Mohon tunggu...
abdul aziz al ghifari
abdul aziz al ghifari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa universitas Negeri Semarang Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemerataan Pendidikan Bermutu Menuju 2045

1 September 2025   22:10 Diperbarui: 1 September 2025   22:10 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

ESSAY (QUALITY EDUCATION)
INDONESIA DAPAT MENCAPAI PEMERATAAN
PENDIDIKAN BERMUTU PADA TAHUN 2045 MELALUI
KEBIJAKAN KURIKULUM YANG KONSISTEN,
PEMERATAAN AKSES DAN KUALITAS PENDIDIKAN,
SERTA PELAKSANAAN PROGRAM MAKAN BERGIZI
GRATIS YANG EFEKTIF.
Disusun Oleh :
NAMA : ABDUL AZIZ AL GHIFARI
NIM : 2507090031
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tentu, berikut adalah draf latar belakang untuk esai Anda, yang disusun
berdasarkan informasi dari sumber yang diberikan:
Latar Belakang
Visi Indonesia Emas 2045 menuntut lahirnya generasi yang unggul, berkarakter
kuat, dan berdaya saing di kancah global. Untuk mewujudkan visi ambisius ini,
pendidikan berkualitas memegang peranan krusial sebagai fondasi utama.
Kualitas pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor internal seperti
kurikulum dan metode pembelajaran, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal, termasuk kondisi lingkungan dan keadaan fisik serta gizi peserta didik.
Sayangnya, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan besar dalam pemerataan
mutu pendidikan dan masalah gizi, seperti tingginya angka stunting yang pada
tahun 2024 masih berada di angka 21%, melebihi standar WHO. Kondisi ini
diperparah dengan fakta bahwa sekitar 41% siswa di Indonesia masih belajar
dalam kondisi lapar, yang berdampak buruk pada mutu pendidikan mereka.
Menyadari urgensi tersebut, pemerintah Indonesia telah menginisiasi berbagai
kebijakan strategis untuk mempercepat transformasi pendidikan. Salah satunya
adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digagas oleh pemerintahan
Presiden Prabowo Subianto. MBG merupakan kebijakan strategis yang bertujuan
ganda: menanggulangi stunting, meningkatkan gizi anak-anak usia sekolah, serta
mendorong pemerataan kesejahteraan. Program ini tidak hanya menyediakan
asupan makanan yang memadai, tetapi juga secara filosofis mencerminkan
tanggung jawab negara dalam menjamin hak anak atas gizi sebagai bagian dari
hak pendidikan dan kesehatan, sejalan dengan nilai "Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia" dalam Pancasila. Cakupan program ini pun diperluas tidak
hanya untuk peserta didik, tetapi juga balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, dengan
alokasi anggaran awal sebesar Rp71 triliun pada RAPBN 2025 dan target
penerima 82,9 juta jiwa.
Uji coba program MBG, seperti yang dilaksanakan di SMP Negeri 4 Tangerang,
telah menunjukkan dampak positif yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan
adanya peningkatan fokus belajar, kesehatan siswa, serta partisipasi aktif orang
tua. Program ini juga turut membentuk kebiasaan makan sehat di kalangan siswa
dan mengurangi kecemasan siswa dari keluarga berpenghasilan rendah akan
ketersediaan makanan sehari-hari. Secara lebih luas, MBG berpotensi mengurangi
angka stunting, wasting, dan anemia, serta secara nyata meningkatkan kehadiran
sekolah dan konsentrasi belajar siswa, bahkan berkontribusi pada peningkatan
skor tes akademik dasar. Ini menandakan bahwa intervensi gizi memiliki peran
besar dalam mendukung peningkatan performa akademik dan kesehatan fisik serta
psikologis siswa. Selain itu, program ini juga berpotensi menekan kesenjangan
sosial di kalangan pelajar dengan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi
siswa dari latar belakang ekonomi rendah untuk berprestasi.
Meskipun demikian, pelaksanaan MBG tidak luput dari berbagai tantangan,
termasuk keberlanjutan anggaran dan kebijakan jangka panjang, kendala distribusi
logistik terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), masalah standarisasi
kesehatan makanan, dan pentingnya edukasi gizi untuk perubahan perilaku
masyarakat. Oleh karena itu, evaluasi rutin dan perluasan cakupan program ke
daerah 3T sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan jangka panjangnya.
Dalam kerangka mencapai Generasi Emas 2045, kualitas pendidikan yang unggul
harus dibangun di atas fondasi kesejahteraan anak secara menyeluruh. Oleh
karena itu, penting untuk mengintegrasikan kebijakan gizi dengan upaya
pendidikan yang lebih luas. Esai ini akan menganalisis bagaimana Indonesia dapat
mencapai pemerataan pendidikan bermutu pada tahun 2045 melalui kebijakan
kurikulum yang konsisten, pemerataan akses dan kualitas pendidikan, serta
pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis yang efektif. Tujuannya adalah untuk
memahami sinergi antara kebijakan-kebijakan ini dalam mewujudkan sistem
pendidikan yang inklusif, merata, dan berkelanjutan, serta menciptakan sumber
daya manusia yang sehat, cerdas, dan kompetitif secara global.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa konsistensi kebijakan kurikulum penting bagi kualitas pendidikan?
2. Bagaimana cara mengatasi kesenjangan akses pendidikan di daerah perkotaan
dan
3T?
3. Apa manfaat dan tantangan program makan bergizi gratis bagi siswa?
ISI
A. Pembahasan
1. Mengapa konsistensi kebijakan kurikulum penting bagi kualitas pendidikan?
Jawab:
Konsistensi kebijakan kurikulum sangat penting karena kurikulum merupakan
pedoman utama bagi seluruh proses pembelajaran. Tanpa konsistensi, kualitas
pendidikan akan sulit dijaga, guru menjadi kesulitan menyesuaikan diri, dan siswa
tidak mendapatkan pengalaman belajar yang berkesinambungan. Dengan
konsistensi kurikulum, pendidikan akan lebih terarah, stabil, dan mampu
mendukung tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
Gagasan:
Selama ini, salah satu masalah besar pendidikan Indonesia adalah seringnya
perubahan kurikulum yang dipengaruhi oleh pergantian pemerintahan atau
kebijakan politik. Kondisi ini menimbulkan kebingungan di kalangan guru karena
harus terus menyesuaikan metode pembelajaran dalam waktu singkat. Siswa pun
menjadi korban karena proses belajar mereka terhenti oleh eksperimen kebijakan
yang tidak berkelanjutan. Padahal, kurikulum seharusnya menjadi alat yang
konsisten dan berorientasi jangka panjang. Kurikulum yang stabil akan
memudahkan evaluasi, memberi ruang bagi guru untuk berinovasi, dan menjaga
kualitas pendidikan agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman.
Solusi:
Untuk menjamin konsistensi, pemerintah perlu menetapkan kurikulum nasional
yang berorientasi pada kebutuhan jangka panjang bangsa, bukan sekadar
kepentingan politik sesaat. Solusi lain adalah membentuk lembaga independen
yang bertugas menjaga arah kurikulum agar tidak mudah berubah setiap kali ada
pergantian pemerintahan. Selain itu, pengembangan kurikulum perlu melibatkan
guru, akademisi, praktisi pendidikan, serta masyarakat agar kebijakan yang lahir
benar-benar aplikatif. Perubahan yang dilakukan sebaiknya bersifat
penyempurnaan bertahap, bukan perubahan drastis, sehingga proses adaptasi lebih
mudah dijalankan dan kualitas pendidikan tetap terjaga.
2. Bagaimana cara mengatasi kesenjangan akses pendidikan di daerah perkotaan
dan 3T?
Jawab:
Kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan 3T dapat diatasi dengan
meningkatkan pemerataan infrastruktur pendidikan, penyediaan tenaga pendidik
yang berkualitas, serta pemanfaatan teknologi digital yang dapat menjangkau
siswa di daerah terpencil.
Gagasan:
Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mewujudkan pemerataan
pendidikan, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Di kota
besar, sekolah biasanya memiliki fasilitas lengkap, guru berkualitas, dan akses
internet yang memadai. Sebaliknya, di daerah 3T, banyak sekolah masih
kekurangan ruang kelas, guru terbatas, bahkan akses listrik dan internet masih
minim. Kesenjangan ini membuat anak-anak di 3T sulit bersaing dengan siswa
dari perkotaan, padahal mereka juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan bermutu. Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka akan
memperlebar ketidaksetaraan sosial dan menghambat pencapaian generasi emas
2045.
Solusi:
Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah
3T, termasuk ruang kelas, asrama siswa, serta akses transportasi dan internet.
Selain itu, penyediaan tenaga pendidik harus lebih merata dengan memberikan
insentif khusus, pelatihan tambahan, dan sistem rotasi guru ke daerah 3T agar
kualitas pembelajaran meningkat. Teknologi digital juga bisa dimanfaatkan
melalui pembelajaran daring, kelas virtual, dan platform edukasi yang bisa diakses
di mana saja. Tak kalah penting, kolaborasi dengan masyarakat lokal dan sektor
swasta diperlukan agar program pendidikan sesuai dengan kondisi sosial-budaya
setempat. Dengan langkah-langkah tersebut, anak-anak di 3T memiliki
kesempatan yang sama untuk berkembang seperti halnya siswa di perkotaan.
3. Apa manfaat dan tantangan program makan bergizi gratis bagi siswa?
Jawab:
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki manfaat besar dalam
meningkatkan kesehatan, konsentrasi, serta prestasi akademik siswa. Namun,
pelaksanaan program ini juga menghadapi tantangan besar, seperti pendanaan
yang berkelanjutan, distribusi makanan ke daerah terpencil, dan standarisasi gizi
yang sesuai kebutuhan anak.
Gagasan:
Program MBG merupakan salah satu terobosan penting pemerintah untuk
mengatasi masalah gizi yang masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Banyak
siswa yang berangkat sekolah dalam kondisi lapar, sehingga konsentrasi belajar
terganggu dan prestasi menurun. Dengan adanya MBG, siswa bisa mendapatkan
asupan gizi yang cukup sehingga lebih fokus belajar dan sehat secara fisik. Selain
itu, program ini berkontribusi besar dalam mengurangi angka stunting, wasting,
dan anemia. Dari sisi sosial, program ini juga membantu mengurangi kesenjangan
antara siswa dari keluarga kaya dan miskin karena semua mendapat kesempatan
yang sama untuk memperoleh makanan bergizi. Namun, tantangan tetap ada,
terutama soal keberlanjutan anggaran yang sangat besar, kesulitan distribusi di
daerah 3T, serta pengawasan kualitas makanan agar tetap higienis dan sesuai
standar gizi.
Solusi:
Untuk menjamin keberhasilan MBG, pemerintah perlu mengamankan pendanaan
melalui APBN dengan alokasi yang jelas, serta membuka peluang kemitraan
dengan sektor swasta dan BUMN pangan. Dalam hal distribusi, pemerintah
daerah dapat bekerja sama dengan koperasi lokal atau kelompok masyarakat
untuk memastikan makanan sampai tepat waktu dan sesuai standar. Standarisasi
menu makanan juga penting, dengan panduan gizi yang disusun oleh ahli
kesehatan agar sesuai kebutuhan anak berdasarkan usia dan kondisi daerah. Selain
itu, program ini sebaiknya dilengkapi dengan edukasi gizi bagi siswa dan orang
tua, sehingga kebiasaan makan sehat bisa terbentuk tidak hanya di sekolah, tetapi
juga di rumah. Dengan strategi tersebut, MBG dapat memberikan dampak jangka
panjang bagi peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan generasi muda.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tercapainya Indonesia
Emas 2045 sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang konsisten, merata,
dan terintegrasi dengan aspek kesejahteraan peserta didik. Pertama, konsistensi
kebijakan kurikulum menjadi kunci untuk menjaga arah pendidikan yang jelas,
berkesinambungan, dan relevan dengan kebutuhan zaman. Kedua, pemerataan
akses pendidikan di daerah perkotaan dan 3T mutlak diperlukan agar setiap anak
Indonesia memperoleh kesempatan belajar yang sama, tanpa terkendala jarak
maupun keterbatasan fasilitas. Ketiga, Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
berperan penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan konsentrasi belajar
siswa, meskipun pelaksanaannya masih menghadapi tantangan pendanaan,
distribusi, dan edukasi gizi.
Dengan mengatasi tiga aspek tersebut secara sinergis, maka sistem pendidikan
Indonesia dapat menjadi lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Pada akhirnya, hal
ini akan menghasilkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, berkarakter, serta
mampu bersaing di tingkat global.
B. Saran
1. Bagi pemerintah pusat, penting untuk menjaga konsistensi kurikulum
dengan orientasi jangka panjang, serta mengurangi intervensi politik
dalam perubahan kebijakan pendidikan.
2. Bagi pemerintah daerah, perlu memperkuat peran dalam membangun
infrastruktur pendidikan dan mendukung distribusi program MBG,
khususnya di wilayah 3T.
3. Bagi sekolah dan tenaga pendidik, diharapkan aktif berinovasi dalam
metode pembelajaran, memanfaatkan teknologi digital, serta menjadi
penghubung antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan siswa.
4. Bagi masyarakat dan orang tua, partisipasi dalam mendukung program
pendidikan dan gizi anak sangat dibutuhkan, baik melalui pola asuh,
kebiasaan sehat, maupun keterlibatan dalam kegiatan sekolah.
5. Bagi sektor swasta, dapat berkontribusi dalam bentuk pendanaan,
penyediaan teknologi pendidikan, maupun program tanggung jawab sosial
yang sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Dengan kerja sama dari berbagai pihak, diharapkan cita-cita mencetak generasi
emas yang sehat, cerdas, dan berdaya saing global dapat benar-benar terwujud
pada tahun 2045.
DAFTAR PUSTAKA
https://kpd.ejournal.unri.ac.id/index.php/kpd/article/view/361
https://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/entita/article/download/19191/4633/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun