Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sherly Membangun Sekolah, Dedy Kirim ke Barak, Pendidikan Kita Mau ke Mana?

22 Mei 2025   05:49 Diperbarui: 22 Mei 2025   05:49 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua Gubernur Punya Kebijakan Berbeda (Foto : kompas.com, Kompas regional).

Di ujung timur Indonesia, Gubernur Sherly Laos membangun tiga Sekolah Rakyat. Di sisi barat, Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi menggagas pengiriman siswa bermasalah ke barak militer. 

Dua pendekatan berbeda. Satu lewat jalan inklusif, satu lagi lewat disiplin ketat. Tapi keduanya sejatinya menjawab satu pertanyaan besar,  ada apa dengan sistem pendidikan kita hari ini?

Dua Gubernur, Dua Gaya Kepemimpinan

Sherly Laos, figur perempuan pertama yang memimpin Maluku Utara, meluncurkan program Sekolah Rakyat untuk menampung 1.000 siswa dari kalangan bawah. Ia mengusung semangat pendidikan yang merangkul, berlandaskan empati, dan kembali ke akar: pendidikan sebagai sarana pembebasan sosial.

Di sisi lain, Dedy Mulyadi mencoba pendekatan pembinaan karakter melalui kedisiplinan gaya militer. Siswa yang terlibat dalam perilaku menyimpang seperti tawuran, geng motor, atau kecanduan gawai, akan dititipkan ke barak untuk "ditempa", bukan dihukum.

Tentu saja, program ini menimbulkan kontroversi. Komnas HAM, KPAI, dan akademisi menyoroti aspek legalitas, hak anak, dan urgensi pendekatan alternatif. Namun di balik perdebatan ini, ada kegelisahan yang lebih fundamental: mengapa kita merasa perlu mencari jalan pendidikan di luar sekolah formal?

Sekolah Hari Ini, Antara Ideal dan Realitas

Kita perlu jujur---sekolah saat ini berada dalam tekanan. Banyak siswa dan orang tua merasa bahwa keberhasilan belajar tidak lagi bergantung sepenuhnya pada sekolah, melainkan pada kursus tambahan dan bimbingan belajar. Fenomena ini terjadi bukan karena sekolah gagal secara total, melainkan karena ekspektasi masyarakat terhadap hasil akademik semakin tinggi dan kompetitif.

Hari ini, ketika seorang anak ingin unggul dalam matematika, ia diarahkan ke Kumon, sempoa dan metode modern laiinya.Untuk Bahasa Inggris, ke LIA ILP, dll, Untuk UTBK? Masuk bimbel sejak kelas 10, yang memberikan promo sukses UTBK.

Sekolah tetap menjadi ruang penting, namun pelengkapnya justru semakin dominan.

Ini bukan sekadar tren, melainkan gejala yang layak diteliti lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun