Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Keriuhan Lebaran 8 Bersaudara

14 Agustus 2013   23:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:18 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Iedul Fitri merupakan hari yang paling ramai bagi keluarga besar kami. Memiliki delapan anak dan delapan menantu, orang tua kami telah memiliki empat belas cucu dan satu cicit. Dari delapan bersaudara tersebut, dua orang sudah memiliki rumah yang berdekatan, satu rumah kakak tertua disamping rumah emak, dan satu rumah kakak perempuan ada di desa tetangga. Di rumah orangtua ada dua kakak perempuan yang masih serumah dengan orangtua, mengemban tugas mulya untuk melayani kedua orangtua kami yang kini sudah menginjak usia kepala tujuh.

Walaupun sudah berusia bonus, namun keduanya masih sangat aktif untuk bertani. Mengelola tanah pertanian kadang sering lupa akan kekuatan badan yang semakin lama semakin menurun. Namun itulah orangtua, dalam kesibukannya mereka memelihara daya akal, fikiran, dan hati nya.

Satu kakak lainnya menetap di Ujungberung bersama suami dan dua anak perempuannya, tempat yang tidak jauh dengan lokasi perkuliahannya terdahulu di IAIN Sunan Gunung Djati. Adik bungsu dibawa suaminya menetap di daerah Paledang, Bandung. Tidak jauh dari situ, menetap pula keluarga adik laki-laki ku yang seorang pelaut, tepatnya di daerah Sayati. Sedangkan keluarga kecilku setelah merantau di Jakarta dan Wuhan, kini menyewa sebuah rumah sederhana di daerah Cijerah Bandung, dekat berbatasan dengan kota Cimahi. Bila tahun lalu berlebaran di Kota Wuhan di Provinsi Hubei, maka kami sekeluarga pada tahun ini mencoba merasakan berlebaran di ‘rumah sendiri’ yang berada di suatu kompleks Perumnas edisi lama. Sesudah sholat ied dan silaturahim kepada tetangga se erte, maka kai meluncur ke rumah orangtua dari istri di Cigondewah untuk kemudian bersama-sama berangkat ke Cipongkor menuju rumah orangtua saya, dengan menumpang mobil barang yang sudah dimodifikasi.

Saat hari Lebaran tiba, maka rumah emak atau ma nini menjadi riuh rendah dengan suara anak cucunya. Kadang ada tawa kadang ada tangisan. Rumah yang cukup besar untuk ukuran kampung ini memiliki enam kamar. Tetap saja tidak mampu menampung semua tetamu tetap Lebaran yang setiap tahun malah bertambah anggotanya. Sebagian tidur di karpet di beberapa sudut rumah, sebagian tidur di kursi-kursi yang ada.

Kegiatan yang ditunggu anak-anak adalah pembagian “uang Lebaran”, saatnya setiap saudara saling membantu dan memberikan ‘angpao’ kepada yang lainnya. Saat yang ditunggu para saudara-saudari dan para menantu adalah mengobrol bersama. Membagi cerita suka dan duka selama setahun kisah hidup di rantau masing-masing. Tidak semuanya indah, namun disini kita bisa saling menasehati dan mengingatkan untuk kebaikan bersama. Kami juga mengeluarkan zakat/infaq/shedekah pada hari –hari perayaan Ied ini, untuk membersihkan harta dan menyampaikannya kepada yang berhak dari saudara, kerabat, tetangga, dan handai taulan lainnya.

Walaupun keluarga kami memiliki dasar dari kalangan nahdhiyin, namun dalam perkembangannya memiliki perbedaan dalam keberagamaan. Ada yang tetap dengan itu, ada juga yang menikah dengan keluarga dari kalangan Persatuan Islam/Muhammadiyah, dan ada juga yang aktif di amal usaha Muhammadiyah. Maka tidak heran jika ada perbedaan-perbedaan dalam memulai atau mengakhiri Ramadhan di keluarga kami. Namun itu tidak menjadi permasalahan besar, seperti juga perbedaan pandangan politik yang terjadi di antara kami anak-anak dan bapak serta emak :) . Sehingga pernah juga terjadi, saya sudah berlebaran kemudian pulang kampung untuk kemudian berlebaran kedua kalinya bersama orangtua :).

Selain berlebaran dengan keluarga inti, kami juga mengunjungi beberapa keluarga besar dari pihak emak dan bapa serta juga dengan para tetangga lainnya. Memang kalau dikaji secara silsilah kekeluargaan, ternyata banyak sekali tetangga dekat dan jauh yang ada di kampung ini, desa ini dan desa-desa sekitarnya, memiliki hubungan persaudaraan dengan saya dan keluarga besar lainnya. Inilah kehidupan di perkampungan Jawa Barat yang sedikit sekali pengaruh para pendatangnya.

Ditulis di Cijerah, sudut Bandung Kota yang berbatasan dengan Kota Cimahi, pada 2013-08-13

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun