Mohon tunggu...
Abdan Syakura
Abdan Syakura Mohon Tunggu... Mahasiswa -

-Governance Studies- 2014

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jatuh Bangun Birokrasi Indonesia

17 November 2015   17:27 Diperbarui: 17 November 2015   17:50 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Roda Kehidupan Pemerintahan Di Indonesia

Hidup itu laksana roda yang berputar. Kadangkala berada di bawah, kadang juga berada di atas. Begitulah kata orang-orang bijak dalam mengumpamakan pahit manisnya kehidupan. Namun, dewasa ini kata mutiara tersebut tidak hanya berlaku bagi manusia, tetapi juga berlaku bagi pemerintah. Tetapi, tentu saja konteks ‘pahit manisnya kehidupan’ itu berbeda antara manusia dengan pemerintah. Jika dalam kehidupan manusia yang disebut dengan kepahitan itu adalah kemiskinan, tidak adanya pekerjaan, kelaparan, dan berbagai macam keburukan dalam hidup yang lainnya, maka kepahitan dalam konteks pemerintah adalah bagaimana cara mengatasi semua masalah tersebut.

Tidak hanya itu, pemerintahan yang dinamis pun juga menjadi bagian dari ‘pahit manis kehidupan’ dan dilema tersendiri. Mengapa dilema? Ya, karena pemerintahan yang berubah-ubah dapat diartikan sebagai suatu penyelarasan dengan perkembangan zaman, tetapi juga bisa berarti tidak stabil dalam konteks yang negatif. Sama seperti manis dan pahitnya kehidupan.

Pemerintahan di Indonesia sudah berkali-kali mengalami perubahan. Terkadang perubahan itu membawa angin segar, namun tak jarang pula malah membuat sesak bangsa Indonesia. Secara garis besar, pemerintahan Indonesia dapat dibagi menjadi empat tahapan perubahan. Setiap tahapan tersebut mempunyai aktor utama dan ciri khas tersendiri. Dari setiap tahapan itu pula, filosofi hidup seperti roda yang berputar dapat dijadikan refleksi dan alat untuk memahami dinamika pemerintahan di Indonesia.

Tahap yang pertama adalah era pergerakan sebelum Indonesia merdeka. Pada masa ini pemerintahan Indonesia belum terbentuk. Namun, embrio dari pemerintahan Indonesia sudah mulai terlihat dan terus berkembang. Pada tahap ini aktor utamanya adalah organisasi nasionalis Budi Utomo(BU) yang berdiri pada 20 Mei 1908. Pada awal berdirinya, organisasi ini hanya berfokus pada bidang pendidikan saja, akan tetapi seiring berjalannya waktu bermetamorfosis menjadi organisasi pergerakan. Tujuan utama yang awalnya adalah pendidikan, bergeser menjadi perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka. Organisasi BU kelak menjadi tonggak lahirnya puluhan bahkan ratusan organisasi pergerakan yang lain. Termasuk PNI yang dibentuk oleh Soekarno.

Perjuangan BU tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bangsa penjajah semakin ganas dan mempersempit pergerakan BU. Pada saat inilah keadaan ‘pemerintahan’ Indonesia berada ‘di roda bagian bawah’. Namun, ini merupakan pil pahit yang harus ditelan bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Sebuah harga yang setimpal dengan beratnya perjuangan yang dilalui. Berbagai tempaan dan cobaan yang dirasakan, juga berpengaruh dalam membentuk mental berjuang yang kuat dan semangat nasionalisme yang tinggi. Ciri khas dari tahapan ini adalah berjuang tanpa pamrih. Puncak perjuangannya ditandai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh Soekarno.

Tahap yang kedua adalah masa orde lama. Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melakukan sidang pertama yang menghasilkan tiga keputusan penting, yaitu mengesahkan UUD 1945 sebagai dasar negara, memilih Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden secara aklamasi, dan membentuk sebuah komite nasional yang bertugas membantu presiden selama parlemen belum terbentuk. Tiga poin itu merupakan pondasi dari pemerintahan ‘resmi’ negara Indonesia. Pada saat ini bangsa Indonesia bisa bernapas lega karena posisi pemerintahan sedang berada ‘di roda bagian atas’.

Namun, sewaktu-waktu roda itu akan berputar kembali dan membalikkan semua keadaan 180 derajat. Hal ini benar terjadi adanya, berbagai masalah politik menimpa pemerintahan Indonesia yang baru saja lahir. Sistem pemerintahan Indonesia pada awalnya adalah sistem presidensiil. Namun, lebih mengarah kepada kekuasaan yang sentralistik. Kekuasaan eksekutif lebih dominan daripada lembaga negara yang lain. Hal ini dikarenakan presiden memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif sekaligus. Selain itu, KNIP mengalami disorientasi kewenangan yang awalnya bertugas membantu presiden, berubah menjadi lembaga legislatif dan memiliki wewenang untuk menetapkan GBHN.

Akibat dari penumpukan kekuasaan di eksekutif dan penyelewengan kewenangan KNIP, sistem pemerintahan Indonesia diubah menjadi sistem parlementer pada tahun 1950-1959. Namun, sebelum ini, bentuk negara Indonesia berganti menjadi serikat pada tahun 1949-1950 akibat dari kalahnya Indonesia pada perundingan Konferensi Meja Bundar. Konstitusi yang digunakan adalah Konstitusi RIS. Baru pada tahun 1950 bentuk negara Indonesia kembali ke kesatuan. Sistem parlementer dijalankan berdasarkan UUDS 1950. Masa ini juga disebut dengan demokrasi liberal. Angin segar diharapkan kembali berhembus di pemerintahan parlementer Indonesia. Namun, malah sebaliknya, banyak masalah terjadi di pemerintahan sehingga tidak terjadinya kestabilan politik.

Adanya mosi tidak percaya yang dapat dijadikan senjata untuk membubarkan kabinet membuat semua kebijakan pemerintah tidak ada yang tuntas. Banyak kebijakan yang belum selesai dieksekusi berhenti begitu saja ketika ’talak’ sudah dijatuhkan oleh parlemen. selain itu, banyak daerah yang merasa tidak puas dengan sistem parlementer dan melakukan pemberontakan. Contohnya adalah pemberontakan PRRI, Permesta, DI/TII, dan RMS. Lagi-lagi sistem pemerintahan Indonesia harus diganti. Kali ini sistem demokrasi terpimpin yang dijalankan di pemerintahan Indonesia. Masa ini ditandai dengan dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 yang kembali mengesahkan UUD 1945 sebagai dasar negara. Namun, seperti namanya, pada sistem demokrasi terpimpin presiden menjadi pangkal kekuasaan. Bahkan, MPRS pun tunduk dan mengangkat Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Peristiwa ini mencederai demokrasi Indonesia. Puncaknya adalah ketika Presiden Soekarno sebagai aktor utama dalam tahapan ini lengser karena pemberontakan G 30 S/PKI pada tahun 1965. Munculnya gerakan itu karena Soekarno memang memberi ruang pada komunis untuk berkembang dengan jargon NASAKOM-nya. Ternyata, posisi ‘roda dibagian atas’ belum juga terjadi di masa orde lama.

Tahap ketiga adalah masa orde baru. Sosok utama dari rezim ini adalah Soeharto. Peristiwa G 30 S/PKI sangat menguntungkan Soeharto dalam memuluskan jalannya untuk menjadi presiden kedua Republik Indonesia. Dengan adanya ‘supersemar’, Soeharto secara de facto telah menjabat sebagai presiden. Namun, orde baru resmi dimulai pada tahun 1968. Apakah ini saatnya pemerintahan Indonesia kembali pada jalur yang benar?. Rasanya tidak, Implementasi dari pemerintahan Soeharto tak jauh berbeda dengan masa demokrasi terpimpin. Sistem desentralistik pun berubah menjadi sentralistik tulen. Pada orde ini, partai ‘berhasil’ disederhanakan, atau bahkan lebih dari itu. Pemilu pun dapat diatur dengan leluasa oleh pemerintah. Partai yang tersisa di orde baru adalah partai Golkar(pemerintah), PDIP, dan PPP. Pemilu yang berlangsung tiap 5 tahun sekali itu pun selalu dimenangkan oleh Golkar. Hal itu karena adanya manipulasi pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun