Mohon tunggu...
Muhamad Habib Koesnady
Muhamad Habib Koesnady Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Teater

Mempelajari Seni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak Ada Teater di Sekolah

5 Mei 2020   04:06 Diperbarui: 5 Mei 2020   04:15 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang betul, ada sekolah kejuruan yang spesifik memiliki jurusan teater, seperti SMKN 10 Bandung atau SMKN 13 Jakarta. Akan tetapi, tentu saja SMK memiliki orientasi yang berbeda dengan sekolah umum seperti SMA. Jika di SMA diajarkan seluruh materi secara mendasar, SMK mengharuskan pemberian materi secara lebih spesifik dan teknis. 

Karena diasumsikan setelah lulus dari SMK, mereka bisa langsung bekerja; bisa langsung masuk ke dunia industri. Dalam hal teater, tak heran jika SMK Jurusan Teater menitikberatkan pada kemampuan teknis teater seperti akting, improvisasi, menari, bernyanyi, dsb. Serta SMK Jurusan Teater sudah pasti berfokus pada pembelajaran teater dan pembelajaran lain hanya sebagai penunjang. 

Karena setelah lulus dari sana, diasumsikan mereka sudah mampu masuk ke dalam industri seni. Dalam hal ini, sangat cocok jika guru teater di sekolah kejuruan berasal dari perguruan tinggi seni seperti yang sudah disinggung di atas.

Berbeda dengan SMA, di mana siswa masih cenderung bebas memilih. Penjurusan IPA/IPS/Bahasa pun masih sangat umum. Di SMA mereka didesain untuk mencoba banyak hal, mempelajari banyak hal, untuk kelak menentukan akan melanjutkan studi ke bidang apa. 

Oleh karena itu, setiap guru mata pelajaran harus sadar, bahwa mereka memberi bekal kepada orang yang belum tentu berminat mendalami mata pelajaran tersebut. Seorang guru matematika harus legowo jika ada siswa-siswi yang nilai matematikanya tidak bagus-bagus amat. Karena, siapa tahu, ia adalah calon aktor besar. 

Pun sebaliknya, seorang guru teater tidak boleh terlalu ambisius untuk mencetak aktor-aktor di SMA, karena bisa jadi yang ada di hadapannya adalah ahli fisika abad ke-21.

Pertanyaannya adalah, seberapa penting matematika bagi seorang calon aktor? Pertanyaan ini mungkin tanggung jawab guru matematika. Pertanyaan selanjutnya: Seberapa penting teater bagi calon ahli fisika, pebisnis, politisi, teknokrat, dll? 

Seberapa penting teater bagi pelajar yang bercita-cita di dalam masa depannya tidak akan ada teater? Dalam kondisi seperti ini, guru teater harus memahami perspektif pendidikan. Ini tantangan bagi lulusan perguruan tinggi seni yang mau terjun di dunia pendidikan sebagai guru.

Guru teater yang tidak memahami perspektif ini, mungkin akan sangat sulit beradaptasi di sekolah. Si guru pasti ingin memberikan pemahaman & kemampuan teknis sebanyak-banyaknya, sebesar-besarnya kepada para siswa, meskipun para siswa tidak menyukainya bahkan tidak membutuhkan sebanyak itu. Si guru memiliki standar pendidikan teater yang tinggi; menyamakan standar dirinya di perguruan tinggi. 

Guru teater yang seperti ini mungkin berambisi menyiapkan sebaik-baiknya calon seniman besar yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi seni. Padahal, dari satu angkatan saja, belum tentu ada yang mau kuliah teater.

Di titik ekstrem yang lain, jika seorang guru teater yang menyadari bahwa siswa-siswi di hadapannya tidak akan (baca: kemungkinan kecil) melanjutkan studi atau mendalami dunia teater/seni peran, maka, gaya mengajarnya akan serampangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun