Mohon tunggu...
aa parhan
aa parhan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Belajar, baca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Empati Kini Lebih Kuat dari Iklan?

6 Oktober 2025   22:00 Diperbarui: 6 Oktober 2025   21:31 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Imperatif Diferensiasi Strategis: Transmutasi Epistemologis Perjalanan Pelanggan dari Kesadaran Inisial menuju Advokasi Kausal

Pendahuluan: Dekonstruksi Paradigma Linearitas Akuisisi

Dalam ekosistem pasar modern yang ditandai oleh disrupsi digital dan kelebihan informasi, daya saing tidak lagi ditentukan oleh keunggulan produk semata. Fokus kompetisi kini bergeser dari komoditas ke pengalaman. Pengalaman pelanggan (Customer Experience) menjadi arena baru yang menentukan siapa yang mampu bertahan dalam persaingan (Pine & Gilmore, 1999).

Customer Journey (CJ) hadir sebagai kerangka naratif yang menggambarkan perjalanan menyeluruh pelanggan sejak kesadaran awal terhadap kebutuhan hingga menjadi pendukung setia merek. CJ menekankan bahwa hubungan antara pelanggan dan merek tidak berhenti di transaksi, melainkan terus berkembang melalui interaksi emosional dan rasional.

Merancang CJ yang efektif merupakan bentuk empati strategis. Perusahaan perlu meninggalkan paradigma internal yang berorientasi pada penjualan dan beralih ke sudut pandang eksternal yang berpusat pada pengalaman pelanggan (Court et al., 2009). Tujuan akhirnya bukan hanya penutupan transaksi, tetapi pembentukan relasi jangka panjang berbasis nilai, kredibilitas, dan kepercayaan yang konsisten. Esai ini membedah dinamika perjalanan pelanggan dari kesadaran hingga advokasi, serta menelaah strategi yang mampu mempertahankan keterlibatan pelanggan dalam siklus berkelanjutan.

I. Transmutasi Epistemologis: Dari Corong Deterministik ke Siklus Dinamis

Model pemasaran klasik seperti AIDA (Awareness, Interest, Desire, Action) menempatkan pelanggan sebagai target pasif yang melalui tahapan linier (Rust, Lemon, & Zeithaml, 2004). Model ini memiliki kelemahan epistemologis karena mengasumsikan bahwa hubungan berakhir setelah pembelian. Namun, di era keterbukaan informasi, transaksi justru menjadi titik awal dari hubungan yang lebih kompleks: retensi dan advokasi.

Pendekatan baru dalam memahami perilaku pelanggan muncul melalui model Consumer Decision Journey dari McKinsey (Court et al., 2009) dan konsep Flywheel yang dipopulerkan HubSpot (McCracken & Triesch, 2018). Dalam model sirkular ini, pelanggan menjadi pusat gravitasi yang menggerakkan momentum pertumbuhan. Pengalaman positif pascapembelian mempercepat rotasi flywheel, sedangkan pengalaman negatif memperlambatnya.

Tiga pilar penting menopang perjalanan pelanggan yang efektif. Pertama, empati berbasis bukti, yakni pengambilan keputusan berdasarkan data perilaku pelanggan, bukan asumsi internal. Kedua, integrasi lintas kanal (omnichannel) yang menjamin konsistensi pengalaman di seluruh saluran digital maupun fisik (Lemon & Verhoef, 2016). Ketiga, pengenalan Moments of Truth (MOTs), yaitu momen krusial ketika persepsi pelanggan terhadap merek terbentuk secara definitif (Levin & Shaughnessy, 2011).

II. Fase Inisial: Dari Anonimitas ke Korespondensi Kognitif

Tahap awal perjalanan pelanggan terdiri atas dua fase: kesadaran (awareness) dan pertimbangan (consideration). Keduanya berfungsi sebagai pintu gerbang kognitif di tengah kebisingan informasi pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun