Mohon tunggu...
Abdul Rochim Kudus
Abdul Rochim Kudus Mohon Tunggu... Kepala Sekolah

Praktisi Pendidikan yang tertarik dengan segala isue tentang pendidikan, pembelajaran dan kebijakan seputar pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kepemimpinan Pemberdayaan: Menciptakan Guru dan Murid Hebat

16 Oktober 2025   13:36 Diperbarui: 16 Oktober 2025   13:35 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kancah kepemimpinan, kita sering keliru mendefinisikan kehebatan. Kita cenderung mengukur kehebatan seseorang dari seberapa banyak orang yang tunduk, seberapa besar kekuasaan yang ia pegang, atau seberapa banyak pengikut setia yang ia miliki. Namun, filsuf manajemen terkemuka, Tom Peters, menawarkan perspektif yang jauh lebih mendalam:

"Orang hebat tidak menciptakan pengikut, tetapi menciptakan orang hebat lainnya."

Kutipan ini adalah kompas bagi setiap pemimpin di dunia pendidikan. Di SMP 1 Kudus, kami bertekad mengubah fokus dari dominasi menjadi pemberdayaan. Tugas utama saya sebagai kepala sekolah bukanlah memastikan semua guru mengikuti setiap instruksi saya, melainkan memastikan setiap guru dan murid di sini menemukan dan melampaui potensi kehebatan mereka sendiri.

Mengubah Paradigma dari Ketergantungan Menjadi Kemandirian

Gagasan Peters menegaskan bahwa pemimpin sejati adalah arsitek kemandirian. Jika seorang guru merasa harus selalu menunggu instruksi dari kepala sekolah untuk berinovasi di kelas, itu adalah tanda ketergantungan. Begitu pula jika seorang murid merasa tidak bisa mengerjakan tugas tanpa arahan langkah demi langkah, itu adalah tanda kekuatan yang belum bangkit.

Kepemimpinan pemberdayaan di sekolah harus diwujudkan dalam dua dimensi:

1. Pemberdayaan Guru (Menciptakan Guru Hebat Lainnya)

Guru adalah tulang punggu sekolah. Seorang pemimpin yang hebat akan:

  • Memberikan Ruang Eksperimen: Guru didorong untuk mencoba model pembelajaran baru (seperti Project Based Learning atau pembelajaran berdiferensiasi) tanpa takut dicap gagal. Kegagalan harus dilihat sebagai data, bukan hukuman.
  • Mendelegasikan Keputusan: Libatkan guru dalam penentuan kebijakan kurikulum, bukan sekadar pelaksana. Ketika guru merasa memiliki otoritas atas kelas mereka, mereka akan bekerja dengan gairah dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
  • Menjadi Mentee, Bukan Mentor Tunggal: Saya sering belajar dari ide-ide segar guru muda yang lebih fasih dalam teknologi. Kepemimpinan bukan selalu tentang mengajar, tetapi juga tentang kerelaan untuk belajar.

2. Pemberdayaan Murid (Menciptakan Pembelajar Sejati)

Di kelas, guru harus menjadi katalisator, bukan dispenser ilmu. Guru hebat melahirkan murid yang:

  • Mampu Berpikir Kritis: Murid didorong untuk bertanya, berdebat secara konstruktif, dan mencari solusi orisinal, bukan sekadar menghafal jawaban buku.
  • Berani Ambil Risiko: Ciptakan lingkungan yang aman bagi murid untuk membuat kesalahan. Hanya dengan berani salah, mereka akan berani mencoba hal-hal besar.
  • Menjadi Mandiri: Alih-alih memberikan jawaban, guru mengajarkan cara menemukan jawaban (Inkuiri). Ini yang akan membentuk problem solver yang siap menghadapi tantangan di luar gerbang sekolah.

Warisan Sejati Seorang Pendidik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun