Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyikapi Susunan Kabinet di Dunia Maya

13 Juli 2019   00:13 Diperbarui: 14 Juli 2019   14:48 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi : Investor Daily edisi 28 Oktober 2014. Diedit oleh penulis

Susunan kabinet pertama sekali dibentuk beberapa hari setelah kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Presiden Soekarno saat itu mengumumkan susunan kabinet pada 2 September 1945 dengan komposisi 21 orang menteri. 

Meski seumur jagung -karena pada 14 Nopember 1945 dibubarkan- susunan kabinet itu telah menoreh tinta sejarah sebagai susunan kabinet pertama presidensial di Indonesia.

Berdasarkan catatan sejarah perjalanan pemerintahan selanjutnya hingga saat ini (75 tahun kemudian) susunan kabinet pemerintahan Indonesia dikelompokkan dalam 5 tahapan, yaitu :

  • Kabinet Era Perjuangan Kemerdekaan (dari 2 September 1945 hingga 20 Desember 1945)
  • Kabinet Era Demokrasi Parlementer (20 Desember 1949 - 10 Juli 1959)
  • Kabinet Era Demokrasi Terpimpin (10 Juli 1959 - 6 Juni 1968)
  • Kabinet Era Orde Baru (6 Juni 1968 - 21 Mei 1998)
  • Kabinet Era Reformasi (21 Mei 1998 - Saat tulisan ini dibuat)

Pada era perjuangan kemerdekaan hingga berakhirnya era orde baru kita nyaris tak pernah mendengar adanya nama-nama bakal calon menteri yang beredar di koran, radio dan televisi apalagi di dunia maya karena pada saat itu belum ada fasilitais internet dan media sosial.

Sebut saja kabinet yang dibentuk mantan presiden Soeharto (maaf penulis tidak menggunakan istilah "Presiden ke 2 RI) pada 10 Juni 1968 yang disebut Kabinet Pembangunan 1 beranggotakan 22 Menteri. Sebelum ditetapkan sebagai Menteri nyaris ada yang berandai-andai menyebut si polan atau si polen sebagai calon Menteri ini dan itu. 

Bukan karena kuatir digaruk tapi karena warga -saat itu- belum punya cara menyampaikan gagasannya melalui media dengan tepat. Bahkan menjelang penunjukan Menteri pada era orde baru yang terakhir (Kabinet Pembangunan VII) juga belum terdengar ada daftar calon menteri menurut versi koran, radio dan televisi atau media massa pada saat itu.

Tampaknya ide membangun opini publik tentang seorang calon Menteri mulai terjadi sejak masa pemerintahan mantan presiden Abdurrahaman Wahid. Meski memerintah hanya 2 tahun saja, Gus Dur terkenal getol melakukan perombakan kabinet sejak membentuk kabinet pertamanya dengan "Kabinet Persatuan Nasional" pada 26 Oktober 1999. 

Idea atau gagasan itu dipicu oleh maraknya sikap sejumlah Menteri yang memilih mengundurkan diri. Ketika beberapa Menteri mengundurkan diri sejak saat itulah muncul idea-ide melalui media massa mencalonkan nama-nama unggulan calon menteri pengganti Menteri yang mengundurkan diri.

Setelah itu secara lambat tapi pasti masyarakat mulai terbiasa mengusulkan calon Menteri menurut versi masing-masing berdasarkan analisa dan alasan tertentu. 

Tujuannya adalah terjadinya pembentukan citra positif dan mempengaruhi pendapat publik serta menaikkan popularitas seseorang sehingga dapat dijadikan Menteri dimata para pengambil kebijakan atau keputusan.

Sebut saja pada masa pemerintahan mantan Presiden SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu (KIB jilid 1 dan jilid 2). Setelah Kabinet  KIB 2 terjadi resufle (perombakan kabinet) pada 18 Oktober 2011. Pada masa itu media internet mulai marak digunakan. Melalui aneka media massa kita telah terbiasa "disuguhi" informasi aneka nama-nama calon Menteri pengganti Menteri yang kena resshufle atau mengundurkan diri atau dibentuk dari awal.

Ambil satu contoh. Saat itu Menteri Keuangan Sri Mulyani yang "dipinang" Bank Dunia. Posisinya harus diganti dengan calon menteri yang baru. Saat itu juga berbagai media berita di internet berlomba menggadang-gadang nama Agus Martowardojo yang ketika itu menjabat sebagai Dirut Bank Mandiri sebagai salah satu calon kuat pengganti Sri Mulyani.

Selain Agus Martowardojo beberapa nama yang digadang-gadang media massa dan medsos adalah Darmin Nasution dan Anggito Abimanyu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan sejak tahun 2004. Sumber : Kompas.com edisi  7 Mei 2010. Faktanya pada 19 Mei 2010 Agus Martowardojo dipilih dan ditunjuk SBY sebagai pengganti Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.

Hingga kini cara seperti itu semakin terpola secara masif. Setiap hari meluncur ke dunia maya nama calon menteri ini dan itu menurut katagori dan pilihan sesuai selera masing-masing pengusul atau tim sukses calon Menteri.

Kini menjelang terbentuknya Kabinet Kerja II pada masa pemerintahan Presiden Joko widodo periode kedua, usulan nama calon Menteri merebak kemana-mana kembali menyenggol nama seseorang, bahkan kadang menyerempet sosok-sosok yang tak terkira melalui parameter atau ukuran tersendiri misalnya dengan ukuran sosok-sosok muda "milenial," atau profesional handal, Teknokrat potensial, Politikus terkenal sejagad dan lain-lain parameter.

Bisa dibayangkan betapa berbunganya hati dipilih atau diusulkan oleh publik atau "corong publik" menjadi calon Menteri. Pada situasi ini dapat membuat seseorang serasa melayang seakan-akan sebentar lagi akan mendapat telepon dari Istana agar datang untuk mengukur ukuran baju dan celana dalam acara pelantikan Menteri pada tanggal sekian.

Tetapi ketika saatnya tiba ternyata tidak disebutkan namanya dalam deretan Menteri tentu ada rasa kecewa meski sesaat. Upaya kompensasi pun secara otomatis (mode ON) dilakukan untuk menghibur diri dengan mengatakan "sudah masuk bursa pun sudah lumayan..., juga.. " tak lupa tertawa sendiri, hehehehe..he..

Oleh karenanya, agar tidak terbawa arus atau malah kecewa sepantasnya disikapi dengan bijaksana dengan tidak menggubris nama kita disebut-sebut atau dicalonkan sebagai daftar clon Menteri di alam maya. 

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bahkan mengingatkan bahwa susunan kabinet yang beredar di alam maya selalu berubah oleh karenanya tidak perlu dipikirkan "Ya.. namanya isu kan, enggak usah terlalu ditanggapi," katanya.

Mengusulkan nama calon Menteri sesuai selera dan parameter masing-masing sah-sah saja, tidak ada yang melarang. Tetapi bagi promotor pengusung calon Menteti dan calon Menteri itu sendiri yang namanya beredar di alam maya sebaiknya bijaksana menyikapinya agar tidak kecewa, terlebih lagi tidak menambah deretan daftar "barisan sakit hati" karena gagal jadi Menteri kabinet Kerja jilid 2.

Jika kecewa dikhawatirkan bakal muncul aneka informasi hoaks di media sosial. Media sosial akan dihujani lagi dengan aneka informasi hoaks dengan tema "ada dusta dibalik penunjukan Menteri Kabinet Kerja 2," misalnya seperti itu.

Maka dari itu hindarilah berandai-andai.. Sebab langkah, rezeki, pertemuan dan maut itu sudah ditentukan dari sana oleh yang Maha Kuasa, bukan oleh media sosial di alam maya.

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun