Mohon tunggu...
Abdul Aziz
Abdul Aziz Mohon Tunggu... Wiraswasta

bervespa menikmati alam dan tata ruang kota

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Prabowo dan Perang Melawan Serakahnomics di Tubuh BUMN

8 Oktober 2025   14:57 Diperbarui: 8 Oktober 2025   14:57 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Kompas

Nilai aset BUMN yang mencapai lebih dari Rp10.000 triliun seharusnya jadi kekuatan besar untuk mendorong ekonomi nasional. Tapi kenyataannya, banyak BUMN malah tekor dan tidak efisien karena anggaran yang bocor, korupsi internal, dan praktik rente kekuasaan yang sudah lama mengakar. Alih-alih memperkuat ekonomi rakyat, BUMN sering berubah jadi "sapi perahan" segelintir elit yang hanya memikirkan keuntungan pribadi.

Melihat kondisi itu, Presiden Prabowo Subianto bergerak cepat. Ia menghapus tantiem (bonus untuk direksi dan komisaris) serta menggerakkan KPK dan Kejaksaan untuk menindak pelaku penyimpangan di tubuh BUMN. Langkah ini bukan cuma soal hukum, tapi juga sinyal kuat bahwa era BUMN sebagai ladang bancakan sudah berakhir. Saatnya BUMN kembali ke fungsinya, yaitu: jadi mesin kemakmuran rakyat, bukan milik para serakahnomics.

Pertanyaan besar pun muncul, kenapa BUMN dengan aset sebesar itu justru sering merugi? Jawabannya ada di praktek serakahnomics, ekonomi kerakusan yang menjadikan BUMN ajang bancakan elit. Dari proyek mark-up, penyalahgunaan aset, sampai bonus besar tanpa kinerja, semua itu bikin potensi BUMN habis sebelum manfaatnya sampai ke rakyat.

Karena itu, langkah Presiden Prabowo untuk menghapus tantiem dan melibatkan aparat hukum jadi gebrakan penting buat membersihkan penyakit lama di BUMN. Tapi penegakan hukum aja tidak cukup. Harus ada reformasi manajemen yang menyeluruh, transparansi keuangan, dan pengawasan publik yang kuat agar BUMN benar-benar balik ke jalurnya bukan lagi sapi perahan elit, tapi mesin kemakmuran rakyat.

Reformasi struktural di BUMN jadi keharusan kalau Indonesia mau keluar dari jebakan "aset besar tapi hasil kecil." Penghapusan tantiem adalah langkah awal untuk mengakhiri budaya bonus tanpa kinerja. Setelah itu, penegakan hukum harus diperkuat lewat kerja sama lintas lembaga KPK, Kejaksaan, dan BPK serta audit menyeluruh terhadap aset, laporan keuangan, dan proyek strategis agar celah kebocoran bisa ditutup rapat-rapat.

Selain itu, pembersihan manajemen juga penting. Rotasi dan seleksi pimpinan harus berbasis integritas dan kinerja, bukan kedekatan politik. Kalau langkah-langkah ini dijalankan konsisten, BUMN bisa kembali ke jalur yang benar untuk jadi penggerak ekonomi rakyat, bukan ladang rente segelintir elit. Reformasi ini juga bisa menumbuhkan efisiensi dan transparansi lewat tata kelola yang modern, terbuka, dan akuntabel.

Langkah Presiden Prabowo untuk menghapus tantiem dan mengerahkan aparat hukum jadi tanda perang melawan kerakusan di tubuh BUMN. Ini bukan omong kosong, tapi langkah nyata untuk mengakhiri era "sapi perahan elit".

Dalam dua sampai tiga tahun ke depan, kebijakan ini bakal jadi ujian penting, apakah BUMN bisa bersih dan jadi instrumen kemakmuran rakyat, atau malah kembali jatuh ke tangan kaum serakahnomics. Prabowo memilih jalan yang tidak mudah, tapi tegas: membersihkan, bukan menutupi demi memastikan kekayaan negara benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan segelintir orang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun