Mohon tunggu...
Abdul Fatahul Alim
Abdul Fatahul Alim Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Menulis adalah menyalurkan minat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemajuan Kebudayaan untuk Kesejahteraan

29 Desember 2020   14:46 Diperbarui: 31 Desember 2020   10:26 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya termasuk kebudayaan, semestinya dapat menunjang kesejahteraan masyarakatnya, bukan saja mengikuti tren dan kemajuan bangsa-bangsa lain namun juga dapat berdiri dengan kaki sendiri akan kekayaan yang sudah dianugerahkan oleh Tuhan kepada bangsa ini.

Seringkali kita disuguhkan informasi tentang sumber daya alam yang terus dikeruk dan dimanfaatkan, namun pernahkah kita menoleh seberapa sering pula dan paham tentang kekayaan kebudayaan sendiri yang juga memerlukan kita sebagai pemilik dan penentu kemajuan kebudayaan secara nasional dan pada akhirnya, dapat menunjang kesejahteraan masyarakat itu sendiri?

Kita bersyukur, pemerintah saat ini telah mengesahkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dapat diartikan bahwa Negara hadir dalam pemenuhan kebutuhan akan pentingnya kemajuan kebudayaan. Undang-undang ini menjadi pengejawantahan dari amanat UUD 1945 pada Pasal 32, yaitu "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya". Undang-undang Pemajuan Kebudayaan ini menjadi pelengkap peraturan yang ada sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan beberapa peraturan turunannya.

Peraturan-peraturan tersebut hadir tentu bukanlah tanpa landasan dan alasan. Tantangan zaman yang terus berubah mengikuti pola hidup dan pola pikir manusia, menjadi salah satu faktor munculnya upaya "penyelamatan" kebudayaan melalui peraturan. Tanpa ada perhatian lebih, kebudayaan itu akan luntur dan itu sudah terjadi dimana-dimana, bukan?!

Namun sebaliknya, jika perhatian akan kebudayaan ini terus digaungkan dengan partisipasi seluruh masyarakat, bukan saja kebudayaan akan terus "hidup", tetapi juga dapat menopang tatanan sosial-ekonomi dalam kehidupan sehari-hari, seperti di masa pandemi yang serba sulit ini.

Sikap dan perspektif tentang kebudayaan selama ini harus berubah. Masyarakat umumnya melihat suatu kebudayaan hanya terpaku pada produk dan praktik semata. Fokusnya hanya mengenai pemeliharaan dan pelestarian saja padahal itu tidaklah cukup.

Sebagai manusia di zaman terbuka seperti sekarang ini dan pembaruan yang serba cepat, diperlukan sebuah perspektif baru dan langkah nyata. Undang-undang Pemajuan Kebudayaan telah mencanangkan empat langkah strategis yaitu aspek perlindungan (pelestarian), pemanfaatan, pengembangan dan pembinaan dimana hubungannya kepada ekosistem antar manusia serta lingkungan.

Langkah Pemajuan Kebudayaan
Langkah Pemajuan Kebudayaan

Batik adalah satu contoh budaya di dalam unsur kesenian yang telah menerapkan keempat langkah strategis tersebut. Dalam perjalanannya, Batik sudah melewati proses dari masa ke masa sebelum akhirnya diakui menjadi warisan dunia seperti sekarang ini. Tentu prestasinya Batik didasari oleh kesadaran oleh segenap pihak yang terlibat di dalamnya bukan hanya untuk sekedar melindungi, tetapi juga memanfaatkan, mengembangkan hingga membinanya ke dalam sebuah lingkungan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat menular kepada unsur kebudayaan lain yang masih sangat memprihatinkan.

Indonesia memiliki begitu banyak ragam bahasa daerah yang tertuang ke dalam manuskrip-manuskrip kuno yang tersimpan di rumah para tokoh adat atau sesepuh. Selama ini masih banyak yang menganggap tulisan atau naskah tersebut hanya sebagai peninggalan semata, yang penting wujudnya masih ada dan tersimpan rapi meski bertahun-tahun, tanpa berupaya ingin menggali makna di dalamnya. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya generasi penerus yang mau memahami aksara kuno, karena lebih minat kepada bahasa asing yang dianggap lebih menjanjikan. Dari sini, aspek pemanfaatan dan pengembangan dari satu unsur budaya yaitu manuskrip, tidak berjalan dengan baik karena perspektifnya masih menggunakan aspek perlindungan semata. Padahal apabila "dimanfaatkan", bukan saja turut melindungi warisan nenek moyang namun dapat menghidupkan ruang sosial-ekonomi dengan membentuk ekosistem kebudayaan seperti pembelajaran aksara kuno tersebut dan pementasan di dalam panggung sosial yang dapat melahirkan wisatawan.

Contoh lain yang lebih spesifik adalah alat musik sampek yang dimainkan oleh orang-orang Dayak Kenyah di Apo Kayan sempat punah karena tidak banyak anak muda di Apo Kayan yang bisa memainkannya. Hal tersebut karena perspektifnya masih dibatasi dengan berupaya menyelamatkan benda atau alatnya saja. Selain itu terjadi perubahan zaman di mana perubahan pola pemukiman yang dahulu masih ada rumah panjang, yang membantu setiap anak dapat mempelajari teknik bermain sampek. Namun ketika pola hidup berganti menjadi rumah-rumah pribadi, tak ada lagi ruang sosial yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan pementasan musik sampek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun