MALANG -- Novel Larasati karya Pramoedya Ananta Toer bukan sekadar karya sastra. Novel ini menyajikan kritik tajam terhadap patriarki dan kolonialisme yang membelenggu masyarakat Indonesia di masa "Bersiap". Dengan pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure.Â
Salah satu penulis Novel yang Menghidupkan Sejarah di indonesia Dikenal sebagai salah satu sastrawan terbesar Indonesia, yaitu Pramoedya menggambarkan tokoh Larasati sebagai perempuan tangguh yang berjuang melawan berbagai tekanan---baik dari penjajah, masyarakat patriarki, maupun konflik batinnya sendiri. Berlatar pada masa penuh gejolak setelah proklamasi kemerdekaan, novel ini menampilkan dinamika sosial dan politik dengan sentuhan emosi yang mendalam.
Di dalam novel tersebut Pramoedya tidak hanya menggambarkan perjuangan fisik melawan penjajah, tetapi juga perlawanan batin yang dialami perempuan di tengah sistem patriarki.Â
Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang analis Pendekatan Semiotika: Mengurai Makna Tanda. Analisis ini menggunakan teori semiotika Ferdinand de Saussure yang memandang tanda sebagai gabungan antara penanda (signifier) dan petanda (signified). Analisis yang dilakukan terhadap kutipan-kutipan dalam novel yang menunjukkan makna perjuangan, identitas, dan kritik sosial.
Salah satu contoh adalah kutipan "Lima tahun lagi! Lima tahun lagi!" yang mencerminkan kegelisahan tokoh terhadap penantian panjang yang seolah tak berujung. Penanda waktu dalam kalimat ini menjadi simbol dari tekanan batin yang dirasakan Larasati.
Dalam Kutipan lain, seperti "Aku, Larasati, bintang Ara," menegaskan identitas tokoh utama sebagai perempuan yang bangga terhadap dirinya meski berada dalam kondisi sulit. Pesan Perjuangan yang Relevan Hingga masa Kini.
Tanda-tanda dalam novel ini tidak hanya menggambarkan kondisi perempuan di masa lalu, tetapi juga menjadi refleksi terhadap perjuangan perempuan di era modern. Penulis disini menemukan bahwa makna yang terkandung dalam tanda-tanda tersebut menunjukkan kritik sosial yang tetap relevan dalam konteks kontemporer.Novel Larasati ini adalah dokumen sosial-historis yang kaya akan makna, mengajarkan kita tentang pentingnya kesadaran diri dan pentingnya pejuangan.
Analisis ini menyimpulkan bahwa novel Larasati bukan sekadar karya sastra dengan nilai estetis tinggi. Novel ini juga merupakan kritik terhadap struktur sosial yang mengekang kebebasan individu, khususnya perempuan. Dengan pendekatan semiotika Saussure, makna-makna tersembunyi dalam novel ini berhasil diungkap, memperkaya pemahaman tentang peran perempuan dalam sejarah Indonesia.
Bagi pembaca yang ingin memahami lebih jauh tentang perjuangan perempuan dan sejarah Indonesia, Larasati adalah bacaan yang wajib disimak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI