Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sugar Coating = Generasi Baru ABS, "Ijin Pak" Aktualisasinya ?

5 Oktober 2025   08:55 Diperbarui: 5 Oktober 2025   08:55 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Debat Antara Pimpinan dan Bawahan yang sehat.... ( Foto : Pexels.com)

Di kantor, ada satu kalimat yang hampir tidak pernah absen dari rapat mingguan: "Ijin Pak...".Kalimat pembuka yang terdengar sopan, manis, penuh tata krama --- tapi lama-lama bikin geli juga.Apakah benar kita harus "minta izin" hanya untuk bicara?
Bukankah menyampaikan pendapat, apalagi kebenaran, adalah hak?

Tapi begitulah realitas kantor kita. Dulu ada budaya ABS: Asal Bapak Senang. Kini casingnya lebih keren, lebih rapi, dan lebih diplomatis. Namanya sugar coating. Isinya sama: membungkus kenyataan pahit dengan gula kata-kata manis.

Dari ABS ke Sugar Coating: Evolusi atau Mutasi?

Budaya kantor masa lalu itu sederhana.
Kalau atasan tanya, jawabannya harus bikin dia sumringah.
Proyek molor? Jawabannya: "Dalam proses percepatan, Pak."
Laporan salah? Jawabannya: "Masih dalam tahap finalisasi, Pak."
Pokoknya asal Bapak (atau Ibu) senang.

Kini, generasi milenial dan gen Z masuk kantor. Bahasa mereka lebih manis, lebih profesional.
Kata-katanya penuh bumbu motivasi:

  • Gagal disebut "tantangan"

  • Turun omzet disebut "proses adaptasi pasar"

  • Telat target disebut "peluang perbaikan"

Kalau dulu ABS itu seperti teh manis berampas, sekarang sugar coating hadir seperti latte art di coffee shop.
Sama-sama gula, tapi disajikan lebih instagramable.

"Ijin Pak": Simbol Diplomasi Berlebihan

Coba perhatikan rapat Zoom atau tatap muka.
Begitu ada bawahan mau bicara, hampir pasti dimulai dengan kalimat: "Ijin Pak, saya menambahkan..."
Padahal, siapa sih yang melarang bicara?
Toh kita hadir di rapat bukan sekadar jadi penonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun