Pada 24 Juni 2025 seorang wisatawan asing berkewarganegaraan Brasil, Juliana (26), tewas setelah terjatuh dari ketinggian sekitar 100 meter di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB). Juliana merupakan bagian dari kelompok pendaki yang diduga tidak menggunakan pemandu resmi dan mengambil jalur ilegal. Kasus ini memicu perdebatan mengenai tanggung jawab negara dalam melindungi keselamatan wisatawan, pengaturan pendakian ilegal, dan perlindungan hukum bagi Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia.
Analisis dari Perspektif Hukum Tata Negara
Â
Hukum Tata Negara mengatur hubungan antara negara dan warga negara (termasuk WNA) dalam hal hak dan kewajiban. Kasus Juliana menyentuh beberapa aspek penting: Â
1. Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan Keselamatan
- Kewajiban Negara (State Responsibility): Â
 Menurut Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, negara wajib menjamin hak setiap orang (termasuk WNA) untuk hidup aman dan sejahtera. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk: Â
 - Mengatur sistem pendakian yang aman (izin, pemandu, jalur resmi). Â
 - Melakukan pengawasan ketat terhadap pendaki ilegal. Â
- Kegagalan Pengawasan:
 Meski Gunung Rinjani telah memiliki aturan resmi, masih banyak pendaki yang masuk tanpa izin. Ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum oleh otoritas setempat, baik dari BKSDA, Taman Nasional, maupun pemerintah daerah. Â
2. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Wisata
- Otonomi Daerah (UU No. 23/2014): Â
 Pemerintah NTB memiliki kewenangan penuh mengelola kawasan Rinjani, termasuk menerbitkan izin pendakian dan menindak pelanggar. Â
- Masalah Implementasi:
 - Pungutan liar oleh oknum lokal sering terjadi, memfasilitasi pendakian ilegal. Â
 - Koordinasi lemah antara pemerintah pusat-daerah dalam penegakan aturan. Â
3. Perlindungan Hukum bagi WNA di Indonesi Â
- Status Hukum WNA (UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian):
 - WNA berhak mendapat perlindungan hukum (Pasal 57), tetapi juga wajib mematuhi peraturan (Pasal 69). Â
 - Jika WNA melanggar (misalnya, mendaki ilegal), mereka bisa dikenai sanksi administratif/deportasi. Â
- Pertanggungjawaban Hukum:
 - Keluarga Juliana berpotensi menuntut kelalaian pihak pengelola jika ada unsur kurangnya pengamanan. Â
 - Namun, jika Juliana sengaja mengambil jalur ilegal, tanggung jawab bisa lebih besar pada kelompok pendaki/pemandu ilegal. Â
4. Dampak terhadap Kebijakan Pariwisata Nasional
- Citra Pariwisata Indonesia:
 Kasus ini bisa mempengaruhi kepercayaan wisatawan asing terhadap sistem keamanan Indonesia. Â
- Perlu Reformasi Kebijakan:
 - Digitalisasi perizinan pendakian untuk meminimalisir calo. Â
 - Penambahan petugas keamanan di jalur-jalur rawan. Â
 - Sosialisasi ketat bagi wisatawan asing tentang risiko pendakian ilegal. Â
5. Rekomendasi Solusi
1. Penegakan Hukum Lebih Keras:
  - Tindakan tegas terhadap pemandu ilegal dan oknum yang memfasilitasi pendakian liar. Â
2. Kolaborasi Multistakeholder:
  - Pemerintah pusat, daerah, TNI/Polri, dan komunitas pendaki harus bekerja sama meningkatkan pengawasan. Â
3. Asuransi dan Perlindungan Wisatawan:Â
  - Wajibkan asuransi pendakian untuk semua wisatawan, termasuk WNA. Â
Kasus Juliana bukan sekadar kecelakaan biasa, tetapi cermin dari lemahnya penegakan hukum dan pengawasan di kawasan wisata alam Indonesia. Dari perspektif Hukum Tata Negara, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi semua orang di wilayahnya, termasuk WNA. Namun, tanpa penegakan aturan yang konsisten, kasus serupa akan terus terulang. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk memperbaiki sistem pengelolaan wisata alam, demi keselamatan publik dan reputasi Indonesia sebagai destinasi pariwisata dunia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI