Mohon tunggu...
Mohammad Aniq
Mohammad Aniq Mohon Tunggu... -

Esais: Pegiat Budaya dan Linguistik tinggal di PATI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kecil, Tetapi Besar

13 September 2012   10:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:31 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi itu, Mbak Yus, pedagang sayur, mendorong gerobak melewati jalan pedesaan. Gerobak kecil induk dari segala aktifitas dagangnya. Tanpa basa-basi, tanpa malu-malu, dan tanpa ragu, ia mendorong, menawarkan sayurannya dari rumah ke rumah. Walaupun bersaing dengan pedagang besar yang memiliki tempat dan modal yang besar, ia tetap berusaha keras untuk mendapatkan rejeki dari yang ia peroleh itu.

Mbak Yus sudah memiliki manajemen usaha sendiri. Dengan kepandaian olah bicara dan lobi pemasaran, ia telah melakukan prinsip manajemen. Apalagi usaha kecil bisa menjadi re-konstruksi usaha besar. Terbukti Mbak Yus sudah memiliki warung kelontong sendiri dan mampu membiayai dan menyekolahkan lima anaknya sampai dengan perguruan tinggi.

Dua belas tahun yang lalu, saya melihat ia masih mendorong gerobaknya dengan kuat dan ulet. Sekarang ia sudah duduk santai di warung melayani pelanggannya. Bahkan, ia mampu meminjami modal kepada orang lain membuka bisnis.

Perubahan itu justru berawal dari hal kecil yang harus dipraktekkan. Itulah pengalaman yang berharga. Dalam pepatah inggris disebutkan “An experience is the best teacher”. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Dengan kata lain, pengalaman tak bisa dijualbelikan, tetapi bisa diajarkan.

Ada sesuatu yang menyenangkan melihat orang yang mempraktikan keuletan usahanya. Hanya dimulai dengan gerobak, berubah menjadi warung. Sungguh luar biasa. Kecil berubah menjadi besar. Bila dibandingkan dengan jumlah pengangguran dari kuantitas lulusan sarjana ekonomi dan manajemen di desanya, Mbak Yus yang paling berhasil. Jika dibukukan, barangkali itu buku yang dapat memotivasi pembaca yang memuat manajemen bisnis.

Saat mendengar manajemen dan guru manajemen, kita diingatkan akan sosok orang bernama Tom Peters. Ia bersama Robert Waterman menulis buku “In Search of Excellence” dan berhasil menjadi buku cetakan pertama yang terlaris pada tahun 1982.

Buku itu muncul bulan Oktober 1982, tepat bulan dimana pengangguran di Amerika mencapai 10 persen dan pertama kali menembus batasan dua digit sejak depresi besar. In Search of Excellence juga terbit setelah munculnya buku-buku mengenai keajaiban menajemen Jepang. Amerika pada saat itu merasa bertanggung jawab atas keadaan buruk yang menimpa. Sehingga buku tersebut berisi solusi manajemen untuk mengatasi permasalahan yang kemudian dikenal dengan “fenomena peters”, yaitu suatu kemampuan yang luar biasa untuk memanfaatkan suasana saat itu, ketrampilan memberikan nasihat yang kedengarannya praktis, dan bakat pemasaran yang mengagumkan.

Keadaan yang sama terjadi di Indonesia pasca era reformasi. Banyak pengangguran sarjana yang duduk diam dan bahkan hanya menunggu bantuan dari pemerintah. Tetapi, melalui beberapa program penanggulangan kemiskinan, pengangguran semakin lama semakin berkurang. Bahkan banyak diantaranya membuka usaha-usaha kecil.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kecil bisa berarti kurang besar, tidak besar, sedikit, muda, sempit, dan tidak penting. Tetapi kecil bisa menjadi lebih besar, sangat besar, banyak, luas dan penting. Kita mengenal banyak artis di kancah dunia perfilman, musik, dan sinetron. Mereka berhasil sesuai bidang-bidangnya. Bahkan beberapa stasiun televisi sekarang berlomba-lomba menyelenggarakan acara entertainment yang berusaha membesarkan nama-nama. Seperti, acara Indonesia Got talent, Indonesia Mencari Bakat, Aksi Anak Bangsa, Dangdut Mania, Indonesian Idol, dan lain-lain. Masyarakat sering memberikan jargon lucu dengan istilah Indonesia gatelen.

Semuanya itu berangkat dari kecil. Kecil pun dapat direlasikan dalam aspek kewirausahaan. Dua tahun yang lalu, Pemilik Kem Chicks, Bob Sadino, menampar pemerintah yang menyebut pengusaha yang sedang merintis bisnis kecil-kecilan. Ia tidak setuju jika mereka dikategorikan dalam usaha mikro, kecil, dan menengah – sering disingkat UMKM. Apalagi, jika dikatakan masih mengharap uluran tangan pemerintah atau beberapa bantuan lain. Ia berkata “saya cenderung menyebut mereka UBB alias Usaha Bakal Besar”.

Om Bob, begitu ia disapa, menyampaikan pemahaman yang jelas bahwa pengusaha kelas teri tidak boleh mudah menyerah. Mereka harus bertekad menjadi pengusaha besar. Sejarah mengungkap betapa banyak usahawan cekak modal memiliki daya tahan kuat dalam menghadapi krisis finansial global pada akhir 2008. Pasca era reformasi pun, mereka tetap mampu bertahan dengan usahanya di tengah bencana ekonomi regional. Sampai sekarang, kemunculan pengusaha kecil tetap ber-prioritas turut menyumbangkan haknya demi kemajuan Negara.

Misalnya, Agung Nugroho, tukang cuci beromzet Rp 3 miliar, mampu menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri. Ada juga Baedowy di Bekasi sukses dengan mengubah tumpukan sampah menjadi berlembar-lembar yuan. Sehingga pakar linguistik menganalisa kata “membuang” dalam konteks sampah diganti dengan menggunakan kata “meletakkan”. Dengan asumsi makna bahwa sampah bukan lagi hal yang negatif, tetapi mampu menghasilkan manfaat yang luar biasa. Dan masih berjuta-juta usahawan yang juga menggeluti inovasi-inovasi bisnis lainnya.

Ini berarti sebenarnya Indonesia adalah negara penghasil figur-figur top dalam bidang kewirausahaan. Namun, bagaimana dengan permasalahan hukum yang selalu memperlakukan diskrimanitif terhadap rakyat kecil? Itu pun salah satu produk yang dihasilkan Indonesia juga. Masih teringat Minah dan tiga kakao itu sehingga divonis satu bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan tiga bulan. Kasus Minah adalah kasus diskrimasi peradilan dan kesewenang-wenangan kekuasaan terhadap orang kecil. Lihatlah, bagaimana hukum memperlakukan empat anggota DPRD Jawa Tengah yang didakwa menilap uang negara Rp 2,16 miliar. Tapi, mereka hanya divonis hukuman setahun penjara.

Aneh, kadangkala yang kecil bisa bernasib baik dan bisa bernasib buruk. Tetapi, kecil sama-sama bisa menjadi besar dan penting. Bahkan, kalangan akademisi sering membicarakan hal-hal yang kecil yang kemudian dianalisa secara empiris sehingga menjadi pembicaraan yang menarik.

Lalu, mengapa bangsa Indonesia selalu menganggap dirinya kecil? Bangsa Indonesia ini memiliki kekuatan luar biasa yang tidak pernah dimiliki oleh bangsa lain. Mereka saja yang belum tahu dan bahkan takut akan kekuatan kita ketika menjadi besar.

Di Jawa Timur kita tahu istilah bonek. Hanya bermodal nekad, dia bisa sampai ke Jakarta dari Surabaya dan bahkan sampai ke luar jawa. Luar biasa. Kalau kita berani mengatakan, negara-negara lain seharusnya berguru pada Indonesia yang banyak nilai budaya dan falsafah spiritualitas, bukan kita yang harus selalu berguru kepada mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun