Mohon tunggu...
Purnama Syaepurohman
Purnama Syaepurohman Mohon Tunggu... Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, Sustainability provocateur, open mind, Edukasi, Literasi Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Robohnya Pesantren Kami

1 Oktober 2025   20:23 Diperbarui: 1 Oktober 2025   20:23 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah lebih dari 24 jam, masih ada korban yang tertimpa reruntuhan yang akan diselamatkan. Dramatis! Disiarkan televisi nasional pagi ini, saat mau berangkat ke tempat kerja, penulis menyaksikan berita korban terjepit bangunan diberikan oksigen dan air oleh para petugas berbaju orens.

Pola-pola tentang runtuhnya bangunan sekolah atau tempat usaha, biasanya terjadi d berita dunia di negara-negarai India, Bangladesh, Pakistan. Ternyata kini muncul di Indonesia. Sesuatu yang sebenarnya secara preventif bisa dicegah.

Alkhoziny menjadi penanda, bahwa kita orang Islam masih lalai. Lalai menggunakan ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan bangunan fisik. Fenomena gunung es, diluar sana banyak yayasan, pesantren, sekolah swasta yang membangun gedung dengan tidak terstandar dengan berbagai alasan. Dana, pengetahuan

Untuk maju, umat Islam Indonesia harus pintar. Pintar dalam berbagai ilmu untuk kesejahteraan di dunia dan akhirat. Pintar yang dipakai, perlu kekuasaan atau kekuatan. Antum a'lamu biumuri dunyaakum. Engkau lebih tahu dengan urusan urusan duniamu. Demikian sepotong Sunnah Nabi menyatakan. Ilmu agama ok, ketika membangun, percaya kan kepada mereka yang ahli di bidangnya.

Ulama terdahulu belajar dan menguasai berbagai ilmu, menguasai ilmu agama, tetapi juga mengembangkan ilmu kedokteran. Ada yang juga matematikawan, astronom, geograf, botanis, dan sebagainya. Ulama yang tidak menguasai ilmu, selain ilmu agama, harusnya memberikan porsi para pakar tersebut untuk berkontribusi pada keilmuan yang dimilikinya, untuk berbagi manfaat bagi kemajuan bangsa dan agama, terkhusus di lingkungan pesantren.

Di Indonesia, pendidikan pesantren menjadi ranah Kementrian Agama, dengan kondisi yang ada, pendidikan di Indonesia masih terbagi dua kementrian. Kementerian lainnya juga membangun sekolah kedinasan. Sekolah dan Perguruan Tinggi Swasta menjamur. Lebih banyak dari milik negara. Bermula dari masa pra kemerdekaan, sampai saat ini. Peran swasta tetap ada, karena pemerintah tidak mampu menyekolahkan semua anak ke sekolah negeri, sampai saat ini. Tidak mampu membiayai da n menampung semua anak di sekolah atau perguruan tinggi negeri.  

Fenomena di negara maju, pendidikan swasta hampir dipastikan mahal, berkualitas, dan mandiri. Di Indonesia sekolah, pesantren, atau madrasah swasta ada tiga jenis, setara, lebih atas, atau lebih rendah mutunya daripada negeri.

Tidak perlu orang Jakarta, dari pusat pemerintahan, untuk menaksir bangunan yang sedang dibangun dengan baik dan benar, sesuai ilmu teknik bangunan. Kearifan lokal juga banyak. Membangun perlu fondasi yang kuat. Top down penting, tapi inisiatif bottom up agar tidak ada lagi lembaga pendidikan yang membawa maut pada pembangunan, adalah lebih-lebih penting.

Barangsiapa yang meninggal dunia saat menuntut ilmu, termasuk berjihad, InsyaAllah masuk surga. Tapi bukan melupakan kelalaian menggunakan ilmu dalam pembangunan.

Fine country, julukan tidak resmi Singapura. Fine bisa multi makna. Fine ini bisa diartikan sebagai denda. Untuk menjaga negara, pemerintah Singapura membuat aturan-aturan, yang jika dilanggar, maka akan diberikan denda oleh pemerintah. Semua pekerjaan harus tersertifikasi, semua bangunan harus diinspeksi secara ketat, untuk memenuhi standar. Jika tidak, maka fined, didenda. Indonesia harus menuju kesana, kedisiplinan terhadap standar, pemenuhan standar pada berbagai kegiatan. Apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak, apalagi di bidang pendidikan, yang menjadi pintu gerbang menuju Indonesia Emas.

Gedung di Indonesia, yang dibiayai oleh JICA, lembaga donor dari Jepang, mempunyai kualitas yang sangat bagus, karena proses pembangunannya dilaksanakan oleh agensi JICA dari Jepang. Mengawal uang mereka, untuk membantu negara bekas jajahannya. Contohnya di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia, yang menggandeng kontraktor Tobishima Corporation, demikian menurut sosial media akun upilawas.

Pembangunan gedung yang baik, harus memiliki prosedur operasional baku yang dipatuhi bersama oleh semua pihak yang terlibat. Menggandeng berbagai pihak yang berkepentingan. Menyatukan visi demi terbangunnya gedung yang baik, tanpa ada keluhan dari pemakainya di kemudian hari. Dikawal dengan penuh integritas. Jangan sampai besar pasak daripada tiang, memperbanyak biaya biaya non teknis, daripada biaya teknis operasional yang diperlukan untuk membangun.

Pembangunan gedung dan infrastruktur di Belanda, menggunakan ilmu. Menggunakan dana hasil imperialisme kolonialisme, sehingga bisa terjadi, sebuah negara yang ada di bawah permukaan laut. Sisa kolonialisme di Cimahi dan Kota Bandung, adalah gedung-gedung tua yang kokoh, sebagian dialihfungsikan, sebagian masih seperti bentuk awal.

Kongkalikong bisa terjadi pada bahan bangunan yang dibeli dan dipakai. Penurunan kualitas bahan, berkontribusi terhadap mutu bangunan. Pekerja profesional diperlukan, dengan menggunakan teknologi yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan.

Ahli bangunan nasional juga tidak kalah berkualitas. Semisal ada penemu "cakar ayam", penemu jalan tol atas yang tanpa tiang, walaupun panjang. Inovasi bangsa Indonesia juga bukan kalengan. Namun secara umum di masyarakat, perlu ada pengawasan yang tajam, oleh berbagai pihak, sehingga bencana bisa terhindarkan.

Masyarakat maju akan berfikir rasional, dan mengesampingkan di luar nalar. Umat Islam akan maju, jika mereka berilmu dan mengamalkannya, serta berada di lingkungan yang benar-benar mengutamakan praktik beragama yang tidak tekstual. Menghafal bukan yang utama, untuk berkemajuan. Umat Islam harus mencerna Sunnah dan Kitab Suci, dan menerapkan dalam perbuatan, sikap, dan sistem nilai.

Penanggung jawab kegiatan pembangunan harus bertanggungjawab. Walaupun mayoritas bisa menerima musibah ini sebagai takdir dan memaafkan. Efek jera harus muncul di kalangan elit agama, agar tidak sembarangan melakukan pembangunan dengan tidak dengan perhitungan yang baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun