Mohon tunggu...
Nurbahjan
Nurbahjan Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru honor di ujung pertiwi (NTB) dan penikmat literasi

Bernama lengkap Nurbahjan, lahir pada tanggal 11 Juni 1987, di Bima Nusa Tenggara Barat. Sekarang aktif mengajar di MA Darussakinah Sape.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baju Putih untuk Delisha

8 Desember 2021   22:17 Diperbarui: 8 Desember 2021   22:22 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Papanya tersenyum mendengarkan perintah usil anaknya "Siap, komandan" diikuti oleh sikap hormat dari Papanya

Delishapun berangkat ke sekolah dengan diantar Mamanya. Mereka berjalan melewati gang kecil menuju sekolah. Delisha adalah anak yang berumur 8 tahun dan sekarang duduk di kelas tiga. Delisha mengenyam pendidikan di SDN Inpres Nae. Salah satu jenjang sekolah dasar yang berada di kampungnya.

-------"---------

Suara jangkrik saling bersahut-sahutan satu sama lainnya. Suara katak juga terus bernyanyi, dengan irama dan nada yang sama. Begitulah, jika musim hujan tiba. Pohon mangga yang berada di depan rumah Delisha, menjadi begitu sejuk dipandang setelah diguyur hujan sebentar sore.

Delisha saat azan magrib mulai terdengar tadi, sudah berangkat bersama papanya menuju mushollah kecil yang terletak sekitar 350 meter dari rumahnya. Berbekal obor bambu di tangan, dia membelah kesunyian kampung. Delisha bersama teman-teman memang rutin sholat magrib dan isya di mushollah. Sambil menunggu sholat isya, biasanya mereka belajar iqro dengan Arsyad, seorang muadzim di mushollah tersebut.

Delisha kecil adalah anak yang rajin dan penurut. Anak yang selalu menjadi kebanggaan kedua orang tuanya. Sama seperti anak-anak yang lain, bermain selalu mengambil bagian yang banyak dalam kesehariaannya. 

Seperti malam ini, pulang dari mushollah ia bermain koko janga[7]. Salah satu permainan, yang mereka mainkan, dengan cara memilih salah satu anggota kelompok, kemudian memasukannya ke dalam sarung dan salah satu ujungnya di pegang oleh ketua kelompok. 

Ketua kelompok membawa anggota tersebut ke sebuah tempat yang telah ditunjuk sebelumnya, di sana anggota yang disembunyikan dalam sarung tersebut diperintahkan untuk berkokok, ketua kelompok lain di suruh menebak nama pemilik suara tersebut. Saat tebakan salah, di situlah kelompok bisa menambah poin. Semakin banyak poin terkumpul, maka akan semakin besar peluang kelompok untuk menjadi pemenang

Jika hari Minggu tiba, Delisha gunakan untuk membantu Papanya, dengan menenteng rantang di tangan, ia membawa bekal beliau yang bekerja di sawah. Sambil menunggu, biasanya ia duduk di pondok atau surau. Untuk mengusir rasa bosan, sesekali dia mencari keong untuk di bawa pulang. Keong tersebut akan dimasak oleh ibunya, menjadi pengganti lauk untuk mereka.

"Ayah, ayo makan" teriak Delisha kearah sang Ayah yang masih sibuk membajak sawah dengan menggunakan kerbau "Ayo Ayah, hari ini makannya dengan kuah sop Ayam" teriaknya. Sang ayah tersenyum dan melambaikan tangan ke arah anaknya. Petani di kampung Delisha, memang masih menggunakan cara tradisional, seperti menggunakan kerbau atau sapi untuk membajak sawah. Sebab, menurut mereka dengan membajak sawah secara tradisional, maka akan mampu mempertahankan humus tanah dan menjaga kualitas padi yang akan dihasilkan, tekstur lumpur pun lebih halus dan tidak tercemari oleh limpahan bahan bakar dan oli. Kerbau yang digunakan untuk membajak berjumlah dua, kemudian di pasang pada sebuah tempat yang dinamakan nggala[8]. Setelah dipastikan semua terpasang dengan baik, maka kerbau itu dijalankan dengan iringan lagu khas, yang dinyanyikan para petani 

Matahari sudah beranjak siang, Delisha dan Ayahnya sedang menikmati kuah sop Ayam pemberian tetangganya. Kuah sop ayam itu merupakan pemberian Ina Marni tadi pagi. Kuah sisa acara doa selamatan, sebab hari ini Ina Marni akan menanam padi "Ayah kuahnya enak kan?" tanyanya pada Ayah sambil menyuap nasi di tangan "tadi pagi, ini dikasih Ina Marni, tak ada dagingnya, sih. Tapi tak apa. Tidak ada daging, kuahnya pun jadi. Seperti kata pepatah, tak ada rotan, akarnya pun jadi" celotehnya sambil terus mengunyah makanan sampai terlihat tinggal beberapa sendok yang tersisa di rantangnya. 

Ayah yang mendengar sangat terharu mendengarkan kata-kata sang anak. Begitu bijaksananya, Delisha memaknai tiap peristiwa kehidupan yang dialami keluarganya "Delisha anak yang pintar, bagaimana pun hidup. Kita harus menjadi hamba yang pandai bersyukur" tuturnya dan mengelus rambut putrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun