Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dua Dekade Tidak Tegas, Sjamsul Nursalim pun Terbang Lepas

3 Agustus 2019   12:32 Diperbarui: 3 Agustus 2019   13:06 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sjamsul Nursalim. Ilustrasi dari Bisnis.com

Sebetulnya peristiwa seorang koruptor melarikan diri dan ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron sudah tidak asing lagi terdengar.

Pertama sekali kita dikejutkan oleh pelarian pembobol kasus Bank Bapindo sebesar US$ 565 juta. Eddy Tansil "melarikan diri" dari penjara Cipinang pada 4 Mei 1996. Hingga kini bos Golden Key itu benar-benar seperti memiliki kunci emas bagaimana tak tersentuh hingga kini, 23 tahun telah raib entah dimana.

Koruptor yang pernah lari ke luar negeri (pernah jadi buronan) dan masih jadi buronan sangat banyak, ada puluhan orang, antara lain adalah Honggo Hendratmo, Hendra Liem, Hendro Bambang, Setyawan Haryono dan Hendra Raharja ke Australia sampai meninggal di sana serta masih banyak lainnya termasuk si"burung nazar" Nazaruddin tapi akhirnya pulang ke kandangnya (tanah air).

Kini, koruptor lain Sjamsul Nursalim (SN) tak kalah lincin bak Eddy Tansil. Beberapa kali "lolos" dari berbagai upaya penahanan, kini benar-benar dinyatakan buron. 

Kasus buronnya SN sangat unik, seunik kisah 2 dekadenya melanglang buana dalam kondisi sebagai tersangka, tersangka dan tersangka seakan tak tersentuh. Meskipun pernah berusaha ditahan kerjaksaan Agung pada masa Marzuki Darusman pada 17 April 2001, tapi sehari saja, besoknya dibebaskan dengan alasan sakit, mau berobat ke Jepang.

Berbagai upaya lain telah ditempuh oleh penegak hukum dengan menahan salah satu pemegang kunci kasus terbitnya  Surat Keterangan Lunas (SKL) kasus BLBI untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yaitu Syafruddin Arsyad Temenggung. Dia adalah mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional periode 2002-2004(yang  dibentuk pemerintah pada 1998) ini mempunyai tugas pokok menyehatkan Bank Nasional dan mengembalikan asset dan uang negara yang tidak tersalur dengan benar pada perbankan nasional. 

Salah satu bank yang dianggap tidak sehat pada 1998 adalah Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Nur Salim. BDNI terjerat kasus kredit macet pada mega proyek 11.000 petani tambak udang yang menjadi plasma dua perusahaan inti (PT Dipasena Citra Darmaja dan PT. Wahyuni Mandira). Kedua perusahaan ini menjadi penjamin kredit petani tambak menjadi mitra BDNI secara langsung.

Pada September hingga Desember 1997 BDNI bersama 47 Bank lainnya (total 48 Bank) dinyatakan sebagai penerima dana bantuan Bank Indonesia. Jumlah akan disalurkan mencapai Rp 147,7 triliun. BDNI disebut-sebut akan menerima 10 triliun rupiah. Pada saat itu belum terjadi krisis ekonomi dan moneter. 

Awal 1998 puncak krisis moneter terjadi. Awalnya total kredit yang disalurkan BDNI spada petani tambak sebesar 1,5 triliun (kurs masih Rp2.300 per USD). Namun tidak lama kemudian terjadi krisis, kurs rupiah anjlok sehingga total utang menjadi Rp 4,3 triliun.

BPPN pun hadir menyelamatkan BDNI dan bank lainnya. BDNI masuk katagori bank take over (BTO) pada April 1998. Kemudian pada Agustus  1998 statusnya menjadi Bank Beku Operasi (BBO).

Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani pada Januari 1999 oleh SN, Bambang Subianto (Menkeu) dan Farid Harianto (kepala BPPN saat itu) dalam sebuah istilah yang disebut Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA) berisi tentang jumlah kewajiban yang harus diselesaikan SN sebesar 28,4 triliun rupiah (termasuk bantuan BLBI yang telah diterima BDNI setahun sebelumnya).

Isi perjanjian lain tak kalah menarik dari MSAA itu adalah adanya jaminan pemerintah (kemenkeu) bahwa pemerintah berjanji tidak akan mengajukan tuntuan hukum apapun kepada SN dan BDNI terkait BLBI dan kasus pemberian over kredit pada kasus lainnya. Pemerintah tidak akan menuntut ke pengadilan atas pelanggaran pidana dalam pengelolaan BDNI. Hebat bukan?

Dalam kondisi BDNI semakin tidak jelas pada akhirnya Glenn Yusuf ketua BPPN pada masa itu 25 Mei 1999 menerbitkan surat keterangan menyatakan upaya BDNI telah sesuai pemenuhan yang tertuang dalam perjanjian MSAA maka BDNI, SN, Komisaris dan Direktur BDNI dibebaskan dari kewajiban BLBI. Hebat juga bukan?

Sementara itu pemerintah (Menkeu) menyatakan semua kewajiban BDNI dengan MSAA sudah terpenuhi sehingga kasusnya sudah tertutup.

Enam bulan kemudian, 11 Nopember 1999 Glenn Yusuf seperti terperanjat menyatakan bahwa SN masih memiliki utang sebesar Rp 4,8 triliun karena pada saat MSAA disetujui SN membuat misintepretasi pada hutang petani tambak yang dikatakan utang lancar ternyata utang macet.

Sehari kemudian SN bereaksi mengatakan tidak pernah menjamin utang petani tambak dan tidak pernah menyebut utang lancar namun gugatan BPPN itu menjadi titik balik KPK bereaksi terhadap SN hingga saat ini.

Dimana kedudukan Syafurddin dalam hal ini?

Saat menjabat ketua BPPN periode 2002-2004 Syafruddin menerbitkan surat penghapusan piutang BDNI pada petani tambak. Selain itu Syafruddin juga menerbitkan surat pemenuhan kewajiban oleh komisaris BDNI, dengan kata lain menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL). (Oleh karena terkait dengan kasus BLBI sebelumnya maka disebut SKL BLBI).

Aksi heroik Syafruddin inilah yang memantik pengusutan terhadap dirinya oleh KPK hingga dijebloskan ke penjara pada September 2018 karena dianggap telah "memperkaya SN" dengan keputusannya yang dianggap kontroversial.

Syafruddin beruntung, baru saja mendekam sekitar 18 bulan kuruangan MA mencabut dakwaan dan membebaskan Syafruddin dari seluruh tuntutan termasuk dendanya. Syfaruddin telah menghirup udara bebas pada 9 Juli 2019. Hakim MA membatalkan putusan pengadilan tingkat banding yang memvonis Syafruddin 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Belum habis masa kaget warga, KPK mengumumkan SN sebagai buronan beberapa jam lalu saat tulisan ini sedang disiapkan. Istilah "buron" identik dengan sasaran telah melarikan diri.

Informasi dari berbagai media berita menuliskan pernyataan wakil ketua KPK Saut Situmorang bahwa SN dan istri telah ditetapkan sebagai buronan. Salah satu sumber : di sini.

SN telah ditetapkan sebagai buronan setelah beberapa peristiwa berikut ini terjadi , yaitu :

  1. Dua dekade lebih setelah setelah kasus BLBI
  2. Dua dekade setelah dinyatakan memenuhi janji dalam MSAA
  3. Dua dekade setelah BPPN mengajukan peninjauan kembali
  4. Delapan belas tahun setelah Marzuki Darusman berusaha menahannya pada 17 April 2001
  5. LIma belas tahun setelah memperoleh SKL BLBI
  6. Tiga bulan setelah terakir dipanggil KPK tidak digubris
  7. Satu bulan setelah Syfruddin dibebaskan

Apa yang terlihat dari fakta di atas adalah sebuah fenomena betapa SN  ada biangkerok yang tidak terlihat nyata tapi dapat dirasakan pengaruhnya dari beberapa fakta disebutkan di atas.

Mencari siapa pejabat pemerintah (Kemenkeu dan BPPN) serta anggota DPR dan Yudikatif yang telah ikut mengatur isi draf MSAA dan kemudian menerbitkan SKL BLBI tentu sangat banyak rintangannya. Mencari mereka sama dengan mencari jerami di tengah tumpukan rerumputan. 

Dari rentetan peristiwa itu terlihat koordinasi antara lembaga Pemerintah, Legislatif, Yudikatif, BPPN, BI dengan pihak BDNI (SN dkk) telah terjadi kepentingan saling jegal menjegal. 

Semua itu telah berlalu lebih dua kade yang lalu dan kini yang tertinggal adalah fakta demi fakta menambah deretan peristiwa koruptor BLBI telah "melanglang buana" satu demi satu. Jika benar SN melakukannya semakin menambah panjang deretan itu akibat -maaf- kebodohan berulang-ulang dalam koordinasi.

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun