Tika mengangguk, tanda ia setuju. Ia membereskan kertas dan plastik didepannya. Setelah selesai, ia berjalan mengikuti Diyah. Sambil berjalan, ia melepas topi yang meringkas rambutnya.
Kantin pabrik pengemasan minuman itu sangat luas dan terbuka. Kursi dan meja panjang berjajar. Ratusan orang bisa makan dalam waktu bersamaan di ruangan itu. Tika dan Diah larut dalam keriuhan para buruh yang sedang makan siang sembari istirahat.
Mereka berdua, memesan makanan paling murah. Tak lupa sambal dan kerupuk bawang. Diyah dan Tika mencari kursi paling sudut untuk duduk dan mengusir lapar. Sembari makan mereka saling bicara.
"Yah, aku butuh uang nih," ucap Tika setelah menelan suapan ke tiga.
"Tiap hari juga butuh uang. Gajian sebentar lagi. Sabar saja, lah," sahut Diyah sambil menyuapkan makanannya.
"Aku tuh butuh uang banyak. Udah bosan rasanya kerja memburuh begini. Gaji kecil, capek. Aku mau buka usaha sendiri saja."
"Basi banget!." jawab Diyah.
"Aku serius, Kupikir, aku perlu lingkungan baru supaya tak jadi gila," Tika terlihat serius.
Diyah selesai makan. Ia beranjak ke wastafel untuk mencuci tangan. Kemudian ia kembali ke Tika, mengambil air putih dan meneguknya. Tika masih mengaduk-aduk makanannya tanpa selera.
"Tik, kamu mau duit banyak dan cepat?" tanya Diyah.
"Hmm, iya" Tika sambil bergumam.