Mohon tunggu...
muhrishol yafi
muhrishol yafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Wiraswasta

Saya adalah seorang dokter hewan yang unik

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jika Aku Mati, Buang Saja Jasadku ke Sungai

18 April 2015   19:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:56 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Aku Mati Buang Saja Jasadku ke Sungai!

Perjalanan hidup seseorang tidaklah dapat dipikirkan dengan logika belaka. Analitik sebab akibat bisa saja dilakukan untuk menghadapi semua persoalan yang berada di depan mata, sejauh mampu dilakukan. Namun, dalam kerangka yang lebih besar, yang tidak mampu teranalisis dengan baik, maka sikap pasrah adalah pilihan.

Mbok Mi, sebut saja begitu, seorang nenek renta yang terkena sentuhan kasih sayang Tuhan berupa gempa bumi yang melanda di Yogyakarta, pada beberapa tahun silam telah mengalami pemutarbalikkan sesi kehidupan.. Rumah yang ia tempati bersama suami dan anak-anaknya hancur total, suaminya meninggal,pun demikian dengan anak-anaknya. Hidup sebatang kara, dengan kondisi yang renta membuatnya tidak mampu lagi mendirikan rumah.

Dengan modal seadanya ia nekad untuk pergi ke Jakarta, dengan tujuan untuk berdikari menghidupi kebutuhan sendiri, tanpa menginginkan uluran tangan orang lain. Niat tulusnya kesampain, dengan jalan berjualan kopi di depan Stasiun Pasar Senen.

Dari berjualan kopi itulah ia mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, meski demikian dia adalah seorang nenek yang sangat lembut dan penuh kasih sayang, pembawaannya seolah selalu ingat kepada sang Maha Penyayang, pernah suatu ketika ada anak-anak yang kebetulan mendapat Pop Mie gratis, anak-anak itu meminta air panas untuk menyeduh mie itu, setelah itu mereka membayar pada sang nenek. Namun, sang nenek tidak mau menerima,”Biarlah itu menjadi amalku nak,” begitu katanya.

Dalam kesehariannya nenek itu selalu berada di depan stasiun kerete, kadang tertidur di depan stasiun, menahan dinginnya malam. Namun, keamanan yang berada di lingkungan itu enggan untuk mengusir, saat pedagang lain diusir, ia lebih sering didiamkam, karena memang mereka sangat kasihan dengan kondisi nenek.

Suatu ketika saya pernah beli kopi, kemudian dia bercerita tentang nasibnya yang tidak disangka itu, saking iklasnya tentang semua takdir Tuhan yang berada dalam dirinya hingga dia bahkan berujar, “Sudahlah aku mengiklaskan kehidupanku yang terakhir ini, kalaupun aku mati, aku rela jasadku tidak diurus,cukup dibuang di suangi saja,” kata nenek itu lirih.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun