yang saat ini terus menjadi perbincangan di publik terkait dengan penambahan masa jabatan presiden yang menjadi tiga periode, hal ini menjadi perhatian sehingga menimbulkan pro dan kontra dikalangan politisi, bahkan sejumlah partai politik juga menolak penambahan periode masa jabatan presiden, tanpa terkecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Wacana mengenai amandemen Undang-Undang Dasar 1945 terutama perubahan periode masa jabatan seorang presiden, penulis berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah sebuah kitab suci yang bersifat tetap dan tidak dapat diubah.

Sebagai konstitusi dan dasar hukum sudah sepatutnya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan dengan tujuan mengikuti perkembangan zaman saat ini, serta memiliki desain yang jelas dan dapat menjadi acuan dalam mewujudkan cita-cita bersama.

Penulis juga berharap orang-orang yang menjadi pengubah Undang-Undang Dasar 1945 nantinya adalah orang yang mampu peka terhadap perkembangan zaman dan berpikir secara visioner.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun