Mohon tunggu...
abdul jamil
abdul jamil Mohon Tunggu... Mahasiswa - selalu belajar

Tukang Ketik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tetap Aswaja, di 1 Abadnya NU

5 Februari 2023   09:18 Diperbarui: 7 Februari 2023   12:32 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri, Siring Kotabaru 2019

Sudah mafhum bahwa organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia saat ini adalah Nahdatul Ulama. Nahdatul Ulama sebagai organisasi keagamaan Islam di Indonesia didirikan oleh K.H Hasyim Asy'ari, pada 31 Januari 1926 di Jombang Jawa Timur. Organisasi ini memiliki jumlah keanggotaan berkisar dari 40 juta di tahun 2013 dan saat ini anggotanya sudah mencapai 95 juta pada tahun 2021 yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. 

Ramai diberitakan bahwa pada tanggal 7 Februari 2023 mendatang, Nahdatul Ulama akan merayakan peringatan Satu Abad NU di Stadion Delta Sidoarjo, Jawa Timur. Maka sebagai warga NU, selayaknya kita bangga dan bahagia dengan capaian dan masuknya Nahdatul Ulama ke Abad Kedua, Sebab tidak mudah mengelola dan menjaga sebuah organisasi dengan jumlah anggota berpuluh-puluh juta dan menjadi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia bahkan dunia, maka atas capaian Satu Abad Nahdatul Ulama ini harus disyukuri dan tetap selalu menjaga nilai-nilai ke NU-an dengan tetap menjaga dan mengamalkan nilai-nilai ke-Aswajaan yang ada pada NU.

 Kebahagiaan dalam menyambut datangnya Abad Kedua harus dibarengi dengan melakukan refleksi atas capaian dan tantangan NU ke depan, dalam menghadapi Abad Kedua dari perjalanan organisasi NU, salah satu tantanganya adalah memastikan bahwa warga NU (Nahdiyin) dan generasi penerus dari warga NU tetap berada pada jalur Ke NU-an, dengan tidak condong, tertarik atau bahkan bergabung pada organisasi diluar dari NU. Sebab diluar NU, boleh jadi terdapat berbagai organisasi yang brand-nya mengaku berhaluan Aswaja (Ahlussunnah wa Jama'ah) namun terkadang kontradiktif, tidak sejalan dengan semangat Aswajanya NU.

Terlebih diera digitalisasi saat ini, kita bisa melihat betapa massif dan berkembangnya organisasi-organisasi kemasyarakatan dan kepemudahan mengatasnamakan sebagai organisasi keagamaan Islam yang berhaluan Aswaja, namun dasar dan orentasi kegiatan organisasi dimaksud dalam qonun asasi dan AD/ART-nya tidak mencantumkan kaidah Aswaja sebagaiman dilakukan para ulama terdahulu (salafussholeh), bahkan terkadang perilaku organisasi itu bertentangan atau dibentur-benturkan dengan dasar-dasar Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI) yaitu UUD-45 dan Pancasila. Maka sebagai organisasi yang memiliki jumlah anggota terbanyak, penting untuk selalu manjaga warga Nahdiyin ini agar tetap berada pada keaswajaannya.

Sejumlah hasil kajian atau riset memberikan gambaran tentang potret sosiologis muslimin Indonesia, melalui Surve yang dilakukan pada 18 -- 25 Februari 2019, dengan jumlah responden 1.200 dan margin of error 2.9 persen, menunjukkan jumlah populasi muslim mencapai 87.8 persen dari total penduduk Indnonesia. Dari jumlah itu, 49.5 persen berafiliansi dengan Nahdatul Ulama, 4.3 persen berafiliansi dengan Muhammadiyyah, 1.3 persen berafiliansi dengan ormas Islam lain, 0.7 persen berafiliansi dengan alumni PA 212, dan 0.4 persen berafiliansi dengan FPI. (Surve Denny JA).

Dari surve ini menunjukkan bahwa NU merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia, dibandingkan dengan organisasi kemasyarakatan lainnya. Dan disimpulkan bahwa secara total, muslim Indonesia yang terafiliansi dengan ormas Islam mencapai 56.2 persen. Dari data ini dipahami bahwa menjaga dan membentengi Ummat Islam yang aktif dalam berorganisasi, agar memiliki pemahaman Aswaja yang benar sesuai dengan Aswajanya NU amatlah penting, sebab tidak semua organisasi Islam itu berafiliansi dengan paham Aswaja, atau berafiliansi dengan paham Aswaja, namun tidak sama sebagaimana Aswajanya NU.

Langkah menjaga 56.2 persen muslim yang berorganisasi pada organisasi Islam ini sangatlah penting, sebab dengan bergabungnya seorang muslim pada sebuah organisasi tentu akan mempengaruhi perilaku, kegiatan dan pola pikir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika penjagaan kepada 56.2 persen muslim ini diabaikan takutnya terjadi kesalahan dalam bergabung didalam organisasi, sehingga kita bisa melihat atau mendengar bagaimana ada organisasi keislaman yang memusuhi atau berlawanan dengan pemerintah. Sehingga pemerintah harus membuat keputusan untuk membekukan atau membubarkan organisasi yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kebinekaan, kebersamaan yang menjunjung prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Tindakan tegas pemerintah ini dilakukan, untuk menjaga stabilitas keamanan, kebersamaan dan terjaminnya prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang sejak lama menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia. sebab masih ada diantara organisasi keislaman ini yang melenceng atau jauh dari pemahaman Aswaja yang berujung pada mempertentangkan apa-apa yang menjadi dasar dan pondasi negara ini. Jika ummat Islam ini berorganisasi pada organisasi yang qonun asasi dan AD/ARTnya berhaluan dengan paham Aswaja sebagaimana yang dibawa oleh NU, tentu hal demikian bisa mereduksi adanya pertentangan antara ormas dan pemerintah, sebab organisasi berpaham Aswaja seperti NU, bisa berkolaborasi, bekerjasama dan mendukung pelaksanaan kerja pemerintah yang berdasarkan pada UUD 45 dan pancasila. Maka penting selalu berhati-hati, dan menjaga generasi Islam dan penerus NU saat memilih dan bergabung dalam sebuah organisasi keislaman saat ini

Terlebih untuk daerah-daerah diluar jawa seperti pulau Kalimantan, tempat penulis berdomisili saat ini. Bahwa benar ternyata pulau Kalimantan tidak sepi dari target tujuan dan tempat dimulainya kegiatan-kegiatan organisasi yang notabene "bertentangan" dengan pemerintah, atas pelanggaran tersebut, pemerintah telah membekukan dan melarang aktifnya organisasi tersebut. organisasi yang pernah masuk dan berusaha mengembangkan organisasinya di Kalimantan, diantara adalah:

  1. Hizbut Tahrir Indonesia, Organisasi ini dibawa ke Indonesia oleh Abdurrahman al-Baghdadi, seorang pegiat Hizbut Tahrir warga negara Australia keturunan Lebanon. Dia datang ke Indonesia pada 1983 atas undangan K.H. Abdullah bin Nuh (Mamak), seorang ulama kenamaan dari Bogor. Tinggal di Pesantren Al-Ghazali yang didirikan oleh Mamak, Al- Baghdadi memperkenalkan pikiran dan cita-cita Hizbut Tahrir di komunitas mahasiswa IPB. Berbasis di Masjid Al-Ghifari IPB, kampus ini kemudian menjadi basis utama penyebaran HTI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun