Mohon tunggu...
Encang Zaenal Muarif
Encang Zaenal Muarif Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis Lepas, Youtuber, Petani, Pebisnis Tanaman

Tak kenal maka tak sayang. Guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Banjar, Kota Banjar, Jawa Barat. Pemilik kanal YouTube Abah Alif TV dan Barokah Unik Farm. Mantan wartawan dan Redaktur Pelaksana SK Harapan Rakyat. Ketua Yayasan Al Muarif Mintarsyah sekaligus pendiri SMP Plus Darul Ihsan Sindangkasih. Kini aktif di PGRI dan diamanahi sebagai Ketua PGRI Cabang Kec. Banjar dan sekretaris YPLP PGRI Kota Banjar. Untuk menyalurkan hobi menulis, aktif menulis di berbagai media cetak dan media online. Karena seorang anak petani tulen, sangat suka bertani dan kini menjadi owner Toko Barokah Unik Tokopedia, yang menjual berbagai jenis bibit tanaman, di antaranya bibit kopi, alpukat dan lain sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Baju Lebaran, Pelengkap Kebahagiaan Setelah Ramadan

19 Maret 2024   23:42 Diperbarui: 22 Maret 2024   01:26 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber gambar : pixabay.com

Baju lebaran, sudah menjadi tradisi bagi kaum muslimin di Indonesia. Entah kalau di negara lain, saya belum tahu. Minimal 1 stel pakaian, biasanya dibeli oleh masyarakat muslim yang telah selesai berpuasa di bulan Ramadan. 

  • Setidaknya, baju lebaran menjadi hadiah bagi diri atas pencapaian menjalankan ibadah puasa selama sebulan.

Bicara baju lebaran ketika masa kecil, yang selalu teringat adalah saat Teteh (kakak perempuan saya yang ke-2), membeli dan memilihkan baju dan celana lebaran yang rada longgar, supaya awet dipakai. 

"Ini saja supaya awet dipakai tahunan. Kamu kan masih masa pertumbuhan, nanti akan meninggi dan membesar, jadi baju dan celananya akan tahan dipakai beberapa tahun," kata Teteh saat memilihkan celana jeans untuk saya di Pasar Baru, Garut, tahun 90-an. Kenangan itu melekat hingga kini. 

Karena perceraian yang dialami kedua orangtua, saya diasuh oleh kakak perempuan saya yang baru menikah. Sejak kelas 3 SD hingga lulus SMP. 

Selepas SMP, saya pergi ke Cikajang, Garut, menemui Bapak saya, dan minta disekolahkan di Cikajang. Kalau terus ikut Teteh, kasihan. Dia sudah memiliki 3 anak kala itu. 


Sepenggal kisah masa kecil saya, sudah saya tulis di cerpen : Suhada Akah, 25 Rupiah

Seperti halnya yang saya alami di masa kecil. Menjelang hari raya Iedul Fitri, bagi kalangan menengah ke bawah, membeli baju baru menjadi sebuah "kewajiban", alias tradisi yang cenderung sedikit memaksakan, agar mereka (terutama anak kecil), berbahagia memakai baju baru karena di bulan biasa jarang-jarang mampu membelinya. 

Namun karena kebiasaan di masa kecil itu sudah tertanam dan melekat di memori, maka tradisi tersebut terbawa dan terus dilakukan hingga dewasa. 

Saya, misalnya. Tetap merasa penasaran kalau lebaran tidak membeli baju baru, hehe. Kesannya kekanak-kanakan, tapi itulah budaya kita. Kalau untuk baju anak, setiap kali saya ingin membelikan anak saya baju, saya pasti belikan. 

Tidak harus di momen lebaran. Paling tidak dua atau tiga bulan, anak saya harus pakai baju baru, meskipun bukan baju bermerk. 

Namun untungnya, saya dan istri memiliki visi yang sama dalam urusan kebutuhan fashion. Saya tidak fanatik harus punya pakaian bermerk. Apalagi istri saya. Dia lebih sederhana dibanding saya. 

Salah satu hal yang membuat saya kagum dengan istri saya adalah, dia mampu membeli pakaian dengan model dan kualitas yang bagus, tapi harganya murah.

Ilustrasi. Dokpri. 
Ilustrasi. Dokpri. 

Kadang, banyak teman dan saudara yang meminta rekomendasi ke istri saya. "Bu Lulu, koq bagus sekali model bajunya? Beli di mana, harga berapa?", ujar seorang tetangga. Pertanyaan itu sering saya dengar, tidak hanya dari tetangga, tapi dari kerabat pula. 

Padahal, istri saya tidak alergi baju pasar. Dia tidak mesti harus beli baju di mall. Ketika ada baju yang disukainya, meskipun bukan barang bermerk dan dijual di toko kecil, dia beli. Tanpa gengsi-gengsian. 

Saya akui, setiap kali membeli baju jenis apapun, istri saya terlihat pantas dan modis. Padahal saya tahu modalnya he, bajunya bukan baju yang mahal-mahal. 

Di usia kepala 4 ini, saya kini memiliki insiatif untuk membeli kain, dan menggunakan jasa tukang jahit untuk membuatkan pakaian sesuai dengan model dan ukuran yang saya inginkan. 

Manfaatnya, selain kainnya lebih berkualitas, ukuran serta model pun jauh lebih pas. 

Kalau untuk soal harga, tergantung kondisi pakaiannya sih. Bisa jadi lebih murah atau lebih mahal dibanding beli jadi di mall atau di toko pakaian. 

Tapi berhubung di bulan Ramadan ini tukang jahit pasti ramai dengan pelanggan, kita harus mengantisipasinya dengan memesan di awal, usahakan sebelum bulan puasa tiba. 

Seperti halnya barusan, saya baru saja mengambil celana kain dan baju batik di tukang jahit (maaf jika dianggap pamer, hehe). Saya memesannya sejak 10 hari sebelum Ramadan tiba. Panjang celananya saya paskan saja dengan ukuran kaki saya, karena usia saya sekarang bukan masa pertumbuhan lagi. Hehe. 

Di hari lebaran pertama, saya biasanya memakai sarung baru. Atasannya menyesuaikan. Jika tidak beli baju koko baru, paling saya sholat Ied dengan baju koko lama yang masih layak pakai. Sepulang sholat Ied, saya biasanya mengenakan baju lama yang masih jarang dipakai. Second tapi masih bagus. Hehe. 

Nah, baju lebaran yang sebenarnya, paling saya pakai di hari kedua, atau ketika kami bersilaturahmi dengan keluarga besar. Yaa, hitung-hitung menghargai diri sendiri, dengan memakai baju baru. 

"Ajining diri soko lati, ajining rogo soko busono," kata falsafah Jawanya demikian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun