Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mulai Sekolah Lagi, Daring Lagi?

13 Juli 2020   17:28 Diperbarui: 14 Juli 2020   05:44 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Senin, 13 Juli 2020, tahun ajaran baru telah dimulai. Berdasarkan ketentuan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, hanya daerah zona hijau yang boleh memulai kegiatan pembelajaran secara tatap muka. Itupun harus menenuhi beberapa persyaratan dan dilakukan secara bertahap. 

Syarat pertama sekolah boleh dibuka ialah berada pada zona hijau yang telah ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Covid-19. Lalu, dilanjutkan dengan pemberian izin oleh pemerintah daerah (pemda) atau kanwil atau kantor Kemenag. Setelah itu, sekolah harus mampu memenuhi semua daftar periksa dan siap melakukan pembelajaran tatap muka. 

Pada tahap akhir, izin orangtua menjadi pertimbangan, yakni apakah orangtua setuju anaknya belajar tatap muka di sekolah atau tidak. Jika orang tua tidak mengizinkan anaknya untuk datang ke sekolah, maka sekolah harus memaklumi dan nemberikan layanan pembelajaran jarak jauh. 

Saat ini kabupaten/kota yang termasuk zona hijau sekitar 61  atau 20, 2 persennya. Dengan demikian, 79,8 persen kabupaten/kota belum zona hijau. Kalau begitu daring lagi dong? 

Sebenarnya pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah tidak melulu daring. Pembelajaran jarak jauh bisa juga dilakukan dengan cara luring (di luar jaringan). Namun selama ini telah terjadi salah kaprah di tengah masyarakat yang menyamakan pembelajaran jarak jauh dangan pembelajaran daring. 

Pembelajaran daring sendiri adalalah pembelajaran yang menggunakan model interaktif melalui internet. Ada yang seperti tatap muka tapi secara virtual dengan menggunakan aplikasi virtual meeting seperti zoom dan google meet. 

Ada pula yang melalui Learning Management System (LMS), yaitu sistem perangkat lunak yang digunakan untuk mengelola pembelajaran secara online mulai dari nenyediakan konten pembelajaran hingga menghubungkan komunikasi siswa dengan guru melalui sistem online. 

Aplikasi pembelajaran daring seperti ini lebih dikenal dengan istilah elearning. Beberapa elearning yang dikenal adalah ruangguru, google classroom, office365, sekolah.mu, schoology, quipper dan lain-lain. Kemendikbud sendiri menyediakan portal elearning yang bernama rumah belajar. Sementara Kemenag menyediakan portal elearning madrasah. 

Jika biasanya masa tahun ajaran baru penuh dengan euforia semangat baru, namun kali ini euforia tersebut tidak akan muncul. Sebaliknya yang muncul adalah tantangan untuk memecahkan problem pembelajaran jarak jauh yang sudah dapat dipetakan dari pengalaman sebelumya. Ada beberapa di antaranya yang dapat di kemukakan di tulisan ini. 

Pertama, masalah evektivitas pembelajaran. Menurunnya efektivitas dalam pembelajaran jarak jauh dirasakan oleh berbagai pihak baik guru, siswa, orang tua dan pemerintah. Pemerintah juga bersikap realistis terhadap masalah ini dengan menggunakan istilah kurikulum darurat. Darurat itu extra ordinary, di luar kenormalan, maka tidak bisa disamakan dengan dengan situasi normal. Begitu kira-kira membacanya. 

Persoalan efektivitas terutama merujuk pada strategi dan metode pembelajaran yang digunakan. Dalam hal ini dunia pendidikan masih meraba-raba, mencoba-coba trial and error untuk menggunakan strategi, metode dan tentu sarana serta media yanng tepat. 

Banyaknya platform pembelajaran daring yang tersedia tidak serta merta memberi kemudahan, bahkan bisa mendatangkan kebingungan. Di samping sebagian besar guru dan siswa belum akrab dengan dengan media-media tersebut, juga paradigma yang dibawa masih belum berubah. Akhirnya pembelajaran cenderung monoton, terlalu banyak beban tugas dan tidak menghadirkan pembelajaran bermakna. 

Hal ini tentu harus diminimalisir dengan mengupgrade kemampuan guru dan mengubah paradigmanya. 

Kedua, masalah disiplin peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaran jarak jauh dapat dikatakan pembelajaran setengah ghaib. Guru tidak bisa mengontrol penuh aktivitas peserta didik dalam belajar. Bisa jadi peserta didik tidak mengikuti sepenuhnya kegiatan pembelajaran. 

Di sini perlu peran serta orang tua untuk ikut membantu menumbuhkan kedisiplinan anak-anaknya. Di samping itu perlu keterlibatan pakar di bidang perilaku atau behaviour, untuk membentuk perilaku belajar jarak jauh yang kondusif. 

Ketiga, masalah biaya. Pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sistem daring salah satunya, membutuhkan biaya untuk membeli perangkat lap top atau hp yang support terhadap teknologi terkini. 

Untuk pembelian perangkat, mungkin biarlah itu menjadi kewajiban orang tua dengan segala duka dan laranya. Tapi untuk kebutuhan kuota koneksi internet seyogyanya pemerintah mengupayakan akses internet murah dan cepat bagi masyarakat, minimal guru dan pelajar. 

Di Asia tenggara, Indonesia adalah negara termahal ke dua setelah Kamboja dalam penetapan tarif internet. Tarif internet termurah adalah di Singapura kemudian Malaysia. Dari segi kecepatan, Indonesia adalah negara Asia Tenggara yang koneksi internetnya paling lambat kedua setelah Kamboja. Kecepatan maksimal internet Indonesia 200 Mbps. Sementara Singapura yang tercepat mencapai 2 Gbps. Semoga pandemi segera hilang  dan pendidikan kita segera terbang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun