Laskar ini pada awalnya terbentuk dari polisi Hutan Malaysia. Seiring kebutuhan dan tuntutan yang lebih kompleks satuan itu terus dikembangkan sehingga pada tanggal 20 Oktober 1997 menjadi satuan paramiliter dan sekarang disebut PGA (Pasukan Gerakan Am) atau pasukan gerakan khusus dalam jajaran Angkatan Bersenjata Malaysia (PDRM). Satuan khusus ini memiliki mobilitas yang tinggi dan tentu memiliki kemampuan yang hebat dalam menangani perkara-perkara yang bersifat operasi tempur.
Kini Brigade PGA memiliki 5 Brigade 19 Batalyon yang handal diseluruh Malaysia. Setiap Batalyon punya satu skuadron kendaraan lapis baja. Bahkan dalam perkembangan terkini setiap batalyon telah ditambahkan unit khusus yang lebih taktis yaitu unit Tiger Platoon.
Oleh karenanya tak heran perlengkapan dan teknis tempur satuan paramiliter ini pun patut diperhitungkan karena memiliki beberapa peralatan tempur mumpuni antara lain : Glock 19, Sig Sauer P226, Steyr M9, Vektor SP1; Yavuz 16 Compact, Pistol Remington M1100, H and K MP5A2, H&K MP5A3, M16A1; M60E2 dan M203 serta peralatan navigasi dan teropong malam yang handal.
Pergerakan pasukan Malaysia (PGA batalyon ke 10,11 dan 12 Serawak) yang diterjunkan ke lokasi sengketa dengan dalih dan alasan diplomatis, (misalnya menjaga masuknya teroris, provokator dan penyusup serta berbagai alasan lainnya) memang telah terjadi. Helikopter Malaysia beberapa kali melakukan pendaratan menerjunkan Polisi Gerakan Am (PGA) yaitu pasukan yang dilatih khusus untuk diterjunkan pada tugas situasional mendadak dan darurat. Tugasnya antara lain menangkap penyusup, patroli hutan, patroli perbatasan, pantai dan pulau-pulau perbatasan Malaysia.
Akibat hadirnya laskar PGA tersebut, kini warga Indonesia yang berada di perbatasan tersebut di atas sudah tidak berani lagi leluasa keluar masuk Malaysia - Indonesia. Dan memang inilah kesan yang ingin ditanamkan oleh Malaysia, "betapa pentingnya hal ini harus diingat dan dicamkan oleh pemerintah Indonesia jika ingin membuat eskalasi dengan Malaysia." Belum lagi nasib jutaan TKW/TKI dan hubungan bisnis Indonesia yang amat tergantung kepada Malaysia juga dimunculkan Malaysia dalam bentuk visualisasi eksperimen sehingga langkah pemerintah Indonesia untuk berang, marah, melawan dan protes jadi adem ayem kembali, hilang dan lenyap terbawa angin sampai akhirnya tiba kembali musimnya saat terusik lagi seperti ini. Kondisi ini terus menerus berulang hingga akhirnya sistematika diplomatis Malaysia tersebut mencapai sasarannya secara lambat namun pasti.
Apa yang perlu mendesak dilakukan pemerintahan RI?
[caption id="attachment_136830" align="alignright" width="310" caption="Lihatlah pos perbatasan kita di Camar Bulan yang dijaga oleh Aparat TNI, tak memenuhi syarat standard"][/caption]
Di samping penyikapan yang hati-hati dalam melihat dan menerima kenyataan dan informasi-informasi yang bertendensi merusak hubungan ke dua negara, pemerintah RI perlu juga segera beraksi, tanpa perlu banyak diskusi lagi hal-hal yang tidak produktif. Beberapa yang penting itu adalah :
- Hentikan seluruh rangkaian praktek "pembodohan" rakyat sendiri.
- Hentikan Korupsi dan memunculkan issu-issu baru serta teknik pengalihan issu-issu lama.
- Hentikan debat kusir, banyak bicara dan praktek politik murahan yang mudah terbaca arahnya.
- Tingkatkan kemampuan politik, ilmu pengetahuan, intuisi dan visi pejabat, diplomat dan birokrat kita.
- Kedepankan kepentingan mensejahterakan bangsa/ rakyat sendiri ketimbang memberi "makan" para taipan dan konglomerat yang sudah kenyang.
- Permudah segala urusan namun tetap dalam koridor undang-undang dan peraturan yang pelaksanaannya bukan diterjemahkan menurut selera dan kepentingan sendiri.
- Tingkatkan kualitas dan disiplin aparatur negara termasuk Polisi, Kejaksaan dan TNI.
- Membuat kota-kota baru di perbatasan. Pindahkan kesibukan dan transaksi perekonomian ke perbatasan. Buatlah "kota-kota" baru yang bertaraf standard di perbatasan dan menambah pos militer di sepanjang perbatasan yang diisi oleh aparatur yang disiplin dan penuh tanggung jawab.
- Gelar pasukan. Jangan kuatir dengan perang jika memang itu solusi terakhir setelah berulang kali dipingpong. Hidup harus memilih, resiko menjadi prajurit adalah berperang dan menjaga kedaulatan bangsa dan negara serta memberi perlindungan aman dan nyaman kepada bangsa dan negara. Jadi tak perlu ragu meskipun yang "menang jadi arang dan kalah jadi debu" karena itu sudah menjadi pilihan yang diamanahkan oleh ibu pertiwi dalam menerima tugas sebagai prajurit dan aparatur negara.
- Merealisasikan anggaran yang mumpuni untuk sistem pertahanan dan keamanan Nasional melalui pengadaan alutsista yang handal dan SDM yang profesional. Bukan alutsista gopong dan SDM yang sombong bahkan SDM yang tahunya berbisnis melulu daripada mengurusi profesinya sebagai prajurit andalan bangsa dan negara.
Berdasarkan hal di atas.. Apakah tulisan ini masih bernuansa memprovokasi pemerintah ke dua negara untuk berperang? Sekali lagi tidak. Sebab yang terpenting dalam tulsian ini adalah bagaimana pemerintah Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya di pentas politik Internasional serta menjalankan beberapa reformasi soal kebangsaan dan nasionalisme tersebut di atas. Jika ini dijalankan, kita tentu tak perlu berperang karena eksistensi, jati diri dan kewibawaan yang terpancar itu dengan sendirinya membuat lawan berpikir ulang mengusik kita dalam bentuk dan jenis apapun.
Biarkan orang Malaysia membaca tulisan ini dengan memberi statemen negatif dan memancing perdebatan, misalnya. Bagi kita yang penting punya gambaran yang jelas tentang latar belakang, maksud dan tujuan tulisan ini adalah untuk membuka cakrawala betapa kita harus mampu bersaing dalam segala bidang agar tidak terus menjadi pecundang yang hanya bisa berteriak, menangis, sedih, pilu dan kecewa cuma menunjukkan kambing hitam saja, bukan..?
Salam Kompasiana