Program MBG dengan anggaran jumbo seharusnya jadi investasi buat generasi muda, bukan malah jadi bencana. Tapi kasus keracunan massal yang bikin ribuan anak jatuh sakit nunjukin masalahnya bukan di besar kecilnya duit, tapi di lemahnya pengawasan rantai makanan. Kalau tidak ada transparansi, inspeksi ketat, dan sanksi tegas buat penyedia nakal, program mulia ini bisa berubah jadi tragedi nasional yang bikin publik hilang kepercayaan.
Dari China, kita belajar kalau penegakan hukum bisa cepat dan keras, tapi tanpa transparansi, kepercayaan publik gampang runtuh. Kasus TK Gansu 2025 memang langsung ditindak dengan penangkapan dan audit, tapi sejarah 2013 nunjukin ada kecenderungan nutup-nutupin fakta dengan alasan absurd. Artinya, berani bongkar kebenaran sama pentingnya dengan hukum tegas, biar program publik tidak gampang dimanipulasi atau keteteran.
India punya cerita beda. Tragedi Bihar 2013 yang bikin 22 anak meninggal justru jadi titik balik. Pemerintah sana tidak bubarkan program makan gratis, malah ngerombak total. Dibentuk komisi penyelidikan, korban dapat kompensasi, dapur dan gudang diawasi ketat, bahkan orang tua dilibatkan lewat komite pengawas. Cara ini nunjukin kalau program besar bisa tetap jalan asal regulasi kuat dan masyarakat ikut mengawasi.
Kalau dibandingin, China lebih ngandelin hukum keras dan audit cepat, tapi kadang ada masalah transparansi. Sementara India pilih regulasi ketat, sistem diperbaiki, dan masyarakat dilibatkan, jadi lebih terbuka dan partisipatif. Dua pendekatan ini kasih pesan penting kecepatan itu perlu, tapi tanpa transparansi dan kontrol publik, kepercayaan bakal gampang goyah.
Nah, Indonesia sekarang lagi di persimpangan jalan. Gimana caranya program MBG bisa tetap berlanjut tanpa bikin krisis kepercayaan? Risikonya jelas ada kalau pengawasan lemah, niat baik bisa jadi bencana nasional. Tapi peluangnya juga besar kita bisa ambil ketegasan hukum ala China, ditambah sistem regulasi dan partisipasi masyarakat ala India. Kombinasi ini bisa jadi kunci biar MBG tetap jalan dengan aman dan transparan.
Karena itu, pengawasan harus nyata, bukan sekadar janji. Audit independen dan terbuka wajib ada di seluruh rantai distribusi makanan. Inspeksi rutin dan acak di dapur penyedia maupun sekolah juga penting, plus komite orang tua bisa dilibatkan sebagai pengawas langsung. Tanpa sanksi keras buat penyedia nakal, program segede ini gampang banget jatuh ke lubang tragedi lagi.
Ujung-ujungnya, MBG lahir dari niat baik, tapi niat aja tidak cukup. Pengalaman China dan India jelas nunjukin kalau duit gede tidak otomatis bikin program sukses kalau pengawasannya lemah. Justru transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan dari semua level yang bakal nentuin MBG ini beneran nyelametin generasi, atau malah jadi jebakan yang bikin mereka sengsara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI